Senin, April 21, 2008

wilujeng pelantikan PJI Jawa Barat Mugia langkung tiasa mintonkeun kabeneran kanggo rahayat Jawa Barat,
IPM Kabupaten Bandung Masih Lemah
April 15, 2008

Obar Sanggah tidak Ada Peningkatan IPM


SOREANG-Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Bandung mengaku tidak puas dengan laporan pertanggungjawaban Bupati Obar Sobarna. Dewan menilai trand pembangunan di Kabupaten Bandung pada 2007 lalu tidak berjalan secara signifikan. Demikian dikatakan Ketua DPRD Kabupaten Bandung Agus Yasmin, usai memimpin rapat Paripurna, kemarin. “Masih banyak yang harus kami pertanyakan kepada bupati, prihal peningkatan pembangunan yang diraih Kabupaten Bandung,” ujarnya

Karena itu, kata Agus, pihaknya masih belum menerima laporan bupati tersebut. “Ini menyangkut akuntabilitas, karenanya kami tidak akan gegabah menerima laporan beliau (bupati, red),” tandasnya.

Hal serupa dikatakan anggota Komisi B, Tb Raditya. Menurut anggota fraksi Partai Golkar ini, indek pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Bandung termasuk lemah bila dibandingkan dengan saudara mudanya, Kota Bandung. “Kabupaten Bandung itu kalau dilihat dari potensi yang dimiliki tentunya paling kaya se Jawa Barat. Namun tingkat pengembangan IPM-nya termasuk rendah. Ini semua tidak lepas kinerja pemda,” ungkapnya.

Raditya mengusulkan agar eksekutif mau belajar dari daerah-daerah lain yang lebih maju. Selain itu, lakukan evaluasi menyeluruh dari tahun-tahun sebelumnya. “Semua kegagalan dan keberhasilan yang telah dilalui bisa dijadikan alat untuk mengukur pembangunan ke depan. Jadi kalau hari ini sama dengan hari kemarin, pertanyaanya, apa saja kerjaan pemerintah? Lebih parah lagi kalau hari ini lebih jelek hari kemarin,” bebernya.

Sementara itu Bupati Bandung Obar Sobarna mengelak kalau pertumbuhan IPM Kabupaten Bandung ‘melempem’. Menurut Ketua DPD Golkar Kabupaten Bandung ini, trand pengembangan IPM mengalami peningkatan. Hanya saja peningkatakannya tidak terlalu besar. “Laporan saya tadi tidak ada masalah kok. Nanti untuk masalah teknisnya, akan dijelaskan oleh yang membidanginya pada rapat paripurna berikunya,” terang Obar.

Salah satu indikasi IPM yang meningkat itu adalah pendidikan. Menurutnya, tingkat pendidikan Kabupaten Bandung mengalami peningkatan. Begitu juga dengan tarap kesehatan masyarakat terus membaik. “Saya katakan kenaikan itu ada, pelan tapi pasti. Ini harus diakui semua pihak,” kilah Obar.

Mengenai angka kemiskinan, diakui Obar, pihaknya belum menemukan formulasi jitu. Itu menyangkut terus membengkaknya jumlah masyarakat. Di sisi lain lapangan pekerjaan belum memadai. “Apalagi dengan adanya mesin yang super canggih telah memangkas jumlah pekerja. Ini juga menjadi PR buat kami, bagaimana mengatasinya. (aol) SEEEUWA RADAAAR
Data Potensi Riil PJU Dipertanyakan



SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung mempertanyakan data potensi riil penerangan jalan umum (PJU) di Kab. Bandung. Sebab meskipun pajak untuk PJU dibayarkan masyarakat melalui rekening listrik tiap bulan, masih banyak daerah di Kab. Bandung belum ada PJU. Hal itu dikatakan anggota Komisi B, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Jumat (18/4).

Disebutkannya, sejauh ini PJU yang ada di Kab. Bandung tidak terdata dengan benar, hanya beberapa daerah yang sudah memiliki PJU.

"Masih banyak daerah, khususnya di desa-desa, belum menerima layanan PJU. Padahal setiap konsumen dari pembayaran rekening yang dibayarkan sudah termasuk pajak PJU di dalamnya, dan mereka berhak mendapatkan dari apa yang telah diberikan pada PLN," kata Raditya.

Dilanjutkan anggota dewan dari Partai Golkar ini, DPRD pun tidak mengetahui secara persis, berapa dana yang diberikan PLN kepada Pemkab Bandung dari pajak PJU setelah dipotong operasional.

"Jika melihat potensi pendapatan dari pajak PJU, Kabupaten Bandung memiliki potensi cukup besar. Terlebih banyaknya industri, dan itu seharusnya bisa sebanding dengan pendapatan yang diberikan ke pemkab," ujar Raditya.

Diungkapkan Raditya, pihaknya pun mempertanyakan sistem perhitungan yang dilakukan terhadap pemotongan biaya operasional oleh PLN. Karena meskipun di beberapa daerah terdapat PJU, masih banyak yang dalam keadaan mati.

"Jika memang ada rekening untuk perhitungannya, apakah PJU yang mati pun turut diperhitungkan atau tidak, sehingga kami mendorong agar adanya transparansi," ungkapnya.

Diuraikan Raditya, tahun 2008 Pemkab Bandung menargetkan pendapatan dari pajak PJU sebesar Rp 47 miliar. "Pendapatan berasal dari tiga wilayah pelayanan jaringan, yaitu Majalaya, Cimahi, dan Bandung," terangnya.

Namun, lanjut Raditya, rencana pendapatan yang sudah tertuang dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) 2008 ini, tidak tergambarkan dengan jelas berapa potensinya. (B.89)**
Si Jalak Harupat Ringankan APBD



SOREANG, (GM).-
Dijadikannya Stadion Si Jalak Harupat sebagai home ground Pelita Jaya dalam Liga Super Indonesia (LSI) 2008, akan meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemkab Bandung tahun 2008.

Pendapatan yang dihasilkan diharapkan bisa digunakan untuk menutupi biaya perawatan stadion sebesar Rp 1 miliar yang selama ini selalu dibebankan dalam APBD Pemkab Bandung.

Demikian dikatakan, anggota Fraksi Golkar DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, di Soreang, Kamis (17/4). Stadion Si Jalak Harupat yang akan dijadikan tempat bertanding PJJ dalam LSI diharapkan dapat menguntungkan bagi pemerintah daerah. "Setidaknya akan ada pendapatan yang cukup apa pun nama kesepakatan itu," katanya.

Ditambahkannya, pendapatan tersebut nantinya bisa dipakai untuk biaya perawatan yang selama ini dibebankan pada APBD. (B.89)**Rano Fur Galmed

Jumat, April 11, 2008

DPRD Sepakat Laptop Dibutuhkan
Harus Dibarengi Pemangkasan Anggaran ATK


SOREANG, (PR).-
Sebanyak 45 anggota DPRD Kab. Bandung sepakat, fasilitas laptop dibutuhkan bagi anggota legislatif dan eksekutif. Kendati demikian, mereka belum sepaham tentang status laptop tersebut.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Arifin Sobari mengatakan, laptop akan membuat kerja legislatif dan eksekutif lebih efisien. Akan tetapi, pengadaan laptop harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bidang.

"Jangan sampai bagian yang hanya membutuhkan laptop untuk kepentingan administrasi, justru diberi laptop dengan spesifikasi sangat canggih," ujarnya, Rabu (9/4) di Soreang.

Menurut Arifin, pengadaan laptop harus dibarengi dengan pengurangan anggaran fotokopi dan alat tulis kantor (ATK). Sebab, jika personel di legislatif dan eksekutif sudah menggunakan laptop maka data dan informasi cukup disebar dalam bentuk digital.

Dia menambahkan, biaya yang dikeluarkan dari APBD untuk fotokopi dan alat tulis sangat besar. "Bayangkan saja, untuk setiap rapat dewan, berkas yang harus difotokopi tidak sedikit. Itu hanya untuk sekali rapat. Apabila jumlahnya dikalkulasikan dalam satu tahun, akan ketemu angka fantastis," tutur Arifin.

Meskipun laptop sudah sangat dibutuhkan, tuturnya, legislatif dan eksekutif belum melakukan analisis kebutuhan, baik terhadap jumlah maupun spesifikasinya.

Inventaris daerah

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Golkar (FPG), Tb. Raditya menegaskan, walaupun laptop sudah menjadi kebutuhan, namun status kepemilikannya harus jelas. Dia berpendapat, laptop menjadi inventaris daerah, bukan menjadi milik pribadi.

Status laptop sebagai barang inventaris daerah, kata Raditya, merupakan konsekuensi logis dari pembelian laptop yang menggunakan APBD dan keberadaannya untuk menunjang kineja anggota legislatif dan eksekutif. "Begitu ada anggota legislatif atau pejabat eksekutif yang selesai masa jabatannya, laptop harus dikembalikan ke pemerintah untuk digunakan pengganti mereka," katanya.

Raditya menekankan, jika anggota legislatif dan pejabat eksekutif ingin memiliki laptop secara pribadi, hendaknya membeli dengan uang sendiri.

"Malu dong, masa anggota dewan tidak mampu membeli laptop sendiri," katanya.

Raditya juga mengusulkan agar laptop itu disewa dari penyedia jasa penyewaan. Menurutnya, dengan menyewa, biaya yang dibutuhkan menjadi lebih hemat, dihitung dari cepatnya perkembangan teknologi.

Teknologi informasi dan komunikasi, kata dia, berkembang sangat cepat. Konsekuensinya, kebutuhan pengguna teknologi juga berubah cepat. Jika legislatif dan eksekutif harus selalu membeli laptop baru maka setiap perkembangan teknolologi (dalam hal ini laptop), akan membebani anggaran publik.

"Sedangkan jika menyewa, ketika teknologi komputer terus berkembang, kita tidak perlu lagi membeli yang baru. Cukup meminta provider untuk menggantinya," ucap Raditya.

Jika laptop sudah tersedia, dia sepakat dengan Arifin Sobari, yakni anggaran untuk fotokopi dan alat tulis harus dipangkas. "Anggota dewan cukup membekali diri dengan flash disk. Apalagi, teknologi nirkabel sudah semakin maju, saling tukar data tanpa menggunakan flash disk pun sudah bisa," tutur Raditya menegaskan. (A-132)***zaky PR
Dana Penyertaan Modal Mandeg
April 10, 2008
*Dewan Panggil Pihak Bank BRI

SOREANG-Komisi B DPRD Kabupaten Bandung akhirnya memanggil pihak Bank BRI cabang Majalaya, terkait madeknya pencairan dana penyertaan modal dan usaha kecil menengah (KUKM) dari Pemkab Bandung sebesar Rp 10 miliar.

Anggota Komisi B DPRD H. Tubagus Raditya yang dihubungi Radar Bandung, di ruang kerjanya, kemarin menjelaskan, selama ini pihaknya belum mengetahui persis duduk soalnya. Dari hasil pertemuan dengan BRI diketahui, dana yang sudah dikeluarkan baru Rp 6.65 juta.

“Pemanggilan ini adalah inisiatif kami, mengingat sebelumnya sudah ada laporan, bahwa dana yang sudah keluar itu baru Rp 6.60 juta-an. Artinya hanya ada selesih lima juta antara kami dengan pihak BRI,” ujarnya.

Hingga kini, BRI Majalaya sudah menerima 206 proposal pengajuan dana. Dari sejumlah proposal itu, baru 54 proposal yang sudah ditindak lanjuti, yakni menempuh teknis perbankkan. “Nah dari 54 proposal yang masuk itu, baru 16 proposal yang cair, jadi wajar kalau pihak BRI belum bisa mencairkan dana banyak, mengingat masih banyak proposal yang belum diverifikasi,” katanya.

Lebih jauh Raditya, menjelaskan, dana Rp 10 miliar itu, penyalurannya dibagi dua. Rp 10 miliar melalui BRI konvensional, yakni BRI cabang Majalaya, sedangkan yang Rp 1 miliar lagi melalui BRI Syariah. “Dana penyertaan modal ini sangat mendukung perekonomian masyarakat, kami dari Komisi B sangat respek atas program pemkab ini,” cetusnya.

Seperti telah ditulis sebelumnya, Raditya menduga bahwa kelambanan penyaluran itu, adalah disengaja oleh bank bersangkutan. “BRI Majalaya mendapatkan keuntungan yang banyak dengan dana penyertaan modal itu. Di dalam aturan bupati tentang penyertaan modal tersebut, Pemkab Bandung tidak mendapat jasa giro selama masa penyaluran. Artinya, semakin lama masa penyaluran, bank semakin untung.

Selain itu, dari bunga sebesar 7% yang dikenakan ke nasabah, sebesar 4% akan diambil bank pelaksana, 2% untuk UKM yang bersangkutan, dan 1% untuk pemupukan penyertaan modal,” tutur Raditya, Kamis (21/2).

Ia memaparkan, dengan memperlambat masa penyaluran, bank memiliki waktu yang lebih lama untuk mengelola uang tersebut tanpa harus membayar jasa giro kepada Pemkab Bandung. Oleh karena itu, Komisi B DPRD Kabupaten Bandung meminta BRI Majalaya menjelaskan alasan terlambatnya penyaluran dana tersebut.(aol)seeuwa Radar
Jalur Kopo-Soreang Rusak Berat
April 11, 2008

*Dewan Minta Pemprov Jabar Turun Tangan
SOREANG-Kondisi Jalan Provinsi sepanjang Kopo, Kota Bandung hingga Soreang Kabupaten Bandung saat ini rusak berat. Di sepanjang jalur padat itu, terdapat bolongan-bolongan dalam ukuran besar. Tak aneh kondisi ini semakin mempersempit jalur yang bisa digunakan.
Berdasarkan pantuan Radar Bandung di jalur tersebut, tiap hari, terutama dikala hujan turun, jalanan menjadi macet. Tak hanya menimbulkan kemacetan, di jalur tersebut kerap terjadi kecelakaan, terutama kendaraan roda dua, yang terperosok ke bolongan jalan. “Kalau hujan besar, bolong-bolong jalan tersebut tertutup oleh air hujan, sepintas kayak rata saja. Makanya banyak yang jatuh,” aku Mehdi (23) pedagang kaki lima di Kopo, kemarin.
Jumhana (45) sopir angkot jurusan Kebon Kalapa-Soreang menuturkan, sejak beberapa bulan terakhir dirinya selalu terjebak kemacetan. Ini berdampak terhadap penghasilannya. Ayah dua anak ini meminta pemerintah untuk segera memperbaiki jalur tersbut, agar para pengendara bisa kembali nyaman. “Kalau macet mah, penghasilan kami berkurang, karena perjalanan lama. Bayangkan saja dari Katapang ke Kopo bisa sampai sejam, padahal kalau tidak macet cukup 20 menit saja,” ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya mendesak Pemprov Jawa Barat untuk segera melakukan perbaikan. Kata politisi Golkar ini, jalur tersebut merupakan salah satu urat nadi yang menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung. “Jalan itu harus diprioritaskan, karena kalau jalannya rusak, saya kira perekonomian pun akan tersendat,” ujarnya, kepada Radar Bandung, kemarin.
Selaku anggota dewan, dirinya mengaku malu dengan banyaknya jalan yang hancur. Ini semua tidak terlepas dari lemahnya manajemen pemerintah, baik itu kabupaten maupun provinsi. “Saya katakan demikian, karena yang rusak itu bukan hanya jalan provinsi, tapi jalan kabupaten pun banyak yang jelek,” terangnya.
Kalau saja anggaran tahun sebelumnya tidak memungkinkan untuk memperbaiki jalan, pihaknya mendesak Pemprov untuk menganggarkan pada APBD tahun ini. “Ya, memang kita juga tahu APBD nya juga belum di sahkan. Tapi, kalau masalah ini sangat urgent saya kira bisa dicarikan dari pos lain,” pungkasnya. (aol)seeuwa Radar
Dewan Bakal Panggil PLN
Maret 31, 2008

*Potensi PJU Dipertanyakan
SOREANG-Komisi B DPRD Kabupaten Bandung akan memanggil PLN setempat guna mengetahui angka pasti potensi pajak Penerangan Jalan Umum (PJU). Ini terkait rencana kenaikan tarif listrik oleh pemerintah.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya mengatakan, sejauh ini pihaknya belum mengetahui angka pasti data potensi PJU yang sebenarnya ada di PLN. “Sebagai wakil rakyat, kami harus mengetaui dulu, apa latar belakang menaikan tarif, dan kalau saja merugi berapa angka kerugiannya, tentu banyak hal lain yang juga perlu kami ketahui,” jelasnya.
Angka kasar potensi pajak JPU yang diketahuinya berkisar antara Rp 40- 50 miliar. Menurut analisa dirinya, angka itu terlalu kecil bila dibandingkan dengan luas kawasan, serta banyaknya jalan umum yang menggunakan penerangan. Karenanya, PLN harus mampu menjelaskan dengan angka-angka yang nyata, agar kecurigaan selama ini bisa dihilangkan. “Segala sesuatunya harus jelas, jangan sampai buruk sangka itu terus dipelihara, sembari tidak berusaha menanyakan kepada yang berhak menjawabnya, dalam hal ini PLN,” ungkap Raditya.
Selain soal data, pihaknya juga meminta penjelasan seputar mekanisme perhitungan tarif listrik, soalnya masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Kalau hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin masyarakat bisa menyudutkan PLN. “Kalau masyarakat sudah mencurigai, tentu PLN akan tersudut, jelas kami tidak mengharapkan itu,” tandasnya. (aol)seeuwa Radar thanks

Selasa, April 08, 2008

Daerah Tangkapan Air


Untuk menanggulangi banjir di wilayah Kabupaten Bandung, harus dibuat daerah tangkapan air yang berfungsi untuk menampung aliran air dari anak sungai. Demikian dikatakan anggota DPRD Kab. Bandung, H. Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Selasa (8/4).

Menurut anggota Komisi B ini, hasil pertemuan antara Forum Peduli Citarum dengan Balai Besar Sungai Citarum (BBSC) yang juga dihadiri olehnya beberapa waktu lalu, balai tersebut siap bersama-sama memecahkan masalah banjir di Kabupaten Bandung.

"Usulan dari forum untuk membuat semacam daerah tangkapan air di wilayah banjir juga disepakati oleh BBSC dan balai tersebut siap membuat infrastrukturnya sedangkan pemkab hanya diminta untuk menyediakan lahan," kata Raditya.

Dijelaskan Raditya, daerah tangkapan air nantinya akan dijadikan tempat penampungan air sementara ketika Sungai Citarum tak mampu menampung air dari anak sungai yang ada. "Jika kondisi sudah normal, air tersebut bisa dialirkan kembali ke sungai sehingga bisa diatur sesuai kebutuhan," jelasnya.

Untuk itu, lanjutnya, rencana tersebut pemkab bisa segera mengalokasikan dana karena pihak lain sudah berniat untuk mencoba memecahkan permasalahan rutinitas banjir ini.(Rano) Boedak Baduy (Galmed)

Senin, April 07, 2008

PAD Kab. Bandung tak Mencapai Target

SOREANG, (PR).-
Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bandung dari pajak daerah tidak mencapai target. Sebaliknya, pendapatan retribusi dari sektor-sektor pelayanan publik, justru melebihi target. Hal itu terungkap dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Bandung yang disampaikan Bupati Bandung Obar Sobarna, dalam sidang paripurna DPRD Kabupaten Bandung, Senin (7/4).

Menurut Obar, target PAD Rp 152,407 miliar terrealisasi Rp 147, 631 miliar, atau 96,8%. Selain itu, target PAD dari hasil pajak daerah, Rp 62, 716 miliar, terrealisasi Rp 54, 391 miliar. Pajak daerah mencakup tujuh item, yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan galian C, dan pajak parkir. Yang mencapai target, pajak hotel, pajak hiburan, dan pajak parkir.

Berbeda dengan hasil pajak daerah, PAD dari hasil retribusi pelayanan umum meningkat. Target yang harus dicapai dari retribusi Rp 44,447 miliar, sedangkan realisasinya Rp 44,750 miliar. Hasil retribusi itu berasal dari 38 item, seperti pelayanan kesehatan, RSUD Majalaya, RSUD Soreang, pelayanan kebersihan dan lain-lain.

Sebagai contoh, dari pelayanan kesehatan terrealisasi Rp 6,342 miliar atau 101, 93% dari target Rp 6,222 miliar. RSUD Majalaya menyumbang Rp 5,797 miliar dari target Rp 5, 672 miliar. Pelayanan sampah/kebersihan menyumbang Rp 1,221 miliar dari target Rp 871,5 juta.

Menyesalkan

Anggota Komisi B Tb. Raditya menyesalkan penghasilan pajak daerah yang rendah, sedangkan penghasilan dari retribusi tinggi. Pemkab Bandung seharusnya mendongkrak penghasilan dari pajak, tapi mengupayakan agar penghasilan retribusi turun. "Kalau retribusi lebih tinggi, artinya Pemkab masih mencari keuntungan dari pelayanan publik. Merupakan sesuatu yang mengherankan, jika penghasilan dari rumah sakit melebihi target, tapi penghasilan dari restoran tidak mencapai target," katanya.

Tingginya penghasilan dari rumah sakit, menurut Raditya, juga menunjukkan tingkat kesehatan warga Kab. Bandung masih rendah. Kenyataan ini harus menjadi parameter bagi dinas terkait untuk bekerja lebih keras.

Pendapatan dari pajak penerangan jalan juga dipersoalkan. Berdasarkan perhitungan Raditya, seharusnya pajak penerangan jalan yang disetorkan PLN ke Pemkab Bandung bisa Rp 70 miliar. Tetapi, Pemkab menargetkan Rp 53,2 miliar, dan hanya tercapai Rp 45,4 miliar. "Kami meminta PLN lebih transparan. Selama ini, Pemkab Bandung hanya menerima setoran pajaknya," kata Raditya. (A-132)