Minggu, September 28, 2008

KEMISKINAN
Kartu Bantuan Tunai Langsung Pun Terpaksa Digadaikan
Oktora Veriawan, Andri M Dani Tribun Jabar

BEGITU banyak dan makin bervariasinya fakta-fakta getir yang dialami warga miskin negeri ini. Belum lama muncul adanya istilah kemiskinan akut, menyusul ricuh antrean zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 warga miskin.
Kejadian tersebut sepertinya nyambung dengan hasil penelitian Jeffrey D Sachs tentang masalah kemiskinan selama 30 tahun. Dalam penelitiannya itu ia menemukan setiap hari 20.000 nyawa melayang akibat kemiskinan akut. Sesuai dengan kenyataan empiris, kenyataan ini adalah satu petaka besar.
Fakta-fakta getir pun terus terjadi. Tak lama setelah tragedi kemiskinan di Pasuruan, ada kejadian yang tidak kalah memprihatinkan. Belasan kepala keluarga (KK) di Desa Bojongsoang menggadaikan kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT) mereka kepada seseorang yang menjadi bank berjalan di desa tersebut.
Ada dugaan kuat, warga yang umumnya dari kalangan keluarga miskin tersebut itu terpaksa melakukannya karena terdesak kebutuhan menjelang Lebaran. Apalagi saat ini bukan hanya harga-harga kebutuhan pokok yang terus meroket. Warga miskin pun umumnya kelabakan untuk memasak karena mahalnya minyak tanah. Mau beli gas elpiji, uang hanya cukup untuk beli beras. Jalan pintas pun dilakukan belasan warga Desa Bojongsoang.
Jauh-jauh hari setelah kartu BLT dibagikan perangkat desa, mereka menggadaikan kartu BLT senilai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu kepada seseorang. Padahal, kartu BLT tersebut jika dicairkan ke kantor pos nilainya Rp 400 ribu.
"Tadinya saya gadaikan kartu BLT karena saat itu saya butuh uang untuk memasak. Kalau nunggu sampai pencairan, terlalu kelamaan. Keluarga saya mau makan apa. Jadi, terpaksa kartu BLT digadaikan untuk memenuhi kebutuhan selama puasa," ungkap seorang warga di RW 05 Desa Bojongsoang.
Ia menuturkan, saat pencairan hari pertama tiba pada tanggal 15 September, belasan warga tersebut didatangi oleh seseorang yang disebut "bank kredit berjalan". Mereka disuruh mencairkan kartu BLT masing-masing ke kantor pos dan seseorang tersebut menungguinya di luar.
Setelah BLT dicairkan, uang BLT tersebut seluruhnya langsung diambil oleh orang yang menungguinya itu. Padahal saat digadaikan, jumlah uang yang dipinjam jauh lebih kecil dari besaran pencarian kredit.
Melihat kejadian ini, wakil rakyat pun angkat bicara. Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya mengatakan, kasus penggadaian kartu BLT ini disebabkan karena pembagian kartu yang terlalu cepat, atau terlalu jauh dari tanggal pencairan.
"Kartu BLT sudah dibagikan sebulan sebelum pencairan, jadinya terbuka kesempatan bagi keluarga miskin untuk menggadaikan kartu kepada seseorang, bahkan kepada rentenir," jelasnya.
Ketua RW 05 Bojongsoang, Anas, di depan anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mengatakan, dia tidak tahu persis jumlah warganya yang menggadaikan kartu BLT. Namun kasus seperti ini terjadi hampir di semua RW di desa tersebut.
"Jumlahnya tidak terperinci, tapi hampir belasan warga di setiap RW melakukan sistem penggadaian seperti ini," ujarnya.
Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mendesak agar perangkat desa, kecamatan, dan pihak kepolisian ikut memantau kasus seperti ini yang banyak ditemukan di Kecamatan Bojongsoang.
Masih soal BLT, nasib tragis dialami seorang warga miskin di Ciamis. Yanto Sumarno (48), warga itu, mengembuskan napas terakhir setelah antre mengambil uang BLT.
Sebelum Yanto meninggal, mendadak penyakit TBC basahnya kambuh dan kelelahan saat antre pencairan dana BLT tahap II di Kantor Pos Panawangan, di sisi jalan raya Ciamis-Cirebon, Rabu (17/9) pukul 09.30.
Yanto terpaksa dilarikan ke Puskesmas Panawangan. Namun, malang bagi warga miskin asal Dusun Cisapi RT 02/RW 03, Desa Nagarajati, Panawangan, tersebut. Ia meninggal saat mendapat pertolongan di Puskesmas Panawangan.
"Yang bersangkutan meninggal di puskesmas setelah menerima uang BLT yang menjadi jatahnya. Kebetulan korban mengidap penyakit gangguan pernapasan, TBC basah. Setelah menerima uang BLT di kantor pos sebesar Rp 400.000, penyakitnya kambuh sehingga dilarikan ke puskesmas, tapi rupanya nyawanya sudah tak tertolong lagi," terang Camat Panawangan Drs Suryatna kepada Tribun.
Ternyata, berdasarkan penuturan sejumlah warga, saat akan mencairkan dana BLT tahap II itu Yanto nekat berjalan kaki dari rumahnya di Dusun Cisapi, Desa Nagarajati, ke Kantor Pos Panawangan yang berjarak sekitar 5 km. Sekitar pukul 09.00, Yanto sudah tiba di lokasi kantor pos dan ikut antre bersama warga miskin lainnya.
Namun, rupanya Yanto tak kuat. Dudung (32), warga sekampungnya yang juga penerima BLT, kemudian memapah Yanto ke bangku ruang tunggu kantor pos. Setelah menerima jatah BLT, kondisi Yanto makin memburuk.
Napas Yanto tersengal-sengal. Penyakit sesak napas akibat penyakit TBC yang dideritanya kumat sehingga ia dari kantor pos dibawa ke puskemas. "Namun saat di puskemas nyawa warga tersebut sudah tak tertolong lagi. Sebelum meninggal ia sudah sempat menerima BLT," tutur Suryatna. (*)

