Jumat, Desember 26, 2008

30 Kades di Kabupaten Bandung Minta Perbup ADD Dikaji Ulang

SOREANG,(GM)-
Sebanyak 30 kepala desa (kades) yang tersebar di tujuh kecamatan di Kab. Bandung, mendatangi Gedung DPRD di Soreang, Rabu (24/12). Mereka meminta pihak legislatif meninjau ulang Peraturan Bupati (Perbup) No. 20 Tahun 2008 tentang Dana Alokasi Desa (DAD).

Para kades menyatakan, dua pasal dalam Perbup No. 20/2008 tersebut dianggap memberatkan. Dalam pasal 17 ayat 1 huruf i dan ayat 5 huruf h dijelaskan, untuk dapat mencairkan DAD, desa harus melunasi pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun sebelumnya dan tahun berjalan.

"Dana tersebut akan diberikan Pemkab Bandung bila desa telah menyetor PBB sebesar 60% tahun sebelumnya dan 35% tahun berjalan (untuk tahap I). Untuk tahap II, 75% lunas PBB tahun sebelumnya dan 40% tahun berjalan," kata salah seorang perwakilan kades, Asep Sutisna.

Syarat tersebut dinilai memberatkan dan tidak sesuai dengan orientasi, kondisi, dan semangat pembangunan desa. "Masih ada sekitar 80% pemerintah desa yang kebutuhan anggaran pembangunan desanya sangat bertumpu pada bantuan pemerintah di atasnya," jelasnya.

Asep yang menjabat sebagai Kades Sekarwangi mengatakan, akibat kondisi tersebut, banyak desa tidak bisa menjalankan program yang sudah direncanakan karena tidak adanya dana. "Program desa yag tertuang adalam Anggaran Pemerintah Desa tidak bisa berjalan karena desa tidak bisa mencari sumber lain untuk pendanaannya," papar Asep.

Dilanjutkan, pemerintah desa tidak akan mempermasalahkan tugas yang diberikan Pemkab Bandung berupa penarikan PBB dari masyarakat. "Hanya saja dana perimbangan desa yang berasal dari pusat, pencairannya tidak dihubungkan dengan pembayaran PBB. Karena pemerintah pusat pun tidak mengatur pencairan hak desa tersebut dengan tugas perbantuan apa pun," paparnya.

Ia menambahkan, pemerintah desa bisa saja menolak tugas perbantuan yang diberikan Pemkab Bandung karena memang tidak diatur pemerintah pusat. "Apalagi jika pemerintah Kabupaten Bandung dalam memberikan tugas perbantuan tersebut, tidak disertai dukungan sarana prasarana, dana serta sumber daya lainnya," katanya.

Layanan pajak

Anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya menyebutkan, banyak faktor yang menyebabkan desa tidak bisa memenuhi target PBB.

Menurutnya, masyarakat tidak mau membayar pajak karena pelayanan kantor pajak serta kemampuan masyarakat itu sendiri. "Selain karena tidak mampu, ada sebab lain, seperti objek pajak tidak sesuai dengan kenyataan akibat pendataan yang tidak benar dan proses pendataan ulang oleh kantor pajak pun tidak dilakukan dengan segera, selain juga kantor pajak yang jauh," ujar Raditya. (B.89)**

Rabu, Desember 24, 2008

Rencana Kenaikkan Tarif PDAM Kab Bandung Dikritisi

Soreang, Pelita
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, H Tb Raditya, SE menyarankan agar Pemkab Bandung, Pemkab Bandung Barat dan Pemkot Cimahi dan Pemkot Bandung duduk bersama untuk membahas mengenai rencana kenaikan tarif PDAM Tirta Raharja. Saran tersebut dilontarkan Raditya sehubungan dengan ditolaknya rencana kenaikan tarif PDAM Tirta Raharja tersebut oleh DPRD Kota Cimahi.

Anggota dewan dari Partai Golkar (PG) Kab. Bandung ini meminta agar masing-masing daerah tidak terlalu ngotot untuk menerima atau menolak kenaikkan tarif PDAM tersebut, termasuk kontribusi yang akan diberikan dari Pemkot Bandung. \"Cara koordinasi dengan duduk bersama adalah langkah yang terbaik,\" ujarnya, kepada Pelita semalam.
Dia mengakui masalah aset PDAM Tirta Raharja antara Pemkab Bandung dan Pemkot Cimahi hingga kini belum selesai dan harus segera diatasi. Karena itu, lanjutnya, kehadiran Pemkab Bandung, Pemkab Bandung Barat dan Pemkot Cimahi dalam membahas masalah kenaikan tarif PDAM Tirta Raharja secepatnya dapat terselesaikan.

