Rabu, November 19, 2008


RAPBD Kab. Bandung Defisit Rp 362 M

SOREANG,(GM)-Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kab. Bandung 2009 defisit Rp 362 miliar dari total belanja Rp 1.858 triliun dan pendapatan Rp 1.495 triliun. Dari alokasi dana belanja tersebut, sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sementara alokasi untuk belanja modal yang merupakan untuk kegiatan kepada masyarakat hanya teralokasikan sebesar 16%.
Untuk menutupi defisit ini, eksekutif melakukan rencana pinjaman daerah sebesar Rp 240 miliar. Sedangkan lembaga legislatif akan menyarankan efisiensi terhadap tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), khususnya yang menyangkut belanja pegawai.
RAPBD Kabupaten Bandung saat ini tengah dilakukan pembahasan di masing-masing komisi sebelum kemudian diserahkan kepada Panitia Anggaran (Pangar) untuk dibahas lebih lanjut.
Menurut anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Selasa (18/11), defisit yang terjadi dalam RAPBD Kabupaten Bandung tersebut karena besarnya jumlah belanja pegawai yang teralokasikan di belanja langsung serta belanja tidak langsung. "Pada belanja tidak langsung, terhadap belanja pegawai ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 818 miliar menjadi Rp 996 miliar," ujarnya.
Dijelaskan angggota dewan dari Partai Golkar ini, DPRD pun akan mempertanyakan pinjaman daerah sebesar Rp 240 miliar serta mekanisme yang akan dilakukan. "Di samping untuk menutupi defisit ini, ada sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) serta pencairan dana cadangan, rencana pinjaman daerah untuk menambah kekurangan defisit tersebut harus dipertanyakan," papar Raditya.Diungkapkannya, dalam rencana belanja daerah yang terdiri atas belanja tidak langsung serta belanja langsung, komponen belanja pegawai yang sudah teralokasikan dalam belanja tidak langsung juga teralokasikan di belanja langsung. "Untuk belanja pegawai ini kami akan meminta untuk dilakukan efisiensi karena ada belanja pegawai untuk mendukung kegiatan pembelian barang dan jasa serta besarnya pemberian tunjangan pegawai tanpa memberikan kriteria khusus sesuai saran pihak ketiga," ungkap Raditya.
Dalam belanja tidak langsung dengan total Rp 1,2 triliun, Rp 996 miliar di antaranya untuk belanja pegawai tersebut. "Belum lagi dalam belanja langsung sebesar Rp 645 miliar, terdapat belanja pegawai sebesar Rp 64,6 miliar untuk mendukung belanja barang dan jasa Rp 282,4 miliar. Belanja modal sendiri yang merupakan aloaksi dana untuk ptogram kepada masyarakat hanya Rp 298,5 miliar atau hanya 16%-nya saja dari total belanja," beber Raditya. (B.89)**

Sabtu, November 08, 2008



tubagus raditya - cintai aku



DOWNLOAD LAGUNYA DISINI

COBI DANGUKEUN RAOS HENTEU ....?

MAU DIJADIKAN NADA SAMBUNG PRIBADI ?

Ketik RING ON 7210090 Kirim Ke 1212 Khusus Flexi

(DENGAN MEN DOWNLOAD NADA SAMBUNG INI BERARTI ANDA MENYISIHKAN RP.500 UNTUK PANTI ASUHAN DI KABUPATEN BANDUNG)

HATUR NUHUN

Kamis, November 06, 2008


PDAM Kota Bandung Jangan Ambil Air dari Sungai Cisangkuy


BANJARAN,(GM)
Komisi B DPRD Kab. Bandung siap mengusulkan penghentian pengambilan air yang dilakukan PDAM Kota Bandung dari Sungai Cisangkuy. Sebab jika musim kemarau Sungai Cisangkuy yang menjadi sumber pengairan sawah milik warga nyaris terkuras.Hal itu dikatakan salah seorang anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, H. Asep Anwar Mahfudin saat melakukan dialog antara anggota DPRD asal daerah pemilihan VI Kab. Bandung dengan tokoh masyarakat di Aula Patal Banjaran, Kamis (6/11).
Pernyataan itu muncul setelah anggota dewan dari Fraksi Madani ini mendapat keluhan dari perwakilan kelompok tani asal Kp. Ciherang, Banjaran yang menyebutkan, Sungai Cisangkuy yang airnya diandalkan untuk pertanian, telah lama disedot untuk dikirim ke PDAM Kota Bandung."Kami pun di dewan sejauh ini tidak mengetahui berapa dan apa kontribusi yang telah diberikan PDAM Kota Bandung atas pemanfaatan air dari wilayah Kab. Bandung ini," ujar Asep.
Dikatakannya, pemanfaatan air dari wilayah Kab. Bandung yang sudah ada sejak zaman dulu itu sudah saatnya ditinjau kembali. "Dengan semangat otonomi daerah, kabupaten berhak atas pemanfaatan sumber daya alam oleh pihak lain. Kalaupun ada kontribusi bagi hasil, sejauh ini hanya dari Provinsi Jabar," jelas Asep. Diakui anggota dewan dari Partai Bulan Bintang ini, warga Kab. Bandung, saat musim kemarau sangat sulit mendapatkan air. "Selain untuk pengairan sawah, juga untuk kebutuhan sehari-hari dan wajar bila kita meminta kompensasi atas air yang telah dimanfaatkan," papar Asep.
Sedangkan dihubungi terpisah, anggota Komisi B lainnya, Tb. Raditya mengungkapkan, PDAM Kota Bandung tidak sedikit pun memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemkab Bandung. "Selain tidak ada kontribusi pendapatan bagi kas daerah, kontribusi lainnya pun kami justru mempertanyakan, karena tidak sedikit air yang sudah dimanfaatkan," katanya.
Ditambahkannya, dengan melihat kondisi tersebut bukan tidak mungkin komisinya akan membuat sebuah usulan agar dilakukan penghentian pasokan air bersih tersebut. "Jika daerah lain melakukannya, seperti Kuningan yang menghentikan suplai air bersih ke Cirebon, bisa saja kami lakukan karena tidak jelasnya kontribusi yang diberikan," tegas Raditya.
Diungkapkan anggota dewan dari Partai Golkar ini, sejauh ini bagi hasil yang diterima pemkab sebesar Rp 1,3 miliar dari air permukaan. "Dari bagi hasil ini kami minta di-break down, kalau ada dari PDAM Kota Bandung berapa besarnya dan sebanding tidak dengan air yang telah diambil, sekitar 1.400 liter/detik dan mampu memenuhi sekitar 7.000 pelanggan," ujarnya. (B.89)**

Selasa, November 04, 2008


Warga di 7 Kecamatan Belum Terima Kompor Gas

SOREANG,(GM)-
Komisi B DPRD Kab. Bandung mempertanyakan progres program konversi minyak tanah ke gas elpiji di beberapa kecamatan di Kab. Bandung yang sempat tertunda. Hingga saat ini, Komisi B masih menerima laporan tentang adanya warga di tujuh kecamatan yang belum menerima kompor dan tabung gas konversi.
Beberapa waktu lalu, dalam pertemuan antara Komisi B DPRD Kab. Bandung dengan PT Pertamina Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung diperoleh kepastian bahwa program konversi di wilayah Kab. Bandung akan selesai pada Oktober ini. Menurut anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, bila masih ada desa-desa yang warganya belum tersentuh program konversi dan pasokan gas elpijinya belum lancar, maka pasokan minyak tanah tidak boleh dihentikan. "Pertamina harus memegang komitmen bahwa untuk daerah yang belum tersentuh program konversi, minyak tanah bersubsidi tidak boleh ditarik. Kalau masyarakat sudah menerima semua, silakan penarikan minyak tanah dilakukan," katanya kepada "GM" di Soreang, Senin (3/11),
Dikatakannya, beberapa waktu lalu, masih ada desa di tujuh kecamatan di Kabupaten Bandung yang belum tersentuh program konversi. Kondisi itu diakui oleh pihak Pertamina yang kemudian melakukan pendataan kembali. "Pada saat itu Pertamina berjanji akan segera menyelesaikannya pada pertengahan Oktober. Jika sampai sekarang masih belum juga tuntas, harus dipertanyakan kenapa bisa terjadi," jelas Raditya.
Raditya khawatir, jika program ini belum tuntas dan minyak tanah bersubsidi sudah ditarik dari pasar, akan muncul persoalan lain. "Selain muncul gejolak di masyarakat, dikhawatirkan masyarakat akhirnya mengambil jalan pintas dengan merambah hutan dan akhirnya timbul masalah baru," tambah Raditya.
Sementara itu, Camat Kutawaringin, Agus Suhartono membenarkan, warga di 10 desa belum mendapatkan kompor dan tabung gas program konversi. "Dari 11 desa yang ada di Kecamatan Kutawaringin, baru warga 1 desa yang sudah mendapatkan gas dan kompor. Itu pun belum semua warga yang mendapatkannya," jelas Agus.
Agus mencontohkan di Desa Jelegong baru 2.000 gas yang dibagikan kepada warga. Padahal, jumlah kepala keluarga (KK) penerima di desa tersebut mencapai 3.407 orang. "Jumlah KK di Kecamatan Kutawaringin sendiri mencapai 25.267 orang," bebernya.Dikatakannya, desa-desa yang belum tersentuh program konversi, sudah sejak 3 minggu tidak mendapatkan pasokan minyak tanah. "Kondisi masyarakat saat ini sudah sangat menderita. Beberapa RT, RW, dan tokoh masyarakat sudah mempertanyakan kepada kami," urainya. (B.89)**