Senin, September 22, 2008

DPRD Kab. Bandung Pertanyakan Kontribusi PDAM Kota Bandung


SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung mempertanyakan kontribusi yang diberikan PDAM Kota Bandung kepada Pemkab Bandung. DPRD mensinyalir, dalam perhitungan anggaran bagi hasil, persentase terbesar dikantongi Pemprov Jabar.

Menurut anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, sejauh ini DPRD belum mengetahui kontribusi yang diberikan PDAM Kota Bandung terhadap Pemkab Bandung.

"Dalam rapat dengan dinas terkait, belum ada keterangan jelas apa yang diberikan PDAM Kota Bandung terhadap pemkab sebagai kompensasi memanfaatkan sumber mata air di wilayah Kabupaten Bandung," ujar Raditya.

Dikatakannya, beberapa sumber mata air yang dimanfaatkan PDAM Kota Bandung, di antaranya berasal dari sungai di wilayah Pangalengan, Cilengkrang serta Cimenyan. "Sumber-sumber mata air yang sudah dimanfaatkan tersebut setidaknya bisa memberikan kontribusi bagi sumber pendapatan Kabupaten Bandung, baik sebagai pajak air permukaan atau apa pun namanya," jelasnya.

Ditambahkan Raditya, sumber air yang dimanfaatkan oleh PDAM Kota Bandung jumlahnya tidak sedikit. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber air tersebut seharusnya sebuah sumber pendapatan yang tidak sedikit pula.

"Kondisi ini tentunya harus menjadi perhatian semua dan mendatang harus jelas seperti apa aturan main antara dua pemerintahan ini. Karena PDAM Kab. Bandung sendiri tidak memanfaatkan sumber air yang berada di wilayahnya sendiri," terangnya.

Diungkapkannya, sudah saatnya pemkab bisa mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki sebagai salah satu sumber pendapatan.

Bagi hasil

Hal senada dikatakan anggota Komisi B lainnya, H. Asep Anwar Mahfudin. Menurutnya, dengan semangat otonomi daerah, pemerintah harus bisa mengelola sumber daya yang dimiliki menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Sumber air ini memang karunia Tuhan, tetapi dengan semangat otonomi, sumber daya yang kita miliki harus bisa berdaya guna bagi masyarakat," kata anggota dewan dari Fraksi Madani ini.

