Kamis, Mei 29, 2008

Jalan Kopo Dibiarkan Rusak



KOPO, (GM).-
Sejumlah warga kembali mempertanyakan rencana perbaikan jalan Kopo dan Bojongsoang, Kab. Bandung yang masih dibiarkan rusak parah. Rencana Pemprov Jabar yang akan memperbaikinya pada bulan Mei, tampaknya masih jauh dari harapan.

Beberapa warga yang sempat ditemui "GM", Selasa (27/5) mengatakan, mereka mengetahui di media massa bahwa jalan terusan Kopo yang masuk wilayah Kab. Bandung dan menjadi milik provinsi Jabar akan mulai diperbaiki Mei ini. "Meskipun Mei masih belum habis, rencana perbaikan itu sepertinya tidak sungguh-sungguh. Karena kalau betul mau diperbaiki, minimal sekarang harus sudah mulai terlihat persiapannya," kata Zainal, warga Kopo Sayati, kemarin.

Dijelaskannya, warga pesimis dengan rencana perbaikan jalan tersebut meskipun rusaknya jalan sudah berlangsung lama. "Tidak hanya tak enak jika melewati jalan yang bolong-bolong, tapi juga akibat jalan seperti itu kendaraan cepat rusak," ujarnya kesal.

Hal senada juga dikatakan anggota DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya yang berdomisili di sebuah kompleks perumahan di kawasan Kopo. Hampir setiap hari jalan kopo dilaluinya menuju Kantor DPRD di Soreang. "Tidak ada jalan lain yang bisa dilewati dan harus ekstra hati-hati selain macet juga kondisi jalan seperti itu akan memengaruhi kondisi kendaraan," paparnya.

Bojongsoang

Kondisi jalan milik provinsi lainnya yang berada di wilayah Kab. Bandung dalam keadaan rusak parah adalah Jln. Terusan Buahbatu atau Jalan Raya Bojongsoang.

Seperti halnya warga Kopo Sayati, Ujang Mamat (45), seorang tokoh masyarakat menyesalkan kondisi jalan yang seakan tidak akan terlihat segera diperbaiki. "Padahal jalan Bojongsoang ini adalah jalan penghubung yang selalu padat tiap harinya, kenapa dengan kondisi seperti itu seolah tidak diperhatikan," katanya heran. (B.89)
PPJU Kota Bandung Beban Warga Kab. Bandung



SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung segera memanggil PT PLN (Persero) untuk melakukan verifikasi jumlah potensi riil pelanggan listrik di Kab. Bandung. DPRD menilai kenaikan pajak penerangan jalan umum (PPJU) di Kota Bandung jangan menjadi beban warga kabupaten akibat tidak benarnya pendataan pelanggan.

Dikemukakan anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Selasa (27/5), komisi akan melakukan perbandingan data dengan PLN. "Hasil verifikasi yang telah kami lakukan terhadap data jumlah pelanggan PLN sesuai domisili wilayah akan kami bandingkan dengan data dari PLN. Karena, kami mengindikasikan bahwa pendataan pelanggan oleh PLN tidak sesuai wilayah tinggal. PPJU yang dibayar warga Kab. Bandung tentunya harus bisa dinikmati warga kabupaten. Jika masih ada pelanggan warga Kabupaten Bandung yang tercatat sebagai pelanggan di wilayah Kota Bandung, tentu ini sangat tidak pantas," papar Raditya.

Sosialisasi

Sementara itu, dalam rangka penghematan energi sesuai dengan instruksi pemerintah, APJ PLN Cimahi Kota terus melakukan upaya sosialisasi penghematan energi kepada masyarakat. Setidaknya hal ini sudah dilakukan di sejumlah titik di Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat. Tidak hanya mengajak untuk menghemat energi, pihaknya pun mengampanyekan "kawasan terang".

"Sosialisasi tersebut hingga saat ini tengah berjalan dan akan terus dilaksanakan hingga semua daerah di Kota Cimahi menjadi kawasan terang. Sedikitnya sudah 8 titik di Kota Cimahi dan KBB yang sudah dijadikan kawasan terang," ungkap Manajer APJ PLN Cimahi Kota, Tenten kepada "GM" di Cimahi, Rabu (28/5).

Menurutnya, dalam sosialisasi tersebut pihaknya menerjunkan tim. Kegiatan sosialisasi itu dilakukan melalui kegiatan di daerah setempat, seperti melalui acara posyandu dan kegiatan masyarakat lainnya. (B.89