Pihak DPRD Kab. Bandung yang mengusulkan agar tarif PDAM Tirta Raharja dinaikan hanya sekedar rekomendasi, sedangkan keputusannya ada ditangan pemerintah daerah, jelasnya.
Dalam pertemuan nanti, masih kata Raditya, tiga pemerin-tahan tersebut juga membicarakan masalah aset PDAM Tirta Raharja. Pasalnya, Kantor PDAM Tirta Raharja, milik Pemkab Bandung lokasinya berada di Kota Cimahi sehingga pengelolaan PDAM dikerjasamakan termasuk menghitung sejumlah aset yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Dengan perhitungan tersebut nantinya akan jelas berapa kontribusi yang diberikan kepada masing-masing daerah.

Mengenai, rencana kenaikan tarif PDAM yang dilakukan secara bertahap, kata Raditya, harus dibarengi dengan ditingkatkannya layanan kepada pelanggan PDAM. Diberitakan Pelita sebelumnya, kenaikan tarif air bersih PDAM Tirta Raharja Kab. Bandung sebesar 30 persen mendapat reaksi keras dari warga Kab. Bandung. Bahkan usulan tersebut ditolak DPRD Kota Cimahi dengan alasan peme-rintahan Kota Cimahi tidak pernah diajak berunding dalam rencana kenaikkan tarif tersebut. (ck-01)
Pendapatan Pemkab Bandung Tahun 2009 Jeblok

Soreang, Pelita
Anggaran belanja Pegawai Pemkab Bandung tahun 2009 melonjak naik dari Rp818 miliar menjadi Rp996 miliar. Sehingga Pemkab Bandung mengalami defisit Rp362 miliar dari total belanja Rp1.858 triliun, sementara pendapatan dinilai jeblok karena hanya mencapai Rp1.495 triliun.

Demikian disampaikan anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tb. Raditya, SE kepada Pelita semalam. Dari alokasi dana belanja tersebut, sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sementara alokasi untuk belanja modal untuk kegiatan masyarakat hanya terakolasi 16 persen, jelasnya.
RAPBD Kabupaten Bandung kini tengah di bahas di masing-masing komisi sebelum diserahkan kepada Panitia Anggaran (Pangar).

Sementara itu, untuk menutupi defisit ini, pihak eksekutif akan melakukan pinjaman daerah Rp240 miliar. Khusus untuk belanja pegawai, kami menyarankan agar masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), melakukan efisiensi, ujar Raditya.
Ia menjelaskan, anggaran belanja tidak langsung dengan total Rp1,2 triliun, Rp996 miliar di antaranya untuk belanja pegawai. Begitu pula dalam belanja langsung sebesar Rp645 miliar, terdapat belanja pegawai Rp64,6 miliar termasuk untuk mendukung belanja barang dan jasa Rp282,4 miliar. Sedangkan alokasi dana bagi program masyarakat Rp298,5 miliar atau hanya 16 persen.

Dicontohkannya, untuk kebutuhan kertas HVS saja dibutuhkan anggaran sebesar Rp20 miliar. Persoalannya adalah pengadaan kertas yang disediakan PT Indograf itu tidak melalui tender. Coba kalau melalui tender, pihak pemkab bisa menekan angka sampai Rp15 miliar sehingga bisa mengurangi beban biaya sebesar Rp5 miliar, tukasnya.

Raditya pun mengakui masih banyak sejumlah dinas yang seharusnya membantu pendapatan, tapi justru jalan ditempat. Dalam artian tidak mengalami peningkatan. Meski beberapa pimpinan mengalami pergantian. Semisal, Dinas Perhubungan (Dishub) yang seharusnya memberikan pendapatan sebesar Rp700 juta, ternyata hanya sanggup Rp400 juta. Padahal berdasarkan perhitungan matematis pendapatan itu bisa terlampui. \"Karena itu kami mentargetkan dari Dinas Perhubungan (Dishub) sebesar Rp500 juta pertahunnya,\" harap Raditya. (ck-01)

Berwisata di Tengah Meluapnya Cisangkuy

KAWASAN Bandung selatan identik dengan daerah banjir saat musim hujan tiba. Satu malam saja hujan mengguyur daerah ini, hampir dipastikan ada rumah yang tergenang di sekitar Dayeuhkolot atau Baleendah. Luapan Sungai Citarum serta semua anak sungainya adalah kambing hitamnya.

Sungai Cisangkuy adalah salah satu anak Sungai Citarum yang cukup besar dan bersumber dari sekitar Pangalengan, Kab. Bandung. Saat hujan besar di sekitar hulu, Sungai Cisangkuy sering kali "berulah" dan warga di sekitar hilir menjadi korbannya. Dalam beberapa tahun terakhir, Cisangkuy menjadi sumber bencana banjir bandang di Kec. Banjaran dan sekitarnya, serta kerap menyapu ratusan rumah.