Dilanjutkannya, dalam setiap pembahasan anggaran, salah satu sumber pendapatan atas bagi hasil, baru diperoleh dari Pemprov Jabar. "Bila pemanfaatan sumber air oleh PDAM ini ada bagi hasilnya, kenapa dalam setiap pembahasan anggaran tidak pernah ada. Baru ada dari bagi hasil Pemprov Jabar," bebernya.

Dikatakan Asep, yang menjadi ironi adalah masih banyaknya daerah di Kab. Bandung yang rawan ketersediaan air bersih. Padahal, Kab. Bandung memiliki sumber daya air yang banyak.

"Daerah yang dilalui pipa transmisi air dari Sungai Cisangkuy di Pangalengan adalah daerah rawan air bersih. Sangat miris sekali jika warga sekitar tidak bisa memanfaatkan sumber air dari wilayahnya sendiri," tambahnya.

Untuk itu, lanjut Asep, dalam waktu dekat Komisi B akan melakukan pertemuan dengan PDAM Kota Bandung untuk membicarakan masalah tersebut. (B.89)**

Rabu, September 10, 2008

Soal Kelangkaan LPG 3 Kg, Rakyat Kab Bandung Didzalimi

Soreang, Pelita
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, H Tb Raditya, SE menilai, pemerintah telah mendzalimi masyarakat Kab Bandung terkait dengan kelangkaan Elpiji 3 Kg di pasaran dan melambungnya harga gas tersebut.
Pemerintah sudah sepantasnya memperhatikan rakyat ditengah kesulitan ekonomi menjelang Kebaran, katanya kepada Pelita, Rabu (10/9).
Selain itu, lanjut anggota dari Partai Golkar (PG) ini, pemerintah dinilai tidak siap dalam melakukan konversi minyak tanah ke gas elpiji. Ambil contoh, minyak tanah berkurang di pasaran, dan elpiji pun sulit didapat, kalaupun ada harganya melambung tinggi.
Kebutuhan gas bagi masyarakat Kab Bandung sekarang ini sangat tinggi, tapi ironisnya Kab Bandung tidak memiliki SPBE. Idealnya di wilayah Kab Bandung memiliki empat atau lima stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) sehingga masyarakat tidak sulit mendapatkan gas elpiji, ujar Raditya berapi-api.
Beberapa hari belakangan ini, warga dan pedagang Pasar Kopo Sayati, Kab Bandung mengeluhkan harga gas elpiji tabung 3 kilogram yang mencapai Rp20.000. Tingginya harga gas elpiji tabung 3 kg dipicu kelangkaan yang terjadi di tingkat agen dan pengecer.
Bahkan PT Kharisma, di Jln Manglid, Kec Margahayu, Kab Bandung, yang merupakan pemasok Elpiji 3 kg terbesar, Rabu siang kemarin gerbangnya ditutup rapat karena kekurangan stok.
Awal puasa, harga gas elpiji tabung 3 kg berkisar antara Rp15.000 hingga Rp16.000 (harga normal, red). Namun, tersendatnya pasokan membuat harga gas elpiji tabung 3 kg merangkak naik menjadi Rp17.000. Terakhir, harga gas elpiji dijual Rp20.000.
Yos, pedagang eceran di kawasan Margahayu Tengah, Kab Bandung mengaku, sering membeli gas elpiji tabung 3 kg di daerah Cibaduyut dengan harga relatif murah yakni yakni Rp13.500, tapi harus antre berjam-jam dan dipatok hanya boleh beli liam tabung saja. Saya mengangkut gas dengan menggunakan motor pribadi. Sekali beli hanya kebagian lima tabung, ujarnya.
Berdasarkan pemantauan Pelita di lapangan, meski harganya sudah mencapai Rp20.000, namun gas elpiji tabung 3 kg tetap diburu warga. Menurut seorang pedagang di Kompleks Nataendah Sadang, dra Molly, sebanyak 50 tabung gas elpiji tabung 3 kg, hanya bertahan satu hari.
Sepekan terakhir ini, antrean kendaraan di sejumlah stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) di Padalarang, semakin parah sehingga banyak kendaraan yang terpaksa menginap, ujar Direktur Utama PT MITA, Sukianto Tanudjojo, di Jl Tanjung Anom Bandung, belum lama ini. PT MITA adalah pemasok gas terbesar di Bandung.
Kepala Operasional SPPBE PT Purnatarum Murni Rahayu (PMR), Erwin, mengatakan antrean sudah mulai keluar hingga halaman PT PMR. Banyaknya kendaraan yang masuk tidak diimbangi dengan stok yang tersedia di SPPBE sehingga banyak tabung tidak terisi. Pihaknya hanya melakukan pengisian sekitar 120 ton per hari, jumlah kendaraan yang masuk melebihi kapasitas. (ck-01)

