Kamis, Januari 22, 2009

Tidak Sehat, Pemkab Bubarkan 15 PD BPR

SOREANG,(GM)-
Sebanyak 15 Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik Pemkab Bandung dibubarkan. Selanjutnya, mulai tahun ini Pemkab Bandung hanya akan memiliki satu PD BPR, dengan sistem perbankan bercabang. Masing-masing kecamatan nantinya memiliki satu kantor cabang.

Rancangan peraturan daerah (raperda) yang mengatur pembubaran seluruh BPR milik Pemkab Bandung itu, sudah selesai dibahas Panitia Khusus (Pansus) V DPRD Kab. Bandung dan akan segera disahkan melalui rapat paripurna.

Raperda inisiatif itu diberi nama Perda Kabupaten Bandung tentang "Pembubaran dan Konsolidasi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan (PD. BPR) Kabupaten Bandung".

Menurut anggota Pansus V DPRD Kab. Bandung, H. Tb. Raditya di Soreang, Rabu (21/1), sebelum melakukan langkah itu, Komisi B yang melakukan kajian menilai bahwa sebagian besar BPR yang ada sudah tidak sehat.

"Perda itu dibuat setelah Komisi B melakukan kajian atas kinerja seluruh PD BPR Kab. Bandung. Komisi B sudah sejak lama mengetahui sebagian besar PD BPR itu tidak sehat, tapi baru kali ini usulan untuk memperbaiki kinerja PD BPR mendapatkan tanggapan," katanya.

Ditambahkan anggota Pansus V yang juga anggota Komisi B ini, di dalam raperda tentang PD BPR itu juga ditetapkan pembubaran 12 PD BPR, yang sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. "PD BPR milik Pemkab Bandung awalnya berjumlah 27 buah. Namun, karena dianggap tidak sehat oleh Bank Indonesia, sebanyak 12 PD BPR dibubarkan beberapa waktu lalu," katanya.

Komisi B DPRD Kab. Bandung, lanjutnya, kemudian melakukan lagi pengkajian atas 15 PD BPR yang masih tersisa. Dari hasil kajian, terlihat hanya tiga BPR yang dinyatakan benar-benar sehat kinerjanya.

"Untuk membangun kinerja yang lebih efektif, akhirnya diputuskan untuk membubarkan 15 PD BPR yang tersisa, untuk kemudian asetnya dikonsolidasikan dan dibentuk PD BPR yang baru. Sampai saat ini kami belum memutuskan apa nama PD BPR, yang baru nanti dalam perda tersebut," kata Raditya.

Rp 100 miliar

Ke-12 PD BPR yang telah lebih dulu dibubarkan, adalah BPR Cipatat, BPR Cililin, BPR Lembang, BPR Cisarua, BPR Dayeuhkolot, BPR Pasir Jambu, BPR Pacet, BPR Ujungberung, BPR Buahbatu, BPR Rancaekek, BPR Cimahi, dan BPR Gununghalu.

Sedangkan 15 PD BPR yang akan dibubarkan dan dikonsolidasikan asetnya, adalah BPR Soreang, BPR Banjaran, BPR Ciwidey, BPR Cicalengka, BPR Ciparay, BPR Cikalongwetan, BPR Pameungpeuk, BPR Pangalengan, BPR Cipeundeuy, BPR Paseh, BPR Batujajar, BPR Padalarang, BPR Cicadas, BPR Sindangkerta, dan BPR Majalaya.

Selanjutnya, Pemkab Bandung hanya akan memiliki satu PD BPR dan akan beroperasi dengan menggunakan sistem cabang. Cabang-cabang itu akan dibentuk di beberapa tempat, termasuk pembentukan kas mobil, untuk memudahkan akses masyarakat pada institusi permodalan. Modal dasar PD BPR yang baru nanti, ditetapkan sebesar Rp 100 miliar.

"Dengan konsolidasi ini, PD BPR harus bisa lebih membantu UMKM dan bermain di sektor riil yang produktif," kata Raditya.

Dijelaskannya, nasabah BPR-BPR yang dibubarkan itu akan otomatis menjadi nasabah PD BPR yang baru. Demikian juga dengan kewajiban kredit atau utang piutang kepada BPR lama, akan dialihkan kepada BPR yang baru. (B.89)**

Sabtu, Januari 17, 2009

Kab. Bandung Tak Mau Menjadi "Hutan Tower"
77 "Tower" Operator Seluler Tak Berizin

SOREANG,(GM)-
Dari 277 tower operator telepon seluler yang ada di wilayah Kab. Bandung, 77 di antaranya tidak berizin. Melalui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penataan dan Pembangunan Tower Bersama yang sedang dibahas Panitia Khusus (Pansus) V DPRD Kab. Bandung, segera dilakukan penataan supaya Kab. Bandung tidak menjadi "hutan tower". 

Disampaikan anggota Pansus V, Tubagus Raditya di Soreang, Kamis (15/1), Raperda yang ditargetkan bisa diselesaikan dalam tahun ini juga akan mengatur retribusi yang bisa diperoleh pemerintah daerah. "Sekarang ini Pemkab Bandung hanya mendapatkan kontribusi sekali saja dari keberadaan tower tersebut, yaitu dalam pengajuan IMB (izin mendirikan bangunan). Nantinya tiap tahun pemerintah daerah harus mendapatkan pendapatan rutin," ujarnya.

Dikatakannya, Pemkab Bandung bisa menargetkan retribusi sebesar Rp 50 juta per tahun dari satu tower. "Dengan jumlah tower yang tersebar di Kabupaten Bandung, ini merupakan pemasukan bagi kas daerah yang tidak sedikit dan potensi ini harus bisa kita manfaatkan sebagai sumber pendapatan rutin daerah," jelas anggota Komisi B ini.

Pansus V, lanjut Raditya, akan mengundang para provider operator telepon seluler untuk dimintai pendapatnya terkait pembahasan Raperda tersebut. "Kita akan libatkan provider selaku pengguna nantinya, sehingga saran mereka bisa dijadikan masukan dan akhirnya mereka pun tidak merasa keberatan," paparnya. 

Hutan tower

Selain itu, kata Raditya, tower-tower yang ada harus mengikuti masterplan yang sudah disesuaikan dengan rencana tata ruang terbaru. "Bila tidak sesuai harus segera menyesuaikan karena sekarang pun banyak tower tidak berizin, tetapi sudah beroperasi. Dengan adanya perda semua harus sudah mengacu kepada aturan yang ada," katanya.

Keberadaan tower-tower itu sendiri, tambah Raditya, nantinya harus mengacu pada tower bersama yang minimal diisi 3 provider. "Nantinya cukup penyedia jasa tower saja yang mengajukan izin pendirian tower ke pemerintah dan provider lainnya melakukan kerja sama dengan penyedia jasa tersebut," katanya. 

Anggota pansus lainnya, H. Asep Anwar Mahfudin, mengatakan, tower-tower yang tidak di tempat semestinya harus siap untuk ditertibkan. "Bila sudah ada aturan , pemerintah daerah harus tegas," katanya.

Asep menduga, menjamurnya tower yang kemudian menjadi masalah akibat adanya ulah oknum yang membekingi sehingga dengan mudah tower tersebut berdiri tanpa sepengetahuan masyarakat. (B.89)**

Jumat, Januari 16, 2009

Perda Penataan Pasar Terbit Tahun Ini 
Rabu, 14 Januari 2009
SOREANG, (PR).-
Tahun ini, Kab. Bandung akan memiliki peraturan daerah yang mengatur penataan pasar modern dan pasar tradisional. Rancangan perda tentang pasar itu saat ini masih dalam pembahasan di Pansus V DPRD Kab. Bandung. 

Di dalam draf Rancangan Perda Pembangunan, Pengendalian, dan Penataan Pasar itu tercantum tentang aturan pembangungan pasar modern dengan pola zonasi. Artinya, jika ada yang akan membangun pasar modern, harus mengacu kepada aturan zona yang ditetapkan Pemkab Bandung. 

"Nanti akan diatur mengenai jarak dari perumahan, jarak antara pasar modern dan pasar tradsional, serta kemitraan pasar tradisional dengan pasar modern," kata anggota Pansus V, Tubagus Raditya, Selasa (13/1). 

Perda tentang pasar itu, kata Raditya, merupakan tanggapan atas maraknya pembangunan pasar modern seperti minimarket dan supermarket di wilayah Kab. Bandung. Selain itu, perda itu merupakan tindak lanjut yang diambil oleh Kab. Bandung, menyusul terbitnya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenindag) No. 53 Tahun 2008, yang juga mengatur tentang pasar tradisional dan pasar modern. 

"Kami dari Pansus V ingin agar Perda Pasar di Kab. Bandung bisa lebih detail mengatur tentang hubungan pasar tradisional, pasar modern, dan UKM. Oleh karena itu, kami ingin mengundang asosiasi pedagang, koperasi pasar, dan kalangan akademisi, untuk terlibat langsung di dalam pembahasan perda ini," kata Raditya. 

Dia mengatakan, Perda Pasar itu tidak hanya mengatur tentang pembatasan pertumbuhan pasar modern. Perda itu juga diharapkan bisa mengatur perkembangan dan kemandirian pasar tradisional, dengan membuat pasar tradisional setara dengan pasar modern. 

"Bupati sudah mengusulkan program pasar bersih. Tapi kami berharap program diterjemahkan dengan memperbarui bangunan pasar," kata Raditya.
(A-132/Pikiran Rakyat)***

Senin, Januari 12, 2009

Tidak Beri ASI, Dijatuhi Sanksi
Perda Kibbla Akan Diberlakukan di Kab. Bandung

Sebagai Hadiah Buat Kaum Ibu

SOREANG, (PR).-
Rancangan Peraturan Daerah Kab. Bandung tentang Kesehatan Ibu, Bayi yang Baru Dilahirkan, dan Balita (Kibbla) akan ditetapkan akhir Januari 2009. Di antara isi raperda tersebut, setiap ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya mendapat sanksi moral.

Adanya perda itu menjadikan hak-hak ibu dan bayi akan lebih dijamin pemerintah. Raperda Kibbla yang telah selesai disusun Pansus V DPRD Kab. Bandung, tinggal menunggu penetapan dalam sidang paripurna DPRD. Perda inisiatif dewan tersebut digagas bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Safa Institute.

Anggota Pansus V, TUBAGUS RADITYA, Minggu (11/1) mengatakan, Perda Kibbla digagas untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi di Kab. Bandung. Nantinya, perda mengatur hak-hak ibu yang akan melahirkan, saat melahirkan, dan pascamelahirkan.

"Yang paling penting , ada ketentuan bahwa ibu yang melahirkan harus mendapatkan pelayanan maksimal di tempat layanan kesehatan tanpa harus ditanya dulu, apakah memiliki uang atau tidak," ujarnya.

Selain itu, ibu yang melahirkan dan berasal dari keluarga miskin akan mendapat jaminan biaya melahirkan dari pemerintah. Namun, jaminan biaya itu hanya berlaku untuk anak pertama dan kedua.

Guna menjamin perda berjalan secara efektif, setiap desa di Kab. Bandung wajib membentuk tim tenaga Kibbla, termasuk harus ada seorang bidan. Tenaga Kibbla bertugas memantau dan memberikan pelayanan kepada siapa pun yang sedang hamil dan akan melahirkan.

"Tenaga Kibbla akan mendapatkan honorarium dari pemerintah kabupaten. Sementara anggarannya dari APBD," tuturnya menegaskan.

Kendati demikian, setiap ibu hamil dan akan melahirkan "dibebani" beberapa kewajiban. Pertama, tidak boleh lagi melahirkan dengan bantuan dukun beranak (paraji). Setiap kelahiran harus dilakukan bersama bidan. Sementara paraji hanya diizinkan mendampingi dan memberikan pelayanan pascakelahiran.

Selain itu, setiap ibu juga diwajibkan memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Apabila melanggar, ada sanksi sosial, yakni akan diumumkan di ruang publik.

Terkait pemberian ASI eksklusif, instansi pemerintah, swasta dan ruang publik, wajib memiliki tempat khusus bagi ibu untuk menyusui. Dengan demikian, kata Raditya, setiap sektor harus menunjukkan kerja samanya untuk menegakkan aturan tersebut.

"Setiap balita juga berhak mendapatkan imunisasi. Petugas Kibbla harus mengawasi agar imunisasi diberikan kepada setiap anak," tuturnya lagi.

Kepala Dinas Kesehatan Kab. Bandung, dr. Achmad Kustijadi mengatakan, Perda Kibbla ditujukan untuk menjamin hak kesehatan ibu, bayi yang baru dilahirkan, dan balita. "Perda itu sudah digagas sejak lama dan usulannya sudah disosialisasikan di berbagai pertemuan stakeholder. Alhamdulillah, kebutuhan dan target kami bisa diakomodasi dalam Perda Kibbla itu," katanya. (A-132)***