Minggu, Maret 30, 2008

Atasi Banjir, Perbaiki Hutan

SOREANG, (GM).-
Untuk mengatasi banjir di Kab. Bandung, selain dilakukan perbaikan kondisi hutan, juga perlu didukung regulasi yang kompak, antara Pemprov Jabar dan Pemkab Bandung. Hal itu dikatakan anggota Komisi D DPRD Kab. Bandung, H. Dadang Rusdiana, M.Si. di Soreang, Selasa (18/3), terkait solusi banjir yang terus terjadi di musim hujan.

Disebutkan anggota dewan dari Partai Golkar ini, untuk mengembalikan kondisi hutan yang rusak dan selalu disebut sebagai penyebab terjadinya banjir, harus didukung kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan hutan.

"Kebijakan pemerintah, baik provinsi maupun daerah yang saling mendukung akan mempercepat pemulihan kondisi hutan. Selain tentunya upaya nyata yang dilakukan," kata Dadang.

Dijelaskannya, dalam menata sebuah lahan di hutan kadang pemerintah daerah terbentur adanya wilayah yang merupakan milik pihak lain, sehingga adanya keterbatasan wewenang.

"Dengan kebijakan yang tidak parsial ini, para pemilik wilayah dapat saling mendukung tanpa saling menyalahkan," papar Dadang.

Selain itu, katanya, pemerintah harus bisa memperbaiki kondisi ekonomi warga yang tinggal di dekat hutan-hutan tersebut sehingga tidak terjadi penyerobotan hutan.

"Penyerobotan hutan tersebut juga karena alasan ekonomi. Karena di saat kondisi ekonomi masyarakat kurang, hutan menjadi lahan yang akan diburu," terang Dadang.

Selain itu, pemerintah juga harus memperbaiki infrastruktur bagi warga sekitar hutan yang kadang jauh tertinggal dibanding wilayah lainnya.

"Dengan infrastruktur menuju pusat kota yang tidak mendukung, membuat warga sekitar hutan yang ingin mencari pekerjaan enggan untuk ke tempat lain dan memilih lahan terdekat," bebernya.

Diungkapkan Dadang bahwa kondisi hutan saat ini sedang kritis, sehingga jangan ada celah sedikit pun yang bisa menyebabkan kerusakan hutan. "Karena sedang kritis, pengawasan terhadap hutan harus diperketat, tidak boleh ada toleransi sedikit pun terhadap hal-hal yang akan menyebabkan kerusakan hutan," katanya.

Tangkapan air

Ditambahkan anggota Komisi B, Tb. Raditya, apa yang harus dilakukan warga yang tinggal di hilir dengan memperlebar sungai, juga harus didukung penataan di bagian hulu.

"Salah satu penyebab banjir dengan lumpur karena sudah tidak adanya daerah tangkapan air sehingga air dengan lumpur cepat mengalir ke daerah yang rendah dan menyebabkan pendangkalan kembali," tambahnya.

Dengan adanya daerah tangkapan air tersebut, pengerukan serta pelebaran sungai akan terus terjaga karena air yang mengalir tidak disertai material lumpur.

"Kami pun mengimbau agar peraturan pemerintah terhadap sewa menyewa lahan hutan bisa ditinjau kembali," urai Raditya. (B.89)**
Tumpukan Sampah di Soreang
Renggut Korban Jiwa


SOREANG, (GM).-
Tumpukan sampah di pinggir Jalan Raya Soreang Desa Pamekaran, Kab. Bandung, atau hanya beberapa meter sebelah barat dari lingkungan perkantoran Pemkab Bandung, dibiarkan menumpuk. Selain menyebarkan aroma tidak sedap, tumpukan sampah yang tiga minggu tidak diangkut tersebut sudah meminta korban jiwa.

Tumpukan sampah yang sudah memakan badan jalan tersebut menyebabkan seorang wanita pengendara motor pada Rabu (19/3), tewas seketika setelah bertabrakan dengan angkutan umum, karena jalan yang akan dilaluinya tertutup sampah.

"Sekira pukul 20.30 WIB, seorang ibu yang membonceng anaknya dengan sepeda motor Yamaha Mio tabrakan, karena jalan sempit akibat tumpukan sampah, dan dari arah berlawanan mobil angkutan umum menyalip kendaraan lain," kata Endang Jutarsa (52), seorang tukang setel pelek yang mengaku melihat kejadian itu, kepada "GM", Minggu (23/3).