Jumat, September 05, 2008

Rabu , 03 September 2008 , 21:50:11 wib

125 Ribu Keluarga Belum Dapat Kompor Gas


R Oktora Veriawan

SOREANG, TRIBUN - Komisi B DPRD Kabupaten Bandung menemukan fakta bahwa sebanyak 125 ribu kepala keluarga penerima konversi minyak tanah sampai saat ini belum menerima kompor gas.
Data tersebut didapat setelah DPRD Kabupaten Bandung melakukan survey lapangan ke seluruh 31 kecamatan di Kabupaten Bandung.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, Rabu (3/9), mengatakan, banyaknya jumlah KK yang belum menerima kompor gas mengakibatkan antrean dan kelangkaan minyak tanah sering dijumpai di setiap pangkalan minyak tanah di Kabupaten Bandung.

Tubagus menambahkan jumlah 125 ribu KK tersebut tersebar di 7 kecamatan yang sampai detik ini tidak ada satu pun warganya yang sudah menikmati kompor gas gratis dari pemerintah tersebut.

Ketujuh kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Kutawaringin, Nagreg, Cicalengka, Ciwidey, Pasirjambu, Cilengkrang dan Cikancung.

"Baru 24 kecamatan yang sudah menerima kompor gas konversi itu pun banyak warga yang belum menerima, apalagi di 7 kecamatan sampai detik ini belum satu pun warganya yang dapat kompor gas," jelasnya.

Berdasarkan hasil pembicaraan yang telah dilakukan, Pertamina menyanggupi akan menyelesaikan penditribusian kompor gas ke seluruh kecamatan di Kabupaten Bandung paling lambat pada 12 Oktober nanti, namun mulai 12 September ini Pertamina berjanji akan mencoba mengatasi kelangkaan gas dan minyak tanah di Kabupaten Bandung dengan menambah stok.

"Kalau tidak bisa memenuhi janjinya dalam kurun waktu sebulan ini (12 september-12 oktober), maka pertamina harus melakukan operasi pasar minimal seminggu 2 kali di seluruh kecamatan sehingga kelangkaan gas dan minyak bisa diatasi," tegasnya. (nip)
Konversi Minyak Tanah Tuntas Oktober

Jum'at, 05 September 2008 ,

SOREANG, (PRLM).- Program konversi minyak tanah ke gas di Kab. Bandung ditargetkan tuntas pada pertengahan Oktober 2008. Sebab, sebanyak 7 kecamatan dan 125.000 rumah tangga di Kab. Bandung hingga saat ini belum memperoleh paket gas konversi dari Pertamina.

Sales Representatif Rayon V Region II Pertamina, Lucky Pangemananmengatakan, dari target pencacahan 1.737.327 KK yang ada di wilayah Bandung dan Cimahi, realisasinya baru sekitar 1.608.088 KK. “Sedangkan sisa sebanyak 129.239 KK saat ini masih dalam proses. Karenanya kami masih melakukan pencacahan kembali,” katanya, Jumat (5/9).

Selain konversi gas bagi masyarakat umum, menurut Lucky Pertamina juga akan memberikan konversi gas bagi para usaha mikro kecil menegah (umkm) . Namun, klasifikasi bagi penerima kompor gas khusus bertekanan tinggi (high pressure) tersebut memiliki persyaratan sendiri, yaitu pengusaha kecil pengguna minyak tanah di bawah 50 liter perhari.

Menurut Lucky, dari enam wilayah yang akan menjadi sampel yaitu Nagreg, Pasir Jambu, Ciwidey, Cicalengka, Rancaekek, dan Cikancung diperkirakan kurang lebih ada 8.000 umkm. Namun, angka tersebut masih proses peninjauan ulang. “Sedangkan untuk penerima kompor umkm di kota Bandung, saat ini masih tahap pendataan,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya berharap agar penuntasan konversi gas tersebut dapat diselesaikan dengan sesegera mungkin. Sebab, kondisi saat ini masyarakat belum memiliki gas tetapi minyak tanah telah hilang di pasaran. “Hal seperti ini yang khawatir akan mengakibatkan gejolak sosial,” katanya.

Terlebih bagi para umkm, Raditya menuturkan bahwa akibat minyak tanah tidak ada di pasaran, banyak pengusaha kecil yang mengakibatkan mereka tidak dapat berjualan hingga beberapa hari. Selain itu, Raditya juga mengimbau kinerja dari DPRD Provinsi maupun DPR RI untuk memperjuangkan kesulitan masyarakatnya, terutama bagi para dewan yang merupakan dari daerah pemilihan Kab. Bandung. (CA-169/A-147)***
Pemkab Bandung Harus Bantu Sekolah Diniyah

Soreang, Pelita

Anggota DPRD Kabupaten Bandung, H Tb Raditya, SE mengharapkan Pemkab Bandung alokasikan dana sekolah diniyah yang besarannya antara Rp8 miliar sampai Rp10 miliar pertahun.
Sudah sepantasnya Pemkab Bandung mengalokasikan dana tersebut, mengingat masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pembinaan anak-anak sejak dini, tuturnya kepada Pelita, Rabu (3/9/2008).
Tb Raditya optimis Panitia Khusus (Pansus) IV yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) wajib belajar Diniyah, Takmilyah dan Awaliyah DPRD Kab Bandung, dapat segera di perdakan, karena program itu sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2008 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang akan dikeluarkan pemerintah pada Oktober mendatang.
Anggota dewan dari Partai Golkar ini lebih jauh menjelaskan pihak Pansus sudah melakukan studi banding ke Kab Serang, Prov. Banten, yang sudah menerapkan perda ini.
Perkembangan sekolah diniyah di Kab. Serang mengalami kemajuan pesat. Bayangkan dalam setahun jumlah sekolah diniyah naik 200 persen, tukasnya, seraya menambahkan sekolah diniyah bertujuan untuk menunjang visi misi serta memberikan bimbingan moral bagi anak usia dini dan sangat tepat diterapkan di Kab. Bandung yang notabene sebagai daerah religius.
Perda yang diberlakukan itu lanjut Raditya, diperkuat dengan peraturan bupati, kemudian adanya kesepakatan antara Departemen Agama dan Dinas Pendidikan.
Mengenai pendanaan, bisa meminta alokasi dana baik dari pusat maupun provinsi. Bisa pula menggali melalui potensi yang dimiliki daerah. Khusus bagi Kab. Bandung pendanaan bisa disisihkan dari Badan Amil Zakat, dan bantuan dalam bentuk sarana dan prasarana dari pemerintah setempat.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pansus IV, Drs H Dadang Rusdiana, MSi. Menurutnya, berdasarkan hasil konsultasi Pansus dengan instansi terkait di tingkat pusat diperoleh penjelasan bahwa Departemen Agama (Depag) akan mengeluarkan PP yang menyangkut pengaturan pendidikan keagamaan, termasuk adanya sekolah diniyah yang diakui pemerintah.
Karena itu, lanjut anggota Komisi D ini, Pemkab Bandung sudah sepatutnya menyisihkan alokasi dana untuk sekolah diniyah, seperti yang dilakukan Kab. Serang dimana pada tahun 2008 mengalokasikan dana dari APBD sebesar Rp8 miliar. (ck-01)
Sambut Baik Sistem Suara Terbanyak


Soreang, Pelita

Sistim suara terbanyak yang akan digunakan Partai Golkar (PG) dalam Pemilu legislatif (Pileg) 2009 disambut baik sejumlah kader PG Kab. Bandung. Pernyataan itu datang dari salah seorang caleg PG Kab Bandung, H Tb Raditya, SE, kepada Pelita, Rabu (3/9). Menurutnya, sistem suara terbanyak cara yang terbaik.
Namun begitu, lanjut anggota DPRD Kab Bandung ini, sistem itu belum final karena masih digodok dan akan diputuskan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PG dalam waktu dekat ini.
Dengan diterapkannya sistem ini, lanjut Raditya, para calon legislatif tidak bisa berleha-leha karena mereka harus bekerja keras untuk bisa terpilih. Hal ini berbeda dengan sistem nomor urut, caleg yang mendapat nomor jadi tidak perlu lagi melakukan kampanye karena peluang untuk terpilih terbuka lebar.
Selain itu, sistem suara terbanyak membuat caleg harus bekerja untuk dirinya dan bersaing dengan caleg lainnya, jelas Raditya yang berada diurutan lima daerah pilihan (Dapil) 2.
Ditanya mengenai nomor urut yang kurang menguntungkan, Raditya berseloroh, mungkin Ketua DPD Golkar Kab Bandung, H Obar Sobarna SIP kurang berkenan untuk memberikan nomor jadi kepada saya, karena dirinya sering mengkritisi eksekutif.
Raditya meyakini sistem tersebut akan memberikan dampak positif bagi calon legislatif (Caleg) maupun partai berlambang pohon beringin tersebut.
Sebelumnya, Ketua Korwil VI PG Jawa Barat dan Banten, Agus Gumiwang Kartasasmita usai mengikuti peluncuran calon legislatif DPR, DPRD Jabar dan DPRD Kab Bandung di halaman gedung DPD PG Kab Bandung, menjelaskan sistem tersebut membuat semua calon memiliki kesempatan yang sama.
Jika sistem yang digunakan suara terbanyak atau bukan bagi PG tidak menjadi masalah. Yang jelas Korwil VI Jabar dan Banten tidak akan mempermasalhkan sistem manapun juga, dan diharapkan dalam Rapimnas nanti akan terjawab.
Sementara itu, Ketua DPD PG Kab Bandung, H Obar Sobarna, SIp, meminta kepada para caleg segera mensosialisasikannya, baik bagi partai maupun dirinya sendiri. Agar jangan sampai pemilih bingung dengan PG dengan nomornya yang baru.
Hal senada juga dikatakan Humas DPD PG Kab Bandung H Denni Rukada Sahuri. Menurutnya, semangat yang diusung PG dalam pemilu legislatif (Pileg) 2009 akan memberikan kesempatan yang sama kepada para kader. (ck-01)
Pertamina Akan Bagikan Kompor Gas UKM


WIRAYUDHA, (GM).-
Sales Representative Retail Elpiji PT Pertamina Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung, Lucky Pangemanan, menyatakan Pertamina rencananya akan mendistribusikan kompor gas khusus untuk para pelaku usaha kecil mikro (UKM), yaitu kompor gas high pressure.

Kompor gas untuk industri yang memiliki bentuk lebih besar dari kompor gas biasa ini, akan didistribusikan bersamaan dengan kompor dan tabung gas konversi di enam kecamatan di wilayah Kab. Bandung.

"Untuk permulaan, kami akan memulai mendistribusikan di enam kecamatan (Nagrek, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Rancabali, dan Pasirjambu). Warga di enam kecamatan ini, selain mendapat kompor gas biasa, UKM-nya akan mendapat kompor high pressure," katanya kepada wartawan, seusai melakukan pertemuan dengan Komisi B DPRD Kab. Bandung di Aula PT Pertamina UPms III Cab. Bandung, Jln. Wirayudha, Kamis (4/9).

Dikatakan, sebelum dilakukan pembagian kompor high pressure, akan dilakukan pendataan UKM oleh pihak kelurahan dan kecamatan setempat. "Setelah dilakukan pendataan dan pencacahan, kami akan segera mendistribusikannya. Untuk kompornya sendiri saat ini sudah tersedia, tinggal dibagikan," paparnya.

Di tempat yang sama, Sales Representative Retail BBM, Zibali Hisbulmasih mengatakan, Pertamina akan terus melakukan operasi pasar (OP) minyak tanah ke sejumlah daerah yang belum memperoleh tabung dan kompor gas.

PT Pertamina (Persero) Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung juga menjanjikan, pada Oktober mendatang, distribusi tabung dan kompor gas sudah merata. Pada bulan tersebut diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang masih menggunakan kompor minyak tanah.

Segera didata

Sementara itu, Komisi B DPRD Kab. Bandung meminta agar Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) dan Perindag Kab. Bandung segera mendata usaha kecil mikro yang menggunakan minyak tanah. Hal tersebut berkaitan dengan akan didistribusikannya kompor high pressure dari Pertamina.

Anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, Kamis (4/9) mengaku baru mengetahui Pertamina akan memberikan kompor gas khusus untuk UKM. "Hasil kunjungan kami ke kantor pemasaran Pertamina tadi (Kamis kemarin, red), mereka akan juga menyalurkan jenis kompor high peressure yang cocok untuk digunakan bagi para UKM," jelasnya.

Dikatakan, Pertamina hanya tinggal menunggu berapa jumlah UKM yang ada, sesuai pendataan dari pemerintah daerah. "Kompor khusus UKM tersebut akan disalurkan bersamaan dengan kompor untuk rumah tangga," paparnya.

Ditambahkan, spesifikasi kompor high pressure ini diharapkan akan cocok dengan usaha para UKM. Dengan demikian, mereka tidak lagi bergantung pada bahan bakar minyak tanah. "Sejalan dengan penarikan minyak tanah bersubsidi, mereka bisa segera beralih ke gas dan Pertamina sebagai penyalurnya telah mempersiapkan perangkatnya," ujar Raditya. (B.110/ B.89)**

Selasa, September 02, 2008

DPRD Kabupaten Bandung Akan Datangi Pertamina


SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung akan mendatangi Kantor Pertamina Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung, Kamis (4/9), untuk meminta jaminan pasokan minyak tanah bagi warga yang belum tersentuh program konversi minyak tanah ke gas elpiji.

"Selain itu, kita pun ingin mempertanyakan program pembagian gas ke masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Bandung yang belum merata. Saat ini, minyak tanah bersubsidi sudah ditarik dari pasar serta bagaimana pendistribusiannya," kata anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Selasa (2/9).

Dikatakannya, atas kondisi yang terjadi saat ini, Pertamina harus bertanggung jawab penuh. Seharusnya, sebelum menghentikan pasokan minyak tanah subsidi ke masyarakat, program konversi minyak tanah ke gas elpiji sudah diterima oleh seluruh rumah tangga miskin (RTM).

"Informasi terakhir, ribuan RTM di Desa Sangkanhurip dan Desa Cilampeni, Kec. Katapang, sama sekali belum mendapatkan pembagian tabung dan kompor gas konversi. Namun, saat ini mitan pun sudah langka," jelas Raditya.

Dijelaskannya, operasi pasar (OP) yang diminta pun tidak sesuai dengan rencana sehingga selain sulit mendapatkan mitan, harganya pun mahal. "Kami menilai Pertamina terlalu tergesa-gesa. Akhirnya warga yang harus menerima akibatnya," ujarnya Raditya.

Ditambahkannya, kelangkaan minyak tanah yang terjadi saat ini, tidak hanya dirasakan oleh rumah tangga miskin. Mereka yang memiliki usaha kecil dan menengah, juga terkena imbasnya. "Banyak yang harus disesuaikan oleh pengusaha kecil ini dan mau tidak mau mereka harus mengikuti kondis yang ada," paparnya.

Pendataan UKM

Raditya meminta agar dinas terkait melakukan pendataan usaha kecil yang masih menggunakan mitan. "Dengan demikian kepada para pengusaha kecil tersebut bisa berikan bantuan alat sesuai dengan kemampuan mereka," bebernya.

Diungkapkannya, Komisi B juga menerima pengaduan dari masyarakat tentang adanya oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingannya sendiri. "Ada yang mencoba memengaruhi warga agar tidak menggunakan regulator pembagian dengan alasan keamanan sehingga mereka dianjurkan untuk membeli penggantinya dari mereka," ungkap Raditya.

Keadaan ini membuat masyarakat dizalimi. "Kita mengharapkan dengan kondisi sekarang tidak mengganggu aktivitas warga sehari-hari, jangan karena disusahkan kebutuhan bahan bakar warga tidak bisa berbuat apa-apa," urai Raditya. (B.89)**