Namun, pepatah orang bijak mengatakan, ada hal positif yang dapat ditarik dari hal negatif. Begitu juga dengan meluapnya Sungai Cisangkuy. Saat musim hujan datang dan air sungai meluap, Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Kec. Cimaung, Kab. Bandung, justru memanfaatkannya sebagai daya tarik wisata arung jeram.

Sejak setahun lalu, kawasan hulu Sungai Cisangkuy selalu dijadikan tempat arung jeram, khususnya saat musim hujan. Berbeda dengan aliran di hilir yang penuh dengan buangan limbah pabrik, di sekitar hulu Sungai Cisangkuy airnya masih bersih dengan alam yang masih perawan.

"Banyak petualang yang menyebutkan Sungai Cisangkuy adalah miniaturnya Sungai Cikandang Garut dilihat dari karakteristik jeram dan tingkat kesulitannya. Jalur yang biasa dilewati mencapai 11 km dengan lama tempuh sekitar 3 jam," kata Cucum Salman (29), penggiat arung jeram Sungai Cisangkuy, Selasa (4/11). Namun, menurut dia, terdapat short trip (jalur pendek) di jalur ini dengan jarak tempuh sekitar 7 km dan ditempuh dalam waktu 2 jam.

Titik awal jalur ini dimulai dari Kp. Pataruman, Desa Sukamaju, Kec. Pangalengan, tepatnya berada di sekitar perbatasan antara Kec. Pangalengan dan Cimaung. Perjalanan dengan perahu karet ini akan berakhir di sekitar Kp. Salamanjah, Desa Malasari, Kec. Cimaung di dekat perbatasan dengan Kec. Cangkuang, Kab. Bandung.

Menurut Salman, mulai bulan November hingga Mei, setiap tahunnya merupakan waktu yang ideal untuk berarung jeram di sekitar Sungai Cisangkuy. Sementara, pada bulan Juli hingga September, air di sungai ini sangat surut dan hampir tak mungkin digunakan untuk berarung jeram, karena airnya lebih banyak memasok air baku PDAM.

**

"DAYA tarik Sungai Cisangkuy saat musim hujan ini sebelumnya tak pernah dilirik, karena selalu diasosiasikan dengan bencana alam. Namun, setelah dikemas menjadi wisata arung jeram, ternyata sangat potensial," kata Ketua Kompepar Kec. Cimaung, Cecep Kurnia.

Menurut dia, wisata arung jeram ini juga digabungkan dengan daya tarik wisata lainnya termasuk outbound dan paint ball yang ada di Gunung Puntang, masih di Kec. Cimaung.

Beberapa wisatawan lokal dan mancanegara sempat mencoba berarung jeram di sini saat musim hujan lalu. Menurut Cecep, beberapa tamu yang dibawa ke sini bahkan menyamakannya dengan arung jeram di Bali.

Perjalanan mengarungi jeram di Sungai Cisangkuy (lebar sekitar 15 meter) tak membuat bosan. Hijaunya persawahan di sekitar sungai membuat segala kepenatan dan hiruk pikuk perkotaan serasa hilang. Sayangnya, saat berarung jeram, Selasa (4/11), permukaan air sungai terasa masih kurang tinggi hingga menyedot banyak tenaga untuk mengendalikan perahu. Curah hujan rupanya masih belum cukup banyak yang mengalir di sungai ini.

Para pengelola arung jeram serta paket wisata di Cimaung ini adalah para pemuda warga asli Cimaung. Meskipun terdapat keterbatasan dalam sarana dan prasarana --termasuk perahu karet, mereka terlihat sangat antusias untuk mengembangkan daerahnya.

"Kita sangat mendukung pengembangan wisata di Cimaung ini, terlebih setelah banyak tempat wisata Kab. Bandung kini masuk Kab. Bandung Barat. Sudah seharusnya upaya mereka didukung oleh semua pihak," kata Tubagus Raditya, salah seorang anggota DPRD Kab. Bandung.

Rupanya, potensi bencana jika dikelola dengan baik dan kreatif akan menghasilkan manfaat yang cukup menjanjikan. Siapa tahu, ke depan, bencana banjir di Dayeuhkolot dan Baleendah juga dapat dikelola menjadi objek wisata banjir saat musim hujan... (Deni Yudiawan/"PR")***

Pemkab Bandung Belanja Dana Kertas HVS Rp 20 M

Soreang, Pelita
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung diperkirakan meng-habiskan biaya kertas HVS sebesar Rp20 miliar. Karena itu, Komisi B DPRD Kab Bandung menyoroti belanja kertas HVS yang diajukan sejumlah dinas sebagai mitra kerja komisi tersebut.

Dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) APBD 2009, harga kertas HVS yang diajukan ke Komisi B tidak sama, sehingga dokumen pengajuannya dikembalikan lagi ke masing-masing dinas. Yaitu Dinas Peternakan, Dinas Pertanian, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan, Dinas Perindustrian, Badan Penanaman Modal, dan Badan Ketahanan Pangan.

Jenis kertas HVSnya sama, tapi harga yang diajukan berbeda, tukas anggota Komis B DPRD Kab. Bandung, Tb Raditya SE kepada Pelita Minggu (23/11/2008) sore.
Menurutnya, ada dinas yang mengajukan harga kertas HVS Rp35.000 per-rim. Tapi, ada juga dinas lain yang mencantumkan harga Rp37.000 dan Rp40.000, padahal jenis kertasnya sama.
Ini kan aneh, karena itu dokumen RKA terpaksa dikembalikan ke masing-masing dinas. Yang membingungkan lagi, ternyata besaran harga kertas HVS di lapangan tidak semahal itu, ujar Raditya sembari tersenyum.

Ia mengakui, temuan ini memang kecil, tapi paling tidak harus ada harga standar. Apalagi kami juga menemukan anggaran untuk pembelian cutter. \"Kalau kerja di media cetak mungkin kebutuhan cutter sangat dibutuhkan. Tapi ini kan dinas yang tidak begitu membutuhkan cutter,sangat tidak masuk akal, tandasnya.

Sementara itu, Raditya berharap, RKA yang sudah diberikan ke masing-masing dinas agar segera diperbaiki sebelum diserahkan kembali ke Komisi B. Paling tidak penentuan harga setiap barang harus memiliki standardisasi sesuai dengan keputusan bupati.
Selain itu, Komisi B juga mengusulkan agar pembelian alat tulis kantor (ATK) dilakukan melalui tender agar bisa menekan anggaran yang diajukan.

Raditya mencontohkan, kebutuhan kertas di masing-masing SKPD sekarang ini dibutuhkan dana sekitar Rp20 miliar. Ironisnya pembelian kertas ini tidak melalui tender. Angka itu bisa ditekan asalkan ditempuh dengan cara tender, tukasnya.

Diperoleh kabar, proyek pengadaan kertas tersebut kini dikuasai PT Indograf, yang dikelola Yanto SE, bendahara Partai Golkar Kab Bandung. Calon legislatif No 1 dari Partai Golkar (PG) daerah pemilihan (Dapil) 2 ini, menguasai berbagai proyek di lingkungan Pemkab Bandung, karena kedekatannya dengan Bupati Obar Sobarna. (ck-01)
Stadion Si Jalak Harupat Rugi Rp1,6 Miliar

Soreang, Pelita

Stadion SiJalak Harupat yang berdiri kokoh dipinggir Jalan Raya Cipatik, Desa Kopo, Kec Soreang, setiap tahunnya merugi Rp1,6 miliar.
Menurut data yang diperoleh Pelita, stadion kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung, yang menelan biaya Rp67 miliar ini, hanya mampu meraih pendapatan Rp400 juta, sementara anggaran yang diajukan pengelola kepada DPRD Kab. Bandung sebesar Rp2 miliar.

Tahun lalu pihak pengelola mengajukan angka Rp750 juta, tapi yang disetujui hanya Rp600 juta, jelas anggota DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya SE kepada Pelita semalam.
Menurut anggota Komisi B ini, pengelola stadion Si Jalak Harupat jangan lagi membebani masyarakat Kab. Bandung. Sebab, untuk menutupi kebutuhan stadion yang berkapasitas 27.000 tempat duduk itu dananya diambil dari uang rakyat. Pihak pengelola harus melakukan kreativitas dengan sering menggelar turnamen sepakbola bertaraf nasional maupun internasional. Jika tidak anggup libatkan pihak ketiga agar tidak rugi melulu, tukas Raditya.

Dia menambahkan, setiap kali menggelar pertandingan, pihak pengelola hanya mendapat keuntungan sebesar Rp25 juta, kecuali Persikab tidak dipungut bayaran. Sementara jika Persib bertanding, Panitia Pelaksana (Panpel) bisa meraup keuntungan Rp600 juta sekali bertanding.
Sebaiknya Pemkab Bandung, lanjut Raditya, membangun sarana jalan terlebih dahulu sebelum membangun stadion Si Jalak Harupat yang menggunakan fondasi tiang yang terbuat dari beton portal bertulang, dan rangka atap menggunakan bahan rangka baja box.
Akses jalan, akan lebih penting ketimbang dibangunnya Si Jalak Harupat. Anda bisa rasakan bagaimana ketika pertandingan usai, para penonton berdesak-desakan diluar stadion dan sulit untuk bergerak, tambahnya.

