Senin, Juni 30, 2008

3.000 Hektare Sawah Terancam Kekeringan



SOREANG, (PR).-
Lahan pertanian di Kab. Bandung seluas 3.000 hektare terancam kekeringan. Pemkab Bandung diharapkan segera melakukan antisipasi sebelum bencana kekeringan benar-benar terjadi.

Berdasarkan pemantauan "PR", Jumat (27/6), beberapa sungai dan lahan persawahan sudah terlihat mengering. Sungai Citarum juga terlihat menyusut drastis, bahkan badan sungai dimanfaatkan warga menanam palawija. Hal serupa juga terjadi di Sungai Ciwidey dan Sungai Cisangkuy.

Debit air di ketiga sungai besar itu jauh berkurang meskipun musim kemarau baru berjalan sekitar satu bulan. Sebelumnya saat musim hujan, sungai-sungai tersebut meluap dan mengakibatkan banjir di beberapa daerah, seperti Majalaya, Banjaran, dan Dayeuhkolot.

Anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya mengatakan, luas lahan yang terancam kekeringan di Kab. Bandung, tidak jauh berbeda dengan tahun 2007. Berdasarkan catatan, pada 2007, luas lahan yang mengalami kekeringan mencapai 3.000 hektare, tersebar di seluruh wilayah Kab. Bandung. Daerah yang rawan kekeringan antara lain, Ciparay, Baleendah, Tegalluar, dan Katapang.

"Bencana kekeringan tahun 2007 jangan sampai terulang. Pemkab seharusnya membuat satuan unit kerja khusus untuk antisipasi," ujarnya.

Lingkungan rusak

Bencana kekeringan di Kab. Bandung, menurut Raditya, tidak terlepas dari rusaknya lingkungan dan penanganan Sungai Citarum yang tidak kunjung selesai. Kondisi hutan yang rusak membuat wilayah Kab. Bandung selalu dilanda banjir saat musim hujan dan kekeringan saat kemarau.

Bencana banjir dan kekeringan, telah memunculkan ide agar di Kab. Bandung dibuat danau buatan. Raditya mengatakan, masyarakat sudah banyak yang setuju terhadap ide itu, namun pemerintah masih belum mengambil tindakan.

"Saya telah berbicara dengan masyarakat di Andir yang menyatakan daerahnya siap dijadikan danau buatan. Nantinya, danau itu bisa dijadikan tempat penampungan air saat musim hujan dan tempat yang menyediakan air ketika musim kemarau," ujarnya pula. (A-132)***
Penulis:

Belum Dilengkapi Bukti Kepemilikan
Aset Pemkab Bandung Rawan Bermasalah


SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mengindikasikan, masih banyak aset-aset milik Pemkab Bandung yang belum dilengkapi bukti kepemilikan yang sah sehingga rawan menimbulkan masalah. Contohnya, bisa memunculkan gugatan dari pihak lain yang merasa pernah memiliki. Karena itu, Komisi B akan mengusulkan kepada pimpinan DPRD membentuk panitia khusus (pansus) tentang inventarisasi aset.

"Kami akan mengusulkan dibentuknya pansus agar masyarakat dapat mengetahui berapa besar aset Pemkab Bandung sebenarnya. Selain itu, juga untuk memudahkan bupati dalam memaksimalkan potensi aset tersebut untuk kemakmuran masyarakat Kabupaten Bandung," kata anggota Komisi B, Tb. Raditya di Soreang, Kamis (26/6).

Manurutnya, berdasarkan hasil kunjungan komisi ke beberapa lokasi diketahui jika aset milik Pemkab Bandung yang tersebar di beberapa wilayah masih belum bersertifikat.

"Salah satunya adalah ketika kami melakukan kunjungan ke Balai Pembibitan Ikan di Ciparay. Tanah seluas 6 hektare tersebut, diakui oleh Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan belum bersertifikat," jelasnya.

Ditambahkannya, kondisi tersebut mungkin juga terjadi pada aset lain milik pemkab. "Dengan dibentuknya pansus, mudah-mudahan akan semakin memudahkan untuk melakukan pendataan," ujarnya.

Raditya mengatakan, aset-aset yang belum bersertifikat tersebut dikhawatirkan akan bermasalah karena membuka peluang bagi pihak lain merasa lebih memiliki. "Contoh kasus yang paling sering terjadi adalah aset sekolah yang dulunya merupakan tanah wakaf dan ahli warisnya menggugat," paparnya.

Disebutkannya, untuk pendataan aset dan sertifikasi, setiap tahunnya telah dianggarkan sekitar Rp 1 miliar. "Bahkan pemkab juga telah membentuk tim. Kami pun ingin tahu sejauh mana tim yang dibentuk tersebut dalam mendata aset milik pemkab," tuturnya. Dengan dana yang dikeluarkan tersebut, seharusnya sudah bisa didata mana aset yang telah disertifikasi dan mana yang belum. (B.89)**

Selasa, Juni 24, 2008

Kenaikan Tarif PDAM 30% Segera Dibahas


SOREANG, (PR).-
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kab. Bandung segera membahas rencana kenaikan tarif PDAM Tirta Raharja sebesar 30%. Menurut anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tubagus Raditya, Senin (23/6), saat ini PDAM Tirta Raharja masih melakukan sosialisasi dan menyebarkan angket kepada publik. Hasil sosialisasi dan angket itu kemudian akan dibahas bersama DPRD Kab. Bandung.

Keputusan setuju atau tidak setuju dari DPRD, kata Raditya, tergantung pada hasil pembahasan nanti. Namun pada dasarnya, jika kenaikan tarif itu wajar dan berkaitan dengan meningkatnya ongkos produksi, DPRD akan menyetujuinya.

"Seharusnya air itu gratis bagi masyarakat, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Saya mengusulkan, kalau tarif PDAM harus naik, maka sambungan langsung ke masyarakat harus lebih luas lagi. Artinya, tarif pemasangan sambungan langsung harus diturunkan. PDAM juga harus membangun lebih banyak fasilitas air untuk publik," kata Raditya.

Cukup sehat

Berbeda dengan Raditya, anggota Komisi C DPRD Kab. Bandung, M. Ikhsan mengatakan, DPRD Kab. Bandung menolak tawaran Mendagri untuk membebaskan utang PDAM Tirta Raharja. Pasalnya, PDAM Tirta Raharja dianggap cukup sehat dan pembayaran utang berjalan lancar.

Menurut Ikhsan, tawaran pembebasan hutang dari Mendagri itu bukan tanpa syarat. PDAM yang bersedia dihapus utangnya diharuskan menyamakan tarif dengan biaya produksi. Artinya, subsidi tarif air harus dicabut dan harga jual ke masyarakat akan naik.

"Karena kita menolak untuk dihapus utangnya, maka tidak ada alasan bagi PDAM untuk menaikkan tarif. Kalau tarif dinaikkan, beban masyarakat terlalu besar," ujarnya.

Ikhsan menjelaskan, karena dianggap sehat, PDAM Tirta Raharja akan mendapat suntikan dana dari Dana Alokasi Khusus pemerintah pusat Rp 5 miliar dan dari APBN murni Rp 3 miliar. Uang tersebut diharapkan dapat digunakan untuk memperbanyak sambungan langsung ke masyarakat.

Ikhsan juga mengingatkan terhadap upaya untuk memprivatisasi air di wilayah Kab. Bandung. "Jangan sampai terjadi privatisasi air seperti di Jakarta. Masyarakat bisa bertambah susah," tuturnya. (A-132) Pikiran Rakyat 24 juni 2008
DPRD Pertimbangkan Sewa Kendaraan Dinas


SOREANG, (PR).-
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kab. Bandung akan mengkaji kemungkinan melakukan penyewaan kendaraan dinas di lingkungan Pemkab Bandung. Beberapa anggota DPRD menganggap, menyewa kendaraan dapat menghemat anggaran.

Anggota Fraksi PKS yang juga anggota panitia anggaran DPRD Kab. Bandung Arifin Sobari mengatakan, anggaran daerah yang dihabiskan untuk membeli kendaraan dinas dan pemeliharaannya sangat besar. Menurut dia, biaya yang dihabiskan untuk pemeliharaan kendaraan di dinas yang tidak begitu aktif dalam kerja lapangan bisa mencapai Rp 200 juta per tiga bulan.

"Yang sangat besar itu pemeliharaan kendaraan dinas di Sekretariat Daerah, bisa mencapai Rp 1 miliar per tiga bulan," kata Arifin, Selasa (24/6). Ia menambahkan, biaya pemeliharaan semakin membengkak karena rata-rata kendaraan yang digunakan pemkab sudah tua.

Oleh karena itu, Arifin mengusulkan agar DPRD dan eksekutif mulai melakukan pengkajian untuk menyewa kendaraan dinas. Dengan menyewa, maka pemkab tidak perlu menghamburkan uang untuk membeli kendaraan dan membiayai pemeliharaannya. "Kalau menyewa, kita tinggal terima bersih," katanya.

Hal senada juga dikatakan oleh anggota Fraksi Partai Golkar yang juga anggota Komisi B, Tb. Raditya. Menurut dia, dengan menyewa mobil, maka mobil dinas aparat akan selalu "segar." Eksekutif pun tidak perlu direpotkan dengan masalah pemeliharaan sehingga bisa fokus melayani publik. "Kalau membeli mobil terus, akan terjadi pemborosan. Kalau menyewa, kita bisa terus mendapatkan mobil yang baru dan sehat. Pemeliharaan pun akan ditanggung oleh perusahaan penyewaan," kata Raditya.

Menurut Raditya, anggaran pemeliharaan kendaraan terbesar ada di Dinas Kebersihan. Berdasarkan data yang dimilikinya, anggaran pemeliharaan kendaraan Dinas Kebersihan mencapai Rp 11 miliar per tahun.

Namun demikian, kata dia, tetap harus dilakukan pengkajian menyeluruh untuk menimbang untung-rugi dari menyewa kendaraan. Menurut Raditya, kalaupun pengadaan kendaraan dilakukan dengan menyewa, harus tetap dilakukan dengan pola tender yang bersih."Jadi, kita tetap bisa mendapatkan kendaraan yang layak dengan harga yang terbaik," kata Raditya. (A-132)*** Pikiran rakyat 25 Juni 2008

Kamis, Juni 19, 2008

Lahan Kering
Pemerintah Diharapkan Peduli Nasib Petani




Oleh
Saufat Endrawan

Bandung - Masyarakat petani berharap pemerintah Kabupaten Bandung peduli kepada nasib petani dengan memberikan pinjaman bunga ringan kepada para petani yang sawahnya mengalami kekeringan.

Pinjaman tersebut tidak hanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah, tapi juga untuk mencari solusi tanaman jenis apa yang cocok untuk ditanam di lahan yang kering.
Dengan kondisi ini, nasib petani semakin terpuruk, pasalnya musim kering terjadi berbarengan dengan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), yang otomatis biaya kehidupan semakin meningkat. Musim kering ini pun bertepatan dengan musim anak sekolah masuk ke jenjang yang lebih tinggi dari tahun ajaran 2008 ke 2009.
Keluhan ini disampaikan seorang petani asal Kampung Majesetra, Desa Majasetra Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Ahmad Solihin (45). Diakui Ahmad, sawah miliknya seluas satu hektare. Biasanya, jika musim panen padi yang dihasilkan bisa mencukupi biaya sekolah anak-anak selama tiga bulan, kebutuhan keluarga dan bayar utang kepada koperasi.
Jika musim kering semakin panjang maka yang biasanya panen setahun empat kali, mungkin sekarang hanya dua kali. “Berarti perhitungan kami meleset sehingga masalah keuangan keluarga kami muncul,” katanya.
Jika, pada musim kering tahun ini pemerintah bisa memberikan pinjaman atau memberikan referensi baik kepada bank umum nasional atau bank BPR yang ada di wilayah Kabupaten Bandung, mungkin kesulitan untuk urusan rumah tangga dapat diatasi, sekolah anak akan aman dan mereka akan mencoba menanam jenis tanaman lain.
Ketika keluhan masyarakat ini disampaikan SH kepada anggota komisi B DPRD Kabupaten Bandung, HM Tubagus Raditya, mengatakan, sebenarnya pinjaman untuk masyarakat dari pemerintah Kabupaten Bandung itu ada, namun oleh Pemkab Bandung telah dititipkan di BRI cabang Majalaya. Dana yang dititipkan Pemkab Bandung tersebut besarnya mencapai Rp 1,5 miliar.

Dewan Sesalkan
Kendati demikian, dewan pun sangat menyesalkan sikap pimpinan BRI Cabang Majalaya, yang tidak serius mengucurkan dana tersebut kepada masyarakat. Menurut laporan eksekutif, BRI baru mencairkan dana pinjaman kepada masyarakat sekitar 40 persen dari Rp 1,5 miliar.
“Laporan dari eksekutif, juga dirasakan oleh masyarakat. Buktinya mereka mengadukan pelayanan BRI cabang Majalaya kepada dewan baik lisan maupun tulisan,” tuturnya.
Menurutnya, dalam waktu dekat dewan akan mengundang pejabat BRI cabang Majalaya, untuk melakukan klarifikasi tentang keluhan masyarakat ini.
Kabag Humas Pemkab Bandung, Eddy memaparkan, Pemkab Bandung telah banyak memberikan bantuan kepada para petani. Misalnya, Bupati Bandung H Obar Sobarna beberapa waktu lalu telah menyerahkan bantuan benih padi unggul bermutu dan bersertifikat ke sejumlah kelompok tani di Kabupaten Bandung.
Bantuan yang diberikan tersebut, benih padi varietas nonhibrida, hibrida, dan jagung untuk masa tanam 2008.

Senin, Juni 16, 2008

Aspal ke KBB Dipertanyakan


SOREANG, (PR).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung mempertanyakan penyaluran bantuan aspal dari Pemkab Bandung ke Kab. Bandung Barat (KBB). Hal itu, menyusul ditemukannya bukti dua surat pengantar pengeluaran barang sebanyak 36 dan 42 drum aspal tanggal 6 Juni 2008.

Temuan itu kemudian ditindaklanjuti anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung Tubagus Raditya dengan mengecek ke Kec. Batujajar sesuai tujuan pengiriman yang tercantum dalam surat pengantar tersebut. Berdasarkan pengecekan itu, ditemukan enam drum aspal di Desa Pangaupan, Kec. Batujajar, Kab. Bandung Barat.

Bahkan, menurut Tubagus, saat dikonfirmasikan ke aparat desa setempat, pengiriman aspal tersebut tepat pada hari dan tanggal sesuai yang tercantum dalam bukti tertulis. Demikian pula dengan pihak desa yang mengaku dipungut Rp 100.000,00/drum.

"Yang patut dipertanyakan, mengapa ada penyaluran bantuan dari kabupaten induk ke Bandung Barat yang telah lepas (pemekaran-Red.) sekitar setahun lalu. Jika bantuan itu dari anggaran 2007 yang belum terserap, mengapa penyalurannya 2008? Mengapa tidak dijadikan sisa lebih anggaran saja?" ujarnya bernada tanya, Jumat (13/6).

Tubagus menuturkan, pengecekan yang dilakukan terkait adanya laporan dugaan penyimpangan aspal milik kabupaten induk. "Mestinya, bantuan itu dilimpahkan sesuai tahun anggarannya," ucapnya pula.

Satata Sariksa

Dia menuturkan, kendati bantuan aspal ke Bandung Barat bisa menimbulkan persoalan hukum, namun kapasitas penyampaian informasi tersebut tidak lebih dari posisinya sebagai anggota dewan.

Bupati Bandung Obar Sobarna didampingi Kabag Otonomi Daerah Erick Juriara, saat dikonfirmasi mengatakan, pengalokasian bantuan aspal tersebut adalah bagian program Satata Sariksa. Sementara itu, agenda program tersebut sesuai rencana kegiatan 2007 . "Bantuan aspal selalu diberikan setiap tahun. Namun sejak 2007, jumlahnya berkurang dari 10 drum menjadi enam drum. Jika ada bantuan terlambat, lebih disebabkan dari desa calon penerima bantuan. Misalnya, faktor musim dan kesiapan desa," ujarnya. (CA-172)*** Pikiran Rakyat 16 Juni 2008

Sabtu, Juni 14, 2008

Dikirim dari Kab. Bandung ke Bandung Barat
Dewan Pertanyakan 78 Drum Aspal



SOREANG, (GM).-
DPRD Kab. Bandung mempertanyakan pengadaan aspal yang telah dikirim ke salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dalam tahun anggaran 2008. Padahal terhitung 1 Januari 2008 anggaran KBB tidak lagi bersatu dengan Kab. Bandung selaku kabupaten induk. Hasil temuan DPRD, Kamis (12/6), aspal sebanyak 78 drum diduga telah dikirim oleh Pemkab Bandung pada Jumat (6/6).

Menurut anggota DPRD dari Partai Golkar, Tb. Raditya kemarin, pihaknya mendapatkan laporan adanya dugaan pengiriman aspal yang seharusnya dilakukan sesuai penganggarannya, yaitu tahun 2007. "Hasil temuan kami di lapangan bahwa ada sebanyak 78 drum disalurkan ke Kec. Batujajar dan 6 drum di antaranya sudah berada di Desa Pangauban," ujarnya.

Dijelaskannya, pemkab tidak seharusnya memberikan pengadaan barang pada tahun ini jika yang dianggarkan adalah pada tahun 2007. "Dari bukti surat pengeluaran barang sudah jelas pengadaan itu adalah tahun 2007, lalu kenapa diberikan pada tahun ini dan dengan kondisi seperti itu ada kemungkinan dana yang digunakan adalah tahun anggaran sekarang," jelas Raditya.

Diungkapkan anggota Komisi B ini, dengan harga satu drum aspal sebesar Rp 920 ribu, total anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 71 juta lebih. "Mungkin saja ini juga terjadi di kecamatan lainnya oleh Kab. Bandung, jika seperti itu ada anggaran milik Kab. Bandung yang telah digunakan untuk kepentingan wilayah lain," papar Raditya.

Salah prosedur

Ditambahkan Raditya, pihaknya tidak mempermasalahkan bantuan yang diberikan. Hanya ada kesalahan prosedur jika dilakukannya bukan pada tepat tahun anggaran. "Pengiriman tersebut dilakukan pada 6 Juni lalu dengan menggunakan dua mobil angkutan nopol D 8464 S dan D 9161 VA," ungkapnya.

Karena itu DPRD Kab. Bandung akan mempertanyakan ke Pemkab Bandung siapa pihak yang memberikan disposisi pengadaan aspal yang disalurkan. "Pemkab Bandung mesti bertanggung jawab atas pengelolaan pengadaan aspal tersebut karena statusnya masih merupakan aset Kab. Bandung induk dan pengiriman pun jelas dengan kop Kab. Bandung," tegas Raditya.

Disampaikannya juga bahwa untuk mengeluarkan bantuan seperti itu, harus melalui persetujuan sekretaris daerah (sekda) atau kepala daerah. "Kepala daerah atau sekdalah yang memiliki wewenang menyetujuinya," beber Raditya.

Dihubungi terpisah Kepala Desa Pangauban, Lili Sadeli menyatakan bahwa aspal yang dikirim tersebut merupakan bantuan untuk program "Satata Sariksa". "Bantuan itu rutin diberikan dan tiap tahunnya desa kami mendapatkan 9 drum dan sekarang yang diberikan oleh kecamatan baru 6 drum," ujarnya.

Dari satu drum, lanjut Lili, pihak kecamatan yang melakukan pengiriman bagian prasarana umum meminta Rp 100 ribu. "Kami hanya menerima dari kecamatan dan siapa yang mengirim ke kecamatan kami pun tidak tahu," bebernya.

Sementara itu Kepala Dinas Bina Marga Kab. Bandung, Sofyan Sulaeman ketika dikonfirmasikan hal ini membenarkan adanya program "Satata Sariksa" pembagian aspal ke tiap desa melalui bagian pembangunan Pemkab Bandung. (B.89)**

Minggu, Juni 01, 2008

Investasi MBC Baleendah Rp 26 Miliar
Ditargetkan Beroperasi Tahun 2009


SOREANG, (GM).-
Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kab. Bandung menargetkan, pada 2009, pusat pengolahan daging terpadu (meat business center/MBC) di Baleendah bisa terealisasi. Investasi senilai Rp 26 miliar tersebut tengah dibicarakan di tingkat Provinsi Jabar.

Kepala Dinas Peternakan Kab. Bandung, Ir. Ernawan Mustika, Sabtu (31/5), mengatakan, selain dengan Pemprov Jabar, pemerintah pusat juga berencana mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan MBC. "Meski belum disetujui, pemerintah pusat akan siapkan dana sekitar Rp 5 miliar dan kita harapkan akan ada bantuan dana lainnya," katanya.

Menurutnya, MBC salah satu investasi yang pernah ditawarkan Pemkab Bandung di Jakarta. Langkah awal yang dilakukan pemerintah daerah diharapkan akan merangsang investor. "Kita sediakan lahan serta desain sebagai insentif dan investor bisa mengembangkannya," jelasnya.

Dikatakan, sebagai bentuk keseriusan, Pemkab Bandung telah "mengamankan" lokasi wilayah dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah. "Setidaknya wilayah tersebut aman tidak untuk peruntukan yang lain dan tahun 2009 mudah-mudahan bisa segera terwujud," paparnya.

Ernawan menjelaskan, MBC merupakan paduan pengolahan daging, mulai dari rumah potong hingga menjadi daging olahan. "Dengan dilakukan secara terpadu, akan mudah melakukan kontrol sehingga masyarakat mendapatkan kualitas daging yang terbaik," ungkapnya.

Keberadaan rumah pengolahan daging terpadu tersebut, nantinya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan warga Kab. Bandung. Tapi juga menyuplai warga di Bandung dan sekitarnya, bahkan Jabar.

Anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, mengatakan, pemerintah pusat bisa membuat kebijakan agar yang dilakukan Kab. Bandung ini tidak juga diberlakukan sama di daerah lain. "Sehingga akan tersentralisasi, mana daerah yang menyuplai daging dan daerah lain yang mendukung di bidang lainnya," tegasnya. (B.89)**