Dijelaskan Endang yang bengkel peleknya menempel dengan lokasi pembuangan sampah tersebut, setelah ada korban meninggal, ia berinisiatif membuat plang dari papan bertuliskan, "Awas Loba anu Cilaka". "Setelah kejadian itu, saya bikin plang karena kalau tidak hati-hati, berbahaya bagi pengguna jalan lain," ujarnya.

Diungkapkan Endang, kecelakaan sering terjadi, terutama pada malam hari, karena keadaan jalan gelap dan pengendara tidak mengetahui jalan di depannya menyempit akibat sampah yang meluber. "Tidak hanya itu, warung nasi di sebelah ini pun tutup, karena siapa yang mau makan bila banyak lalat masuk," ungkapnya seraya menunjuk sebuah warung yang tutup dan berdampingan dengan bengkel peleknya.

Sudah tiga minggu

Ditambahkan kakek dua cucu ini, sudah sekitar tiga minggu sampah di lokasi tersebut dibiarkan terus tanpa diangkut, sementara setiap hari sampah terus bertambah. "Yang membuang sampah dengan roda-roda tiap hari ke sini, sedangkan petugas lainnya kalau sudah numpuk tidak mau lewat, maka sampah akan terus menumpuk," beber Endang.

Akibat tumpukan sampah itu juga, tambahnya, saat hujan air selokan kerap meluap karena tersumbat. Ia tak tahu harus mengatakan hal ini kepada siapa. "Padahal, sampah ini dekat dengan kantor pemkab, kenapa tidak juga diangkut? Siapa yang harus tanggung jawab?" katanya.

Salah seorang tokoh masyarakat Desa Pamekaran, Didong menyesalkan hal sekecil itu tidak terperhatikan. "Selain dekat dengan kantor pemda, juga dekat dengan kantor desa, tapi kenapa tidak diperhatikan," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya mengatakan, dinas terkait harus bisa menjalankan fungsinya bila terkait dengan layanan masyarakat. "Apalagi jika hal itu sudah berimbas kepada khalayak, dan jangan sampai menimpa korban-korban lain," katanya.

Menurutnya, layanan kepada masyarakat tidak boleh terhenti, apalagi masyarakat tidak pernah berhenti membayar retribusi sampah.

"Apa yang sudah diminta dari masyarakat harus bisa dikembalikan dengan memberikan layanan lebih baik. Karena dari uang tersebut, hak masyarakat ada," paparnya. (B.89)**
Petani Terancam Rugi

SOREANG, (GM).-
Akibat buruknya cuaca akhir-akhir ini, sejumlah petani padi di Kab. Bandung terancam merugi. Pasalnya, harga gabah petani dikhawatirkan lebih rendah dari harga standar Bulog Rp 2.000/kg.

Sesuai Inpres No. 3/2007 tentang harga pokok penjualan gabah kering Bulog ke petani, harga tersebut untuk kondisi gabah dengan kadar air maksimal 25% dan kadar hampa/kotoran maksimal 10%.

Terkait hal itu, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya mengatakan, kondisi harga jual gabah akan memberatkan petani, mengingat kondisi cuaca yang tidak menentu. "Harga sesuai inpres tersebut untuk kondisi gabah dengan proses pengeringan yang diperoleh dari cuaca normal. Sedangkan saat ini untuk memperoleh kondisi gabah seperti itu sangat sulit," katanya.

Ia mengatakan, para petani tidak bisa menahan terlalu lama gabah hasil panennya, karena berpacu dengan kebutuhan. Padahal dengan kondisi cuaca seperti sekarang, untuk mencapai kondisi tersebut tidak bisa segera. "Kalaupun petani akhirnya terpaksa menjual dengan kondisi di bawah standar, konsekuensinya jelas harga akan di bawah standar," jelas Raditya.

Dilanjutkan anggota dewan dari Partai Golkar ini, salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah revisi aturan yang berlaku. "Untuk itu kita berharap agar ada revisi terhadap inpres yang mengatur harga gabah ini, karena kondisi ini diperkirakan tidak hanya terjadi di Kab. Bandung," paparnya.

Di Kab. Bandung, petani beras sedang menuju tahap panen yang diperkirakan mencapai puncaknya pada maret nanti. "Pada maret ini, sekitar 80% petani beras di Kab. Bandung panen raya dan jika tidak sekarang dilakukan antisipasi terhadap harga jual gabah tersebut, akan menyebabkan petani merugi," katanya.

Ditambahkannya, jika permasalahannya pada tahap pengeringan, ada beberapa teknologi yang bisa digunakan, yaitu dengan memakai alat bantu. "Masalahnya alat pengering menggunakan bahan bakar dan secara langsung menambah biaya," ujar Raditya. (B.89)**
Inpres No 3/2007 Harus Direvisi

SOREANG -- Instruksi Presiden (Inpres) No 3 tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan dikritik. Pasalnya, Inpres ini sering dijadikan senjata oleh para bandar beras, termasuk Bulog, untuk membeli gabah petani dengan harga rendah.

Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, menjelaskan, Inpres No 3/2007 ini sangat kaku dalam menerapkan harga pembelian gabah kering panen dari petani. Dalam instruksi keenam poin pertama, kata dia, disebutkan bahwa harga beli gabah kering panen dari petani ditentukan sebesar Rp 2.000 per kilogram, dengan syarat kualitas kadar air maksimum 25 persen dari kadar hampa maksimum 10 persen.

''Kalau memasuki musim hujan seperti ini, petani kesulitan untuk bisa memenuhi syarat itu,'' ujar Didit, panggilan Tb Raditya, Senin (25/2). Karena itu, menurut dia, bandar maupun Bulog selalu menekan petani untuk menjual gabahnya dengan harga murah.

Khusus di Kabupaten Bandung, kata Didit, saat ini petani sedang menghadapi panen raya. Jika musim hujan masih terus berlangsung, imbuh dia, harga jual gabah akan semakin jatuh dan petani pun dirugikan. Untuk itu, Didit mengusulkan supaya Inpres No 3/2007 ini direvisi, khususya dalam persyaratan kualitas kadar air. rfa

Kamis, Maret 13, 2008

KESEJAHTERAAN & AJARAN ZAKAT


Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengakui hak individu dan hak kolektif masyarakat secara bersamaan. Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan (penghasilan) dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, insiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu dalam antara yang kaya dengan yang miskin sebab kesenjangan yang terlalu dalam tersebut tidak sesuai dengan syariah Islam yang menekankan sumber-sumber daya bukan saja karunia Allah, melainkan juga merupakan suatu amanah. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengkonsentrasikan sumber-sumber daya di tangan segelintir orang.

Kurangnya program yang efektif untuk mereduksi kesenjangan sosial yang terjadi selama ini, jika tidak diantisipasi, maka akan mengakibatkan kehancuran umat yang lebih parah. Syariah Islam sangat menekankan adanya suatu distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata sebagaimana yang tercantum dalam Al Quran Surah Al Hasyr ayat 7. Salah satu cara yang dituntut oleh Syariah Islam atas kewajiban kolektif perekonomian umat Islam adalah "lembaga zakat". Secara teknik, zakat adalah kewajiban financial seorang muslim untuk membayar sebagian kekayaan bersihnya atau hasil usahanya apabila kekayaan yang dimilikinya telah melebihi nishab (kadar tertentu yang telah ditetapkan).

Zakat merupakan refleksi tekad untuk mensucikan masyarakat dari penyakit kemiskinan, harta benda orang kaya, dan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran Islam yang terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap orang tanpa membedakan suku, ras, dan kelompok. Zakat merupakan komitmen seorang Muslim dalam bidang soio-ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem sosialisme dan negara kesejahteraan modern.

Dalam kenyataan yang terjadi saat ini di Indonesia, zakat yang diterima oleh Badan atau Lembaga Amil Zakat tidak signifikan dengan jumlah penduduk muslim yang ada. Kecilnya penerimaan zakat oleh Amil Zakat bukan hanya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan agama masyarakat, tetapi juga disebabkan oleh rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. Hal itu mengakibatkan masyarakat condong menyalurkan zakat secara langsung kepada orang, yang menurut mereka, berhak menerimanya. Sehingga tujuan dari zakat sebagai dana pengembangan ekonomi tidak terwujud, tetapi tidak lebih hanya sebagai dana sumbangan konsumtif yang sifatnya sangat temporer. Sebagai contoh adalah pemberian zakat di bulan Ramadhan yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan konsumsi si miskin di hari Raya, dan setelah hari Raya mereka kembali tidak tahu bagaimana cara memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Pembagian dana zakat, sebenarnya, harus memberikan keutamaan dengan tujuan yang memungkinkan si miskin dapat menjalankan usaha sehingga mampu berdikari, sebab merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menghidupi dirinya. Ajaran Islam sangat melarang seseorang menjadi pengemis untuk menghidupi dirinya. Dengan demikian dana zakat, juga infaq & sadaqah, hanya dapat menjadi suplemen pendapatan permanen bagi orang-orang yang benar-benar tidak dapat menghidupi dirinya lewat usahanya sendiri karena ia seorang yang menderita cacat seumur hidup atau telah uzur. Sedangkan bagi yang lain, dana tersebut harus digunakan sebagai bantuan keringanan temporer disamping sumber-sumber daya esensial untuk memperoleh pelatihan, peralatan, dan materi sehingga memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan yang mencukupi.

Dengan demikian, penggunaan dana zakat secara profesional akan memungkinkan si miskin berdikari dalam sebuah lingkungan sosio-ekonomi yang menggalakkan industri kecil-mikro dan kemudian akan berdampak mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial-ekonomi.

Zakat, sebenarnya, bukan monopoli ajaran Islam karena instrumen sejenis juga ditemui dalam ajaran lain. Dalam ajaran Hindu disebut "datria datrium", ajaran Budha menyebut "sutta nipata", sedangkan ajaran Kristiani mengenal "tithe" yang didefinisikan sebagai bagian dari pendapatan seseorang yang ditentukan oleh hukum untuk dibayar kepada gereja bagi pemeliharaan kelembagaan, dukungan untuk pendeta, promosi kegiatannya, dan membantu orang miskin. Dalam kenyataan di lapangan, "tithe" lebih berhasil dibandingkan "zakat", padahal kewajiban "tithe" adalah 10%, sedangkan "zakat" hanya 2,5%.

Menurut ajaran Islam, pembayaran zakat bukan merupakan suatu bentuk kepemihakan kepada si miskin. Karena, si kaya bukanlah pemilik riil kekayaan tersebut. Mereka hanya pembawa amanah sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah Al Hadiid ayat 7. Si kaya harus membelanjakan hartanya menurut persyaratan amanah dan yang paling penting salah satunya adalah memenuhi kebutuhan orang-orang miskin. Diharapkan setiap Muslim yang sadar akan kewajiban agamanya, selalu bersedia membayar zakat, jika ia bertindak secara rasional untuk menjamin kepentingan jangka pendek dan jangka panjangnya, mencari keridhoan Allah SWT dalam kekayaannya di dunia dan akhirat.

Menurut Umer Chapra, zakat mempunyai dampak positif dalam meningkatkan ketersediaan dana bagi investasi sebab pembayaran zakat pada kekayaan dan harta yang tersimpan akan mendorong para pembayar zakat untuk mencari pendapatan dari kekayaan mereka, sehingga mampu membayar zakat tanpa mengurangi kekayaannya. Dengan demikian, dalam sebuah masyarakat yang nilai-nilai Islam-nya telah terinternalisasi, simpanan emas dan perak serta kekayaan yang tidak produktif cenderung akan berkurang, sehingga meningkatkan investasi dan menimbulkan kemakmuran yang lebih besar.


Penulis: MERZA GAMAL (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Komisi B Segera Panggil BRI


SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung segera memanggil manajemen BRI Cabang Majalaya untuk mengklarifikasi penyaluran dana penyertaan modal untuk Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM). Berdasarkan laporan, dana untuk KUKM baru tersalurkan 6,6% atau Rp 660 juta dari Rp 10 miliar yang dititipkan Pemkab Bandung.

Dikatakan anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Senin (10/3), pemanggilan akan dilakukan pada Rabu (12/3) mendatang. "Terkait penyertaan modal untuk KUKM yang belum secara maksimal tersalurkan oleh BRI Majalaya, komisi harus mendapatkan penjelasannya dan lusa (Rabu, red) akan dijadwalkan melakukan pemanggilan," katanya.

Dijelaskan anggota dewan dari Fraksi Golkar ini, pihaknya akan menanyakan mengapa penyaluran dana yang berasal dari APBD tahun 2007 tersebut belum maksimal.

Dilanjutkannya, dana penyertaan modal bagi sektor produktif harus bisa diserap oleh masyarakat dengan baik. Karena selama ini penyertaan modal yang diberikan lebih banyak digunakan untuk sektor konsumtif.

Komisi B sendiri, lanjutnya, mendapatkan informasi bahwa kendala yang dihadapi dalam penyaluran tersebut karena sistem yang diterapkan oleh bank penyalur. "Kita harus tahu lebih detail apa yang menyebabkan hal itu. Jika memang tak mampu dewan anjurkan untuk dialihkan ke lembaga lain," tegasnya. (B.89)** boedak badoey galamedia