Selasa, Mei 27, 2008


PLN Harus Verifikasi Data Pelanggan di Kab. Bandung


(GM).-Komisi B DPRD Kabupaten Bandung menyarankan agar PT PLN (Persero) melakukan verifikasi data pelanggan di wilayah Kabupaten Bandung. Hal tersebut terkait dengan kenaikan pajak penerangan jalan umum (PPJU) di Kota Bandung yang sudah disetujui Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Bandung."Dengan kenaikan PPJU di Kota Bandung ini, PLN harus melakukan akurasi data pelanggan sesuai dengan wilayah tinggalnya. Selama ini masih ada warga kabupaten yang karena domisilinya berbatasan langsung dengan Kota Bandung, terdata sebagai pelanggan PLN Kota Bandung," ujar anggota Komisi B, Tb. Raditya kepada "GM", Sabtu (24/5).Anggota dewan dari Partai Golkar ini mengaku mendapatkan laporan dari beberapa warga yang tinggal berbatasan dengan Kota Bandung seperti di Kelurahan Cibeunying, Kec. Cimenyan. Mereka dikenakan PPJU di Kota Bandung. "Sebagian besar warga di sana tercatat sebagai pelanggan PLN APJ Bandung Unit Pelayanan dan Jaringan Bandung Timur. Padahal sudah jelas mereka adalah warga Kabupaten Bandung," ungkap Raditya.Raditya mengatakan, pembayaran PPJU Kota Bandung yang dilakukan Kabupaten Bandung sebagai bukti belum baiknya penataan pelanggan oleh PLN. "Jangan sampai akibat kondisi ini, warga yang harus menanggungnya. Dengan sistem komputerisasi seharusnya itu tidak perlu terjadi," katanya.Karena itu, lanjutnya, sebelum kenaikan PPJU tersebut resmi diberlakukan, PLN harus melakukan pendataan dengan benar terhadap pelanggannya karena kecenderungan PLN mendata pelanggan tidak berdasarkan wilayah domisili. "PPJU yang diberlakukan oleh masing-masing daerah akan berbeda, sehingga sungguh tidak tepat jika warga Kabupaten Bandung harus membayar PPJU berdasarkan aturan dari Kota Bandung," tegasnya. Seperti diketahui, DPRD Kota Bandung menyetujui rencana kenaikan PPJU Kota Bandung bagi pelanggan PT PLN. Namun bagi pelanggan berdaya listrik di bawah 450 V, pajaknya dihapuskan.Untuk pelanggan rumah tangga berdaya listrik di atas 450 V, pajak PJU naik dari 3% menjadi 6% per bulan. Hal itu juga berlaku bagi pelanggan nonindustri seperti hotel, restoran, dan rumah makan. Untuk pelanggan industri kecil dan menengah mengalami penurunan dari 10% menjadi 8,3% dari rekening penggunaan. Sedangkan bagi pelanggan industri besar mengalami kenaikan dari 8,3% menjadi 10%. (B.89)**

Minggu, Mei 18, 2008


Ketika Anggota Dewan "Diadili" Para Pelajar...
"

SUASANA lapangan basket SMAN 1 Margahayu Kab. Bandung mendadak riuh, Rabu (14/5) siang. Meski duduk beralas terpal plastik di bawah tenda parasut besar, sekitar 600 siswa sekolah itu tampak sangat antusias menyampaikan unek-uneknya kepada tiga anggota DPRD Kab. Bandung yang ada di hadapan mereka. Tak hanya mengeluarkan saran, beberapa siswa bahkan memberikan sejumlah solusi yang seharusnya dilakukan wakil rakyat.

"Masyarakat Kab. Bandung sekarang sudah cukup susah, Pak. Gaji dewan kan besar, kenapa tidak dipotong saja gaji Bapak yang besar itu untuk diberikan kepada yang tidak mampu?" saran Sari (16), salah seorang siswi.

"Di daerah saya di Soreang akan dibangun mal. Menurut saya tak usah dibangun, Pak. Mal yang ada di Jln. Kopo juga tidak laku, apalagi di Soreang," kata siswa lainnya.

Pertanyaan serta saran terus dilontarkan siswa-siswi tersebut. Mulai dari masalah tak adanya tempat untuk menyalurkan kreativitas musik di Kab. Bandung hingga permasalahan sampah yang banyak menumpuk.

Sesekali, tepuk tangan sangat riuh terjadi saat ada siswa menyampaikan pertanyaan dengan lantang tanpa tedeng aling-aling. Ketiga anggota DPRD yang duduk di sofa di depan ratusan pelajar itu hanya mesem-mesem.

Ketiga anggota DPRD yang menghadapi ratusan siswa itu adalah Ahmad Najib Qodratulloh (PAN), Tubagus Radithya (Golkar), dan Dentarsa Deni (PDIP). Para anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung itu sengaja hadir di tengah ratusan siswa SMAN 1 Margahayu untuk mengisi masa reses mereka. Bentuk reses yang terbilang baru dan inovatif ini, dinilai ketiga anggota dewan itu cukup efektif dalam menyerap aspirasi. Selain itu, juga dapat dijadikan ajang pembelajaran demokrasi di tingkat pelajar.

Berbagai pertanyaan dijawab secara sistematis oleh ketiga anggota DPRD Kab. Bandung itu. Mereka bahkan menjelaskan jumlah besaran gaji atau tunjangan yang diterima setiap bulan yang nilainya mencapai Rp 10,3 juta dalam bentuk tunjangan sarana serta uang tunai.

Mereka juga mengajak seluruh siswa di sekolah itu untuk menyampaikan aspirasinya langsung ke gedung DPRD Kab. Bandung di Soreang. Jika tak bisa datang ke Soreang, ketiga anggota DPRD ini juga menerima masukan melalui blog mereka di internet.

Najib mengaku tidak menyangka, ternyata para pelajar memiliki kesadaran yang sangat tinggi terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Dipilihnya sekolah sebagai tempat untuk menyerap aspirasi warga selama masa reses, menurut dia, cukup efektif karena selama ini suara pelajar tak pernah terakomodasi pemerintah. Ketiga anggota DPRD itu kemudian sepakat untuk menjadwalkan pertemuan dengan pelajar setiap kali masa reses.

Baik Najib maupun Radithya mengaku sempat gugup menghadapi para pelajar ini. Mereka bahkan mengaku keteteran oleh berbagai pertanyaan kritis dari siswa. "Kalau konstituen kita di parpol, mana berani mereka menanyakan secara gamblang gaji yang diterima kita di dewan? Saya bangga karena pelajar justru lebih terbuka dalam menyampaikan asirasinya," kata Radithya.

Ia memuji antusiasme para pelajar. Itu menggambarkan bahwa ratusan generasi muda ini memiliki mimpi terhadap kemajuan Kab. Bandung.

Proses penjaringan aspirasi dari pelajar ini semakin ramai, saat pelajar disuguhi coaching clinic gitar oleh sejumlah gitaris kenamaan Bandung, seperti Bengbeng (PAS Band) dan Agung (Burgerkill). Ketiga anggota DPRD itu ternyata memang sengaja membumbui dialog pendidikan politik tersebut dengan hiburan agar dapat lebih diterima para pelajar. (Deni Yudiawan/"PR")***
Selasa , 06 Mei 2008 , 10:11:05 wib
Tunda Kenaikan Harga BBM!
R Oktora Veriawan

SOREANG, TRIBUN - Komisi B DPRD Kabupaten Bandung meminta pemerintah pusat menunda rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, kenaikan harga BBM akan menambah kesengsaraan masyarakat.

Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya, Selasa (6/5), mengatakan, kenaikan harga BBM akan memacu naiknya harga bahan-bahan pokok (sembako) di pasaran yang berbuntut akan menyengsarakan rakyat

Selain itu, kata Tubagus, kenaikan harga BBM pasti akan mempengaruhi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Tubagus memperkirakan, pembangunan akan terhambat karena akan terjadi pembengkakan APBD akibat beban operasional bertambah karena kenaikan BBM. (nip)
Kab. Bandung Perlu Perda Pasar



SOREANG, (GM).-
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, H. Tb. Raditya, menyatakan, menjamurnya jumlah minimarket di wilayah Kabupaten Bandung harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kehadiran minimarket tersebut dianggap bisa mengancam kelangsungan usaha pedagang pasar tradisional.

"Karena itu, perlu ada upaya penataan pasar, salah satunya dengan membuat perangkat hukum peraturan daerah (perda)," ujar H. Tb. Raditya kepada wartawan di ruang kerjanya, belum lama ini.

Menurut Raditya, perlu diterbitkannya perda tentang penataan pasar tersebut, merupakan tindak lanjut dari Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Perpres tersebut mengatur dengan jelas tentang penataan pasar modern dan pasar tradisional sehingga tidak merugikan salah satu pihak.

"Untuk itu, kita berharap supaya perda tentang penataan pasar ini bisa diterbitkan sebelum pemerintah pusat mengesahkan rancangan tata ruang dan wilayah (RTRW) Kab. Bandung," ungkapnya.

Dalam Perpres No. 112 tersebut juga diatur zonasi atau pengaturan tempat antara pasar modern dan tradisional. Dalam hal ini, letak pasar modern atau minimarket tidak boleh berdekatan dengan pasar tradisional. (B.111)**

Jumat, Mei 09, 2008

RADITYA : “GENDERANG PERANG TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH MENAIKKAN BBM SUDAH DIBUNYIKAN”
6 Mei, 2008



BANDUNG—Genderang perang terhadap kebijakan pemerintah yang akan menaikan harga, bahan Bakar Minyak (BBM) berkisar 25 hingga 50 persen dari harga dasar mulai dibunyikan oleh elemen masyarakat. Aksi demo nilai dilakuakn oleh masyarakt yang ada diwilayah Makassar juga tidak ketinggalan juga dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat Bandung.

Malah yang dikhawatirkan, jika kebijakan pemerintah tetap dilaksanakan untuk menaiakn harga BBM per tangal 1 Juni mendatang. Bisa dipastikan, keuntungan kenaikan yang dirasakan oleh pemerintah tidak sebanding dengan jumlah kerusakkan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap asset-asset milik pemerintah daerah maupun pusat. Akibat gelombang unjuk rasa yang tidak bisa dibendung. Dan kenaikan tersebut, sebetulnya tidak harus dilakukan karena ternyata adanya spekulan-spekulan yang menginginkan hrga BM naik dengan memanfatkan kebijakan pemerintah.

Pengamat ekonomi muda asal Bandung, Jawa Barat (Jabar) yang juga anggota DPRD kabupaten Bandung, dari Fraksi Golkar, H.M Tubagus Raditiya, SE kepada saufatnews, di Bandung, Selasa (6/5) memaparkan pihaknya atas nama pribadi juga anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, memohon dan mendesak kepada pemerintah pusat untuk tidak tergesa-gesa menaikan harga BBM. Karena kenaikan harga BM dengan cost politik dan socialnya akan lebih besar dari biaya subsidi yang besarnya Rp 260 triliun.

“Kenaikan harga minyak sekarang dunia sekarang bukan disebabkan bertambahnya demand kepada konsumsi BBM. Tapi yang terjadi, lebih diakibatkan permainan para spekulan kontrak berjangka komoditas yang mengerek harga minyak, agar mereka dapat menuai keuntungan yang besar. Dengan naiknya harga BBM maka akan terjadi inflasi yang sangat tinggi. Dan akan berdampak terhadap psikologis harga – harga yang lain, yang nantinya masyarakat akan mengalami rawan daya beli. Dan akhirnya akan meningkat warga miskin di Indonesia, “ tutur Raditiya.

Jika kenaikan BBM terjadi, jelas Raditiya, apa bedanya dengan pemerintah menyalakan sumbu bom yang akan meledak. Sehingga, efeknya psikologis ini akan berimbas kepada pengelolaan keungan anggaran daerah.

Jika pemerintah masih ingat pada tahun 2005 yang lalu, tutur Raditiya, dimana pada saat itu sekelompok ekonom menyatakan apabila harga BBM dinaikkan, jumnlah orang miskin akan turun, Tapi yang terjadi malah sebaliknya, karena pemerintah menaikan harga BBM, dan ternayat jumlah masyarakat miskin malah makin bertambah. “Apakah, ini tujuan dari pemerintah kita ?,” Tanya Raditiya.

Dan konsep ini terjadi akan dilakukan oleh para ekonom masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dimana para ekonom, mendesak pemerintah untuk menaikkan harga BBM, tanpa memperlihatkan jumlah data kemiskinan. Tapi mengatakan BBM naik jumlah kemiskinan akan berkurang. “para ekonom hanya berkecap jika harga BBM naik, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat.

“JIka kenaakan terjadi maka yang akan dirasakan sebenarnya adalah pertumbuhan ekonomi akan jeblok, APBN dan APBD akan semakain membengkak. Inflasi tidak akan terbendung. Bunga SBI akan naik. Rupiah akan terkoreksi. Dan yang akan dirugikan adalah masyarakat bawah akan semakin terpuruk,” tegas Raditiya.

Sementara itu Bupati Bandung, H. Obar Sobarna, S.Ip dengan kondisi akan meningkatkan harga BBM, mengajak masyarakat untuk hidup hemat dan kepada para PNS di lingkungan Pemkab Bandung, harus mulai menggunakan biaya sefektif mungkin terutama dalam hal perjalana dinad dan hal yang lainya.

Selain itu, menjelang naiknya hrga BBM, menyakini akan ada spekulan yang akan menyimpan BBM dan akan dujual pada saat harga naik. Sehingga kelangkan minyak akan terjadi. Untuk meminta kepada pihak kepolisian dan aparatnya untuk segera bertindak tegas terhadap pelaku yang menegdum atau menyimpan BBM untuk kepentingan peribadinya.

Dan nobar, juga meminta kepada paratnya untuk segera mengawasai terhadap segalam bantuan yang seharusnya diberikan kepada masdyarakat miskin harus tepat sasaran. “Mislanya pada sat akan dilakukan pembagian minyak goring bersubsidi. Saya bherharap pembagiannya harus merata. Dan benar0benart samp[ai kepada yang berhaknya. Saya akan tindak tegas jika ada penyelewengan terhadap bantuan bagi rakyat miskin,” tandasnya. (Saufat Endrawan) Sinar Harapan
Pedagang Mengeluh, Pasar Sayati Indah Semrawut



SAYATI, (GM).-
Pedagang Pasar Sayati Indah Kec. Margahayu, Kab. Bandung mengeluhkan kondisi pasar yang tidak tertata. Retribusi pasar yang diberikan diharapkan bisa digunakan untuk melakukan penataan. Mereka pun meminta DPRD Kab. Bandung memfasilitasi aspirasi pedagang kepada dinas terkait.

Salah seorang anggota Asosiasi Pedagang Pasar Sayati Indah, Ayi kepada "GM", Selasa (6/5) mengatakan, masalah yang disoroti pedagang adalah masalah kebersihan, keamanan, dan ketertiban.

Disebutkannya, tempat pembuangan sampah (TPS) sementara yang terletak di bagian belakang pasar dan menyatu dengan kios sudah tidak memadai lagi. "Dengan jumlah pedagang hampir 1.000 orang, jika terjadi keterlambatan pengangkutan, sampah akan menumpuk dan kondisi TPS pun sudah tidak memadai karena tidak ada bak penampung," ujarnya.

Selain itu anggota asosiasi lainnya, Engkos Koswara, mengatakan, kondisi keamanan pasar tidak terjaga akibat minimnya jumlah petugas jaga. "Saat ini hanya ada satu orang penjaga ditambah dua orang dari dinas. Kami sering mendapatkan laporan kios-kios yang kecurian," jelas Engkos.

Di samping itu, kondisi jalan di dalam lingkungan pasar yang sudah rusak juga dibiarkan begitu saja tanpa ada perbaikan. "Akibat kondisi ini, jalan becek dan pembeli pun malas untuk datang di samping bau sampah," papar Ayi yang diiyakan pedagang lainnya.

Para pedagang pasar pun mempertanyakan penggunaan retribusi yang setipa hari ditagih oleh petugas pasar. "Dalam sehari satu kios ditarik retribusi antara Rp 2.000- sampai Rp 2.500, jika ditotal dalam sehari pendapatan dari retribusi tersebut mencapai Rp 995 ribu. Ini dikemanakan jika kondisi pasar tidak ada perbaikan," tutur Ayi.

Retribusi

Mereka berharap agar retribusi yang sudah diberikan digunakan untuk penataan pasar. "Untuk itu, kami berharap kepada anggota dewan, khususnya Komisi B agar bisa memfasilitasi keinginan kami dengan dinas terkait. Harapan kami sebagai wakil rakyat bisa menyampaikan ini," tegas pedagang.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya mengatakan, siap memfasilitasi dan mengaku salut dengan kepedulian warga pasar tersebut. "Setidaknya mereka kompak dan mempunyai rasa memiliki dan sudah sewajarnya mereka membayar retribusi kemudian dikembalikan dalam bentuk peningkatan fasilitas," ujarnya.

Tidak hanya pedagang, para pengangkut sampah di Pasar Sayati Indah pun mengeluh belum menerima gaji bulan Mei. Para pengangkut sampah yang berjumlah tujuh orang tersebut hingga kemarin mengaku belum menerima apa pun dari kerja mereka.

"Biasanya paling telat tanggal 3, sekarang sudah tanggal 6 belum juga gajian. Padahal gaji tersebut tidak seberapa besarnya dan kami sangat memerlukannya," kata seorang pegawai yang sudah renta tersebut.

Mereka pun berharap mendapatkan tunjangan kesehatan karena sehari-hari bersentuhan dengan sampah kerap terserang penyakit. "Selama ini, untuk biaya berobat pun selalu kas bon," katanya. (B.89)**

Sabtu, Mei 03, 2008

Obar Kaget Warganya Belum Dapat Kompor Gas Bersubsidi

SOREANG, (GM).-
Bupati Bandung, H. Obar Sobarna, S.I.P. memerintahkan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bandung untuk menyurati Pertamina, terkait belum diterimanya kompor gas bersubsidi oleh warga Kab. Bandung. Rencananya, 8 kecamatan di Kab. Bandung sudah dialokasikan menerima program konversi minyak tanah ke gas tersebut.

Obar yang berbicara langsung kepada Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perdagangan dan Perindustrian, Abeng Kosasih Husen di Soreang, Jumat (2/5), meminta agar dinas tersebut cepat bertindak. "Kalau daerah lain sudah dapat pembagian kompor, kenapa kita tidak?" kata Obar.

Menurutnya, program konversi ini sesegera mungkin bisa dilakukan, karena pemerintah telah mulai mengurangi jatah minyak tanah. "Jangan sampai minyak tanah berkurang, gas pun belum bisa dimiliki karena warga belum memiliki tabungnya," ujar Obar seraya memerintahkan kepala dinas membuat surat ke Pertamina.

Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perdagangan dan Perindustrian, Abeng menjelaskan, pengadaan gas bagi warga Kab. Bandung masih dalam tahap pendataan. "Proses pengadaan ini berdasarkan lelang yang dimenangkan PT Pos Indonesia, dan saat ini pemenang tender sedang melakukan pendataan," katanya.

Diungkapkan Abeng, pada tahap awal ini, baru 8 kecamatan di Kab. Bandung yang akan mendapatkan jatah gas tersebut. "Sementara waktu, delapan kecamatan saja yang mendapatkan jatah program konversi ini, dan selanjutnya masih menunggu," ungkapnya.

Suplai mitan

Sementara itu, Komisi B DPRD Kab. Bandung mendesak agar Pertamina secepatnya menyuplai minyak tanah (mitan) ke beberapa kecamatan yang padat penduduknya. "Di beberapa kecamatan seperti Margahayu, Dayeuhkolot serta Bojongsoang, sudah tiga hari tidak ada minyak tanah," kata anggota Komisi B, Tb. Raditya.

Ia menambahkan, hal ini mengganggu proses produksi para pengusaha kecil dan menengah yang sebagian besar menggunakan mitan. (B.89)**
Tiga Kecamatan Langka Minyak Tanah
Mei 2, 2008

MARGAHAYU-Kelangkaan minyak tanah kembali terjadi. Kali ini menimpa warga di tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung. Yakni Kecamatan Dayeuhkolot, Margahayu dan Bojongsong.
Pengakuan warga, kelangkaan minyak tanah terjadi sejak tiga hari ke belakang. “Untuk mendapatkan seliter minyak tanah, saya harus antre empat jam,” aku Insi Sulaimah, warga Citeureup, Dayeuhkolot.
Selain membuat panik masyarakat, kelangkaan memusingkan bagi para pemilik pangkalan. Mereka cemas jika saja pasokan tidak datang, masyarakat akan marah dan merusak pangkalannya. “Kami ini bisnis, jadi segala hal negatif, termasuk perusakan, telah kami pikirkan. Apapun bisa dilakukan oleh warga yang sedang marah,” terang Tigor Surimpi, pemilik pangkalan minyak tanah di Margahayu.
Melihat kenyataan tersebut, Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mendesak Pertamina untuk segera menindak lanjuti kelangkan tersebut. Anggota Komisi B Tubagus Raditya menegaskan, bakal mengambil tindakan tegas jika pihak Pertaminta tidak segera tanggap. “Ini lebih kepada manajemen pendistribusian saja. Pertamina jangan memandang persoalan kelangkaan ini, masalah sepele, karena bisa menimbulkan ragam persoalan,” tandasnya.
Ketiga kecamatan yang mengalami kelangkaan minyak tanah itu merupakan kecamatan paling padat penduduknya di Kabupaten Bandung. Raditya mengatakan, potensi konflik di daerah padat penduduk sangat besar, karenanya ia meminta semua pihak yang berkompeten untuk sama-sama menyelesaikan persoalan kelangkaan ini. “Penyikapi kelangkaan minyak jangan parsial, tetapi harus komperhensif, dalam arti semua aspek masyarakat harus dipikirkan,” ungkapnya.
Lebih jauh Raditya menjelaskan, kacaunya pasokan minyak tanah bisa menghambat produktifitas Usaha Kecil Menengah (UKM). Komisi B yang konsen kepada ekonomi kerakyatan, sangat mengkhawatirkan jika ekonomi kerakyatan menjadi terhambat. “Kalau membicarakan usaha, tentu bisa dihitung secara matemastis. Sok saja hitung, kalau dalam sehari produktifitas UKM menurun 20 persen, berapa rupiah total kerugian selama tiga hari atau berapa hari,” terangnya. (aol) Seeuwa Radar Tea
Senin , 21 April 2008 , 00:34:57 wib
Desak Inpres No 3/2007 Direvisi
Petani Minta Harga Gabah Kering Rp 2.500/Kg

Oktora V

SOREANG, TRIBUN - Ribuan petani Kabupaten Bandung unjuk rasa di DPRD Kabupaten Bandung, Sabtu (19/4). Mereka mendesak agar pemerintah merevisi Inpres No 3 Tahun 2007 tentang ketetapan harga jual gabah kering dari petani ke dolog karena Inpres itu telah mencekik perekonomian mereka.
Para petani itu tergabung dalam Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Bandung, Aliansi Petani Kabupaten Bandung (APKB) dan Forum Kelompok Tani Kabupaten Bandung.
Dalam Inpres tersebut tercatat harga jual gabah kering dari petani ke dolog dipatok Rp 2.000 per kilogram.
Menurut anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, harga itu sudah tidak relevan karena tidak disesuaikan lagi dengan kenaikan harga beras dunia. "Seluruh petani meminta agar Inpres No 3/2007 dicabut dan segera diganti karena telah banyak merugikan para petani," jelas Tubagus.
Berdasarkan hasil kunjungan lapangan Komisi B ke seluruh zona pertanian di Kabupaten Bandung, Sabtu (19/4), pada dasarnya seluruh petani mendesak agar harga jual gabah kering (HGK) dinaikkan. "Menjadi Rp 2.500 per kilogram dari harga Inpres sebesar Rp 2.000 per kilogram," tegasnya.
Dengan kenaikan harga beras dunia yang mencapai 800 dolar AS per ton, lanjut Tubagus, petani sudah tidak mengantongi keuntungan lagi jika masih menjual gabah kering sesuai Inpres. Petani makin rugi menyusul kenaikan harga pupuk.
"Jika Inpres tersebut tidak cepat dicabut dan diganti, banyak petani di Kabupaten Bandung yang tidak bisa bertani lagi karena kehabisan modal," ujar Tubagus
Buktinya, lanjut dia, sudah terjadi dalam kurun empat tahun terakhir. Empat tahun lalu prosentase jumlah petani di Kabupaten Bandung masih di kisaran 75 persen dari jumlah seluruh penduduk Kabupaten Bandung. Dua tahun selanjutnya, prosentase itu merosot menjadi 50 persen.
"Bahkan data terakhir dari BPS menyebutkan prosentase petani di Kabupaten Bandung merosot menjadi 35 persen dari total seluruh penduduk di kabupaten ini setahun terakhir," ungkap Tubagus. (tor)

Selasa , 22 April 2008 , 00:14:38 wib
Rp 1 Miliar untuk HUT Ke-367
R Oktora Veriawan

SOREANG, TRIBUN - Pada 20 April 2008 Kabupaten Bandung genap berusia 367 tahun. Dalam merayakan hari jadinya, Senin (21/4), Pemkab Bandung ternyata menyiapkan dana Rp 1 miliar.
Ketua Fraksi PKS DPRD Kabupaten Bandung Triska Hendrawan menyayangkan penggelontoran jumlah anggaran yang cukup besar tersebut. Karena, ujarnya, tidak diimbangi dengan sosialisasi hari jadi itu sendiri.
Triska menilai, hari jadi Kabupaten Bandung setiap tahunnya belum dirasakan sama sekali gegap gempitanya oleh warga. Hanya pegawai SKPD Pemkab Bandung saja yang bisa menikmatinya.
"Padahal, setiap tahunnya dana yang disiapkan untuk kegiatan perayaan hari jadi Kabupaten Bandung mencapai sekitar Rp 1 miliar," ungkapnya.
Warga masyarakat, lanjutnya, tidak pernah diikutsertakan. Bahkan, kebanyakan warga justru tidak mengetahui bahwa hari itu adalah hari jadi Kabupaten Bandung. "Gegap gempitanya hanya di komplek pemkab. Tidak menyentuh warga masyarakat dan warga sendiri tidak dilibatkan," jelasnya.
Anggota Fraksi Golkar Tubagus Raditya mengatakan hal serupa. Menurutnya, perayaan kali ini kurang semarak. Termasuk tidak adanya acara adat jampana yang menjadi ciri khas budaya Kabupaten Bandung.
"Sangat disayangkan, perayaannya kurang semarak. Padahal banyak potensi warga yang bisa diajak ikut serta, tapi kenapa tidak dilibatkan," ujarnya.
Raditya juga menyinggung anggaran yang cukup besar. Terutama, pengadaan baju khusus bagi seluruh pimpinan dari unsur muspida dan anggota dewan yang mencapai Rp 100 juta lebih.
"Kalau untuk satu orangnya, tidak mungkin mencapai Rp 100 jutaan. Tapi kalau dihitung seluruh unsur muspida termasuk anggota dewan, ya bisa lebih," jelasnya. (tor)
DPRD Desak Pertamina Suplai Minyak Tanah
R Oktora Veriawan

SOREANG, TRIBUN - Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mendesak PT Pertamina agar secepatnya menyuplai minyak tanah ke beberapa kecamatan, khususnya di kecamatan yang padat penduduknya seperti Margahayu, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya, Sabtu (3/5) mengatakan, sudah tiga hari belakangan ini persediaan minyak tanah tidak ada di tiga daerah itu.
Kekurangan stok miyak tanah ini, kata Tubagus, menyebabkan terganggunya proses produksi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menggunakan minyak tanah. (nip)

Sabtu , 03 Mei 2008 , 11:02:26 wib Sabtu
Danau Sebaiknya Dibangun di Andir

SOREANG -- Pemilihan Kecamatan Majalaya sebagai lokasi pembuatan danau untuk mengatasi banjir, dinilai kurang tepat. Pembuatan danau itu, seharusnya dilakukan di Kecamatan Baleendah yang mampu untuk mengatasi banjir di tiga kecamatan.
''Kalau danau itu dibangun di Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, maka dampaknya akan sangat luas,'' ujar anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, Jumat (11/4). Jika danau itu dibangun di Andir, menurut dia, bisa mengatasi banjir di tiga kecamatan.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan menilai penanganan banjir di Bandung selatan, khususnya Kecamatan Majalaya, tidak akan bisa efektif selama Sungai Citarum belum dinormalisasi. Sambil menunggu Sungai Citarum dinormalisasi oleh pemerintah pusat, Danny mengusulkan agar dibuat danau untuk mengalirkan banjir yang selalu merendam rumah warga. ''Lantaran bersifat sementara, lahan untuk danau ini tidak perlu terlalu luas. Namun, hanya satu sampai dua hektare,'' ujar dia.
Menurut Didit, panggilan akrab Raditya, pembuatan danau untuk mengatasi banjir sebaiknya permanen, tidak hanya untuk sementara. Apalagi, kata dia, masyarakat sudah terlalu lama menderita akibat banjir. Karena itu, menurut dia, pembangunan danau ini memerlukan lahan seluas 30-50 hektare.
''Saya pernah didatangi masyarakat Kelurahan Andir, khususnya dari Tim Peduli Citarum, yang menyatakan kalau Kelurahan Andir siap jika danau dibangun di Andir,'' ungkap anggota Fraksi Golkar ini. Dari penuturan masyarakat Andir, Didit menambahkan, terdapat lahan seluas 30-50 hektare yang siap digunakan.
Selain itu, kata Didit, masyarakat Andir juga menjelaskan jika danau dibangun di Andir, maka akan lebih efektif. Pasalnya, Sungai Citarum, dan beberapa anak sungainya persis melewati kelurahan tersebut. Dengan demikian, menurut dia, proyek ini akan mudah untuk direkayasa supaya aliran sungai tersebut bisa diarahkan ke danau.
Didit mengatakan, banjir yang menggenang di tiga Kecamatan Bojongsoang, Dayeuhkolot, dan Baleendah bisa ditampung oleh danau tersebut. Dia menilai kondisinya akan berbeda, kalau danau tersebut dibangun di Majalaya. Danau tersebut hanya akan menampung banjir di kecamatan itu.
Meski bisa ditampung di danau, banjir yang melewati Majalaya akan tetap meninggalkan lumpur di permukiman warga. Hal ini, kata Dedit, terjadi akibat rusak dan gundulnya hutan di daerah hulu Sungai Citarum, seperti di Kecamatan Kertasari. Meskipun saat ini upaya penghijauan gencar dilakukan pemerintah, kata dia, dampaknya baru akan terasa 10 tahun mendatang.
Menyinggung pendanaan pembuatan danau jika dibangun di Kelurahan Andir, Didit menilai bahwa hal itu akan ditangani oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWS). ''BBWS menyatakan siap menanggung dana pembangunan infrastruktur danau hingga 100 persen. BBWS hanya meminta supaya pembebasan lahan dilakukan oleh pemerintah daerah,'' ujar Didit.
Mengenai hal ini, dia menilai, Pemkab Bandung mampu untuk membiayai pembebasan lahan seluas 30-50 hektare. Besaran biaya pembebasan lahannya, kata Didit, diperkirakan mencapai Rp 50 miliar. Bila APBD Kabupaten Bandung tidak sanggup membiayai pembebasan lahan, dia menyarankan agar pemkab bisa menggunakan dana penyertaan modal ke Bank Jabar sebesar Rp 170 miliar. (Rifa Republika)
Inpres No 3/2007 Harus Direvisi

SOREANG -- Instruksi Presiden (Inpres) No 3 tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan dikritik. Pasalnya, Inpres ini sering dijadikan senjata oleh para bandar beras, termasuk Bulog, untuk membeli gabah petani dengan harga rendah.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, menjelaskan, Inpres No 3/2007 ini sangat kaku dalam menerapkan harga pembelian gabah kering panen dari petani. Dalam instruksi keenam poin pertama, kata dia, disebutkan bahwa harga beli gabah kering panen dari petani ditentukan sebesar Rp 2.000 per kilogram, dengan syarat kualitas kadar air maksimum 25 persen dari kadar hampa maksimum 10 persen.
''Kalau memasuki musim hujan seperti ini, petani kesulitan untuk bisa memenuhi syarat itu,'' ujar Didit, panggilan Tb Raditya, Senin (25/2). Karena itu, menurut dia, bandar maupun Bulog selalu menekan petani untuk menjual gabahnya dengan harga murah.
Khusus di Kabupaten Bandung, kata Didit, saat ini petani sedang menghadapi panen raya. Jika musim hujan masih terus berlangsung, imbuh dia, harga jual gabah akan semakin jatuh dan petani pun dirugikan. Untuk itu, Didit mengusulkan supaya Inpres No 3/2007 ini direvisi, khususya dalam persyaratan kualitas kadar air. (Rifa Republika)

Kamis, Mei 01, 2008

RTRW Tegalluar Kembali Dipertanyakan
April 25, 2008

Dewan Desak Pemerintah Pusat
SOREANG-Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mendesak pemerintah pusat untuk segera mengesahkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang. Kota Baru Tegalluar diharapkan bisa menjadi penyokong perekonomian di Kabupaten Bandung. Demikian dikatakan anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, di ruang kerjanya, kemarin. “Jangan sampai ditunda-tunda, ditakutkan akhirnya tidak jadi,” ujarnya.
Raditya menjelaskan, kawasan Tegalluar yang berdekatan dengan jalan tol, sangat potensial untuk pengembangan pusat bisnis di Kabupaten Bandung. Nantinya, kata dia, Tegalluar akan menjadi kawah candradimuka perekonomian Kabupaten Bandung. “Jadi semacam stimulus atau perangsang utuk mengembangkan prekonomian madani di Kabupaten Bandung,” terangnya.
Pihaknya meminta pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung untuk mempermudah perzinan, agar investor bergairah untuk menanamkan modalnya di Tegalluar. Konsep one stop service (palayanan satu pintu, red) harus benar-benar direalisasikan. “Kalau perizinannya saja sulit, manamungkin investor mau datang. Kan yang rugi kita juga,” tandasnya.
Bila perlu, lanjut Raditya, pemerintah harus melakukan jemput bola. Artinya, pemerintah melakukan segala upaya untuk menarik minat para investor. “Berdasasarkan analisa kami, kalau Tegalluar ini sukses, maka pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung bisa naik signifikan. Dan, angka pengguran pun bisa ditekan,” terangnya.
Hal serupa dikatakan Kepala Desa Tegalluar Dadang Supriatna. Menurutnya, engan terealisasinya Kota Baru Tegalluar, akan ada banyak manfaat yang bisa diperoleh. Tentunya bagi warga sekitar akan menjadi sebuah lapangan pekerjaan, karena kawasan tersebut juga akan dijadikan lokasi industri.
Ditambahkannya, selain itu rencana pembangunan kawasan termasuk juga pembuatan waduk penampung air, bisa memperoleh banyak manfaat. Bagi warga Kab. Bandung, khususnya Majalaya dan sekitarnya, akan terbebas dari banjir jika sudah dibuat penampung air. Karena air akan bisa ditampung di tempat tersebut, saat sudah tidak tertampung lagi di Sungai Citarum.
Selain itu, lanjutnya, keberadaan waduk tersebut bisa mendukung rencana pembangunan PLTSa Gedebage milik Kota Bandung. Setidaknya PLTSa tersebut bisa memanfaatkan air dari jarak yang terdekat, dibanding harus mengambil dari pengolahan IPAL di Bojongsoang. (aol)