Pelita memperoleh kabar, pembangunan Stadion Si Jalak Harupat itu diprakarsai oleh Bupati Bandung, H Obar Sobarna, SIP. Stadion kebanggaan masyarakat Kab Bandung ini dirancang dengan penutup atap menggunakan metal roof (aluminium) dan beton pracetak untuk tempat duduk tribun.
Selain itu, Stadion Si Jalak Harupat berkapasitas tempat duduk antara 27.000-30.000 penonton. Belum termasuk untuk wartawan media cetak dan elektronik. Bahkan, untuk memberikan kenyamanan bagi penonton, telah disiapkan 24 pintu darurat, termasuk kamar kecil dan mushalla.

Sementara, lampu yang digunakan berkekuatan 1.000 lux, sehingga Stadion Jalak Harupat bisa menggelar pertandingan pada malam hari. Penggunaan lampu dengan kekuatan yang memenuhi standar FIFA itu memudahkan kru televisi untuk menyiarkan secara langsung pertandingan malam hari, karena didukung oleh 114 lampu.
Menurut rencana, di sektiar Stadion Jalak Harupat akan dibangun sarana cabang olah raga lainnya, yaitu kolam renang, bola voli, bulu tangkis, lapangan hoki, dan bola basket, dan bola voli serta mes atlet dan hotel. Si Jalak Harupat merupakan julukan bagi pahlawan Otto Iskandardinata, yang diartikan lincah dan trengginas. Diharapkan, dengan nama itu bisa memotivasi semangat atlet Kab. Bandung untuk terus berprestasi.

Sekarang, masih kata Raditya, tinggal bagaimana pihak pengelola stadion menjaga dan memanfaatkan fasilitas tersebut dengan baik dan profesional. Kalau sampai merugi terus tidak bisa dibayangkan apa jadinya Stadion Si Jalak Harupat suatu saat nanti, sambungnya. (ck-01)

Jumat, Desember 19, 2008

PPTSP Tidak Efektif


SKPD Tarik Ulur Perizinan





SOREANG,(GM)-
Komisi B DPRD Kab. Bandung mensinyalir masih ada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang memperlambat proses perizinan dan enggan mengubah pola pikir terkait perizinan sebelumnya. Hal ini menyebabkan proses perizinan yang dilayani pusat pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) tidak efektif.

Anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya di Soreang, Kamis (18/12), mengatakan, keberadaan PPTSP menyebabkan SKPD yang sebelumnya mengelola masalah perizinan merasa ada "bagian" mereka yang terambil.

"Sekarang ini kami melihat telah terjadi pembangkangan dari beberapa SKPD terhadap keberadaan PPTSP, karena mereka seperti kehilangan objek pendapatan," ujarnya.

Dikatakan Raditya, adanya perasaan kehilangan objek pendapatan, menyebabkan pegawai di SKPD tersebut tidak mau bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). "Padahal mereka sudah disumpah sebagai PNS untuk bekerja sesuai tupoksinya guna memberikan pelayanan kepada masyarakat," ungkapnya.

Menurut anggota dewan dari Partai Golkar ini, akibat masih adanya pola pikir yang belum berubah, banyak laporan dari pemohon izin yang tidak terlayani dengan baik. "Karena ada beberapa izin yang memerlukan kajian teknis SKPD, dan SKPD tersebut masih berpikir dengan pola lama sehingga tidak mau memproses. Pada akhirnya, waktu layanan yang sudah ditetapkan sesuai undang-undang tidak terpenuhi dan masyarakatlah yang dirugikan," paparnya.

Raditya mengatakan, PPTSP dibentuk untuk mempercepat regulasi birokrasi, bukan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian. "Jadi, masalah target pendapatan bukan ada di BPMP (Badan Penanaman Modal dan Perizinan) di mana PPTSP berada, melainkan ada di SKPD yang bersangkutan," tegasnya.

SKPD, lanjut Raditya, hendaknya berpikir untuk kepentingan institusi karena di PPTSP pun retribusi yang masuk langsung dikelola Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK). "Dengan adanya PPTSP, konsep menghitung dan membayar sendiri sesuai tarif dapat memperkecil peluang terjadinya pungutan liar. Pembayarannya pun tidak dengan uang, melainkan hanya resi bukti pembayaran," jelasnya.

Ditambahkannya, pola pikir SKPD harus cepat diubah dengan hadirnya PPTSP, karena keberadaan layanan tersebut mutlak dilakukan guna mempermudah Masyarakat dan investor. "Jangan sampai keberadaannya menjadi cuma-cuma akibat adanya 'penolakan' dari sesama SKPD sendiri," tegas Raditya. (B.89)**




Senin, Desember 15, 2008

Dana Makan Minum Rp 56,06 Miliar

SOREANG,(GM)-
DPRD Kota/Kab. Bandung akan memangkas anggaran makan minum (mamin) seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Pemotongan atau rasionalisasi terpaksa dilakukan karena anggaran untuk makan minum SKPD tersebut dinilai terlalu berlebihan.

Di lingkungan Pemkot Bandung, anggaran makan minum SKPD mencapai Rp 56,06 miliar. Jumlah tersebut, menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) RAPBD 2009 Kota Bandung, Lia Nur Hambali, dianggap terlalu besar. "Mungkin itu bisa dipangkas hingga 30%-nya. Kecuali mamin untuk pasien rumah sakit daerah," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (13/12).

Menurut Lia, anggaran sebesar Rp 56,06 miliar tersebut belum termasuk anggaran makan minum wali kota dan wakil wali kota yang masuk di Bagian Umum dan Perlengkapan.

Dikatakan, pemangkasan rencananya dilakukan di anggaran mamin harian dan rapat. Dalam pengajuannya, anggaran mamin harian mencapai Rp 3,37 miliar. Sedangkan mamin rapat mencapai Rp 21,8 miliar. "Seharusnya mamin dapat dikurangi dengan mengganti menu dengan yang lebih sederhana. Termasuk penggunaan anggaran mamin yang masih belum efektif," ujarnya.

Bisa ditekan

Sementara itu, Komisi B DPRD Kab. Bandung juga mengusulkan kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kab. Bandung untuk melakukan rasionalisasi biaya makan dan minum semua SKPD di Pemkab Bandung.

Komisi B menilai dana mamin yang diajukan secara keseluruhan bisa ditekan 15 - 20%. "Kalau bisa menetapkan standar harga yang sama dan yang berlaku di pasaran efisiensi bisa dilakukan," ujar anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" Sabtu (13/12).

Dikatakan, dengan efisiensi yang dilakukan, dana bisa dialokasikan untuk belanja modal serta dapat dikurangi belanja langsung sub-belanja barang dan jasa. "Belanja modal yang berhubungan dengan program di masyarakat diharapkan bisa meningkat dengan rasionalisasi ini," paparnya.

Raditya mengatakan, dengan rasionalisasi yang mulai diusulkan dalam RAPBD, defisit yang sebelumnya mencapai Rp 362 miliar bisa berkurang Rp 23 miliar.

"Jumlah defisit tersebut bisa berkurang lagi bila dana untuk tunjangan penghasilan pejabat yang harus dikaji secara ilmiah diberikan sesuai saran yang nanti diberikan pihak ketiga," jelasnya. (B.98/B.89)**

Rabu, November 19, 2008


RAPBD Kab. Bandung Defisit Rp 362 M

SOREANG,(GM)-Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kab. Bandung 2009 defisit Rp 362 miliar dari total belanja Rp 1.858 triliun dan pendapatan Rp 1.495 triliun. Dari alokasi dana belanja tersebut, sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sementara alokasi untuk belanja modal yang merupakan untuk kegiatan kepada masyarakat hanya teralokasikan sebesar 16%.
Untuk menutupi defisit ini, eksekutif melakukan rencana pinjaman daerah sebesar Rp 240 miliar. Sedangkan lembaga legislatif akan menyarankan efisiensi terhadap tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), khususnya yang menyangkut belanja pegawai.
RAPBD Kabupaten Bandung saat ini tengah dilakukan pembahasan di masing-masing komisi sebelum kemudian diserahkan kepada Panitia Anggaran (Pangar) untuk dibahas lebih lanjut.
Menurut anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Selasa (18/11), defisit yang terjadi dalam RAPBD Kabupaten Bandung tersebut karena besarnya jumlah belanja pegawai yang teralokasikan di belanja langsung serta belanja tidak langsung. "Pada belanja tidak langsung, terhadap belanja pegawai ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 818 miliar menjadi Rp 996 miliar," ujarnya.
Dijelaskan angggota dewan dari Partai Golkar ini, DPRD pun akan mempertanyakan pinjaman daerah sebesar Rp 240 miliar serta mekanisme yang akan dilakukan. "Di samping untuk menutupi defisit ini, ada sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) serta pencairan dana cadangan, rencana pinjaman daerah untuk menambah kekurangan defisit tersebut harus dipertanyakan," papar Raditya.Diungkapkannya, dalam rencana belanja daerah yang terdiri atas belanja tidak langsung serta belanja langsung, komponen belanja pegawai yang sudah teralokasikan dalam belanja tidak langsung juga teralokasikan di belanja langsung. "Untuk belanja pegawai ini kami akan meminta untuk dilakukan efisiensi karena ada belanja pegawai untuk mendukung kegiatan pembelian barang dan jasa serta besarnya pemberian tunjangan pegawai tanpa memberikan kriteria khusus sesuai saran pihak ketiga," ungkap Raditya.
Dalam belanja tidak langsung dengan total Rp 1,2 triliun, Rp 996 miliar di antaranya untuk belanja pegawai tersebut. "Belum lagi dalam belanja langsung sebesar Rp 645 miliar, terdapat belanja pegawai sebesar Rp 64,6 miliar untuk mendukung belanja barang dan jasa Rp 282,4 miliar. Belanja modal sendiri yang merupakan aloaksi dana untuk ptogram kepada masyarakat hanya Rp 298,5 miliar atau hanya 16%-nya saja dari total belanja," beber Raditya. (B.89)**

Sabtu, November 08, 2008



tubagus raditya - cintai aku



DOWNLOAD LAGUNYA DISINI

COBI DANGUKEUN RAOS HENTEU ....?

MAU DIJADIKAN NADA SAMBUNG PRIBADI ?

Ketik RING ON 7210090 Kirim Ke 1212 Khusus Flexi

(DENGAN MEN DOWNLOAD NADA SAMBUNG INI BERARTI ANDA MENYISIHKAN RP.500 UNTUK PANTI ASUHAN DI KABUPATEN BANDUNG)

HATUR NUHUN

Kamis, November 06, 2008


PDAM Kota Bandung Jangan Ambil Air dari Sungai Cisangkuy


BANJARAN,(GM)
Komisi B DPRD Kab. Bandung siap mengusulkan penghentian pengambilan air yang dilakukan PDAM Kota Bandung dari Sungai Cisangkuy. Sebab jika musim kemarau Sungai Cisangkuy yang menjadi sumber pengairan sawah milik warga nyaris terkuras.Hal itu dikatakan salah seorang anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, H. Asep Anwar Mahfudin saat melakukan dialog antara anggota DPRD asal daerah pemilihan VI Kab. Bandung dengan tokoh masyarakat di Aula Patal Banjaran, Kamis (6/11).
Pernyataan itu muncul setelah anggota dewan dari Fraksi Madani ini mendapat keluhan dari perwakilan kelompok tani asal Kp. Ciherang, Banjaran yang menyebutkan, Sungai Cisangkuy yang airnya diandalkan untuk pertanian, telah lama disedot untuk dikirim ke PDAM Kota Bandung."Kami pun di dewan sejauh ini tidak mengetahui berapa dan apa kontribusi yang telah diberikan PDAM Kota Bandung atas pemanfaatan air dari wilayah Kab. Bandung ini," ujar Asep.
Dikatakannya, pemanfaatan air dari wilayah Kab. Bandung yang sudah ada sejak zaman dulu itu sudah saatnya ditinjau kembali. "Dengan semangat otonomi daerah, kabupaten berhak atas pemanfaatan sumber daya alam oleh pihak lain. Kalaupun ada kontribusi bagi hasil, sejauh ini hanya dari Provinsi Jabar," jelas Asep. Diakui anggota dewan dari Partai Bulan Bintang ini, warga Kab. Bandung, saat musim kemarau sangat sulit mendapatkan air. "Selain untuk pengairan sawah, juga untuk kebutuhan sehari-hari dan wajar bila kita meminta kompensasi atas air yang telah dimanfaatkan," papar Asep.
Sedangkan dihubungi terpisah, anggota Komisi B lainnya, Tb. Raditya mengungkapkan, PDAM Kota Bandung tidak sedikit pun memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemkab Bandung. "Selain tidak ada kontribusi pendapatan bagi kas daerah, kontribusi lainnya pun kami justru mempertanyakan, karena tidak sedikit air yang sudah dimanfaatkan," katanya.
Ditambahkannya, dengan melihat kondisi tersebut bukan tidak mungkin komisinya akan membuat sebuah usulan agar dilakukan penghentian pasokan air bersih tersebut. "Jika daerah lain melakukannya, seperti Kuningan yang menghentikan suplai air bersih ke Cirebon, bisa saja kami lakukan karena tidak jelasnya kontribusi yang diberikan," tegas Raditya.
Diungkapkan anggota dewan dari Partai Golkar ini, sejauh ini bagi hasil yang diterima pemkab sebesar Rp 1,3 miliar dari air permukaan. "Dari bagi hasil ini kami minta di-break down, kalau ada dari PDAM Kota Bandung berapa besarnya dan sebanding tidak dengan air yang telah diambil, sekitar 1.400 liter/detik dan mampu memenuhi sekitar 7.000 pelanggan," ujarnya. (B.89)**

Selasa, November 04, 2008


Warga di 7 Kecamatan Belum Terima Kompor Gas

SOREANG,(GM)-
Komisi B DPRD Kab. Bandung mempertanyakan progres program konversi minyak tanah ke gas elpiji di beberapa kecamatan di Kab. Bandung yang sempat tertunda. Hingga saat ini, Komisi B masih menerima laporan tentang adanya warga di tujuh kecamatan yang belum menerima kompor dan tabung gas konversi.
Beberapa waktu lalu, dalam pertemuan antara Komisi B DPRD Kab. Bandung dengan PT Pertamina Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung diperoleh kepastian bahwa program konversi di wilayah Kab. Bandung akan selesai pada Oktober ini. Menurut anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, bila masih ada desa-desa yang warganya belum tersentuh program konversi dan pasokan gas elpijinya belum lancar, maka pasokan minyak tanah tidak boleh dihentikan. "Pertamina harus memegang komitmen bahwa untuk daerah yang belum tersentuh program konversi, minyak tanah bersubsidi tidak boleh ditarik. Kalau masyarakat sudah menerima semua, silakan penarikan minyak tanah dilakukan," katanya kepada "GM" di Soreang, Senin (3/11),
Dikatakannya, beberapa waktu lalu, masih ada desa di tujuh kecamatan di Kabupaten Bandung yang belum tersentuh program konversi. Kondisi itu diakui oleh pihak Pertamina yang kemudian melakukan pendataan kembali. "Pada saat itu Pertamina berjanji akan segera menyelesaikannya pada pertengahan Oktober. Jika sampai sekarang masih belum juga tuntas, harus dipertanyakan kenapa bisa terjadi," jelas Raditya.
Raditya khawatir, jika program ini belum tuntas dan minyak tanah bersubsidi sudah ditarik dari pasar, akan muncul persoalan lain. "Selain muncul gejolak di masyarakat, dikhawatirkan masyarakat akhirnya mengambil jalan pintas dengan merambah hutan dan akhirnya timbul masalah baru," tambah Raditya.
Sementara itu, Camat Kutawaringin, Agus Suhartono membenarkan, warga di 10 desa belum mendapatkan kompor dan tabung gas program konversi. "Dari 11 desa yang ada di Kecamatan Kutawaringin, baru warga 1 desa yang sudah mendapatkan gas dan kompor. Itu pun belum semua warga yang mendapatkannya," jelas Agus.
Agus mencontohkan di Desa Jelegong baru 2.000 gas yang dibagikan kepada warga. Padahal, jumlah kepala keluarga (KK) penerima di desa tersebut mencapai 3.407 orang. "Jumlah KK di Kecamatan Kutawaringin sendiri mencapai 25.267 orang," bebernya.Dikatakannya, desa-desa yang belum tersentuh program konversi, sudah sejak 3 minggu tidak mendapatkan pasokan minyak tanah. "Kondisi masyarakat saat ini sudah sangat menderita. Beberapa RT, RW, dan tokoh masyarakat sudah mempertanyakan kepada kami," urainya. (B.89)**

Jumat, Oktober 31, 2008

AYO SELAMATKAN BANGSA KITA !!!, MULAILAH DARI DIRI ANDA

Ada langkah lain yang perlu kita lakukan untuk menyelamatkan bangsa kita
1. Yang mempunyai deposito bertahanlah dengan deposito anda. Jangan ambil uang anda dari bank. Jika anda ikut ikutan mencairkan dana anda maka akan terjadi bank rush, dan krisis keuangan akan semakin parah.
2. Yang memiliki saham dan turunannya, jangan menjual saham dan derivasinya. Jika anda ikut ikutan menjual saham dan turunannya, maka harga saham akan semakin ambruk, dan krisis akan sungguh terjadi semakin parah
3. Jangan ikut ikutan memborong dolar. Jika anda ikut ikutan memborong dolar, maka harga dolar akan semakin tinggi dan rupiah semakin terpuruk. Harga barang impor akan semakin mahal, dan inflasi dalam negeri akan semakin menggila.
4. Jangan panik. Jika anda tidak panik, maka krisis akan cepat berlalu. Perekonomian akan cepat pulih. Harga saham akan cepat rebound. Dolar akan cepat menyesuaikan diri pada kurs yang rasional. Cadangan devisa kita cukup kuat. Jika anda panik dan ikut ikutan menarik deposito, menjual saham dan memborong dolar, maka anda ikut memberikan kontribusi pada semakin dalamnya krisis di Indonesia .
Tetapi tentu ini merupakan pilihan bebas. Tidak ada yang dapat melarang anda. Hati nurani yang bicara. Pilihan yang sulit bagi yang berduit tetapi silahkan memilih. Krisis keuangan global kian menebar ancaman menjadi krisis ekonomi global yang tidak main-main, bursa saham guncang dan nilai tukar Rupiah semakin melemah, ini semua menjadi indicator bahwa akan ada bencana baru yang siap menerkam.
Para kaum Kapitalis yang ingin meraup keuntungan dengan cara cepat dan menjadi SERAKAH akhirnya menjadi sumber dari segala krisis yang kita belum tau kapan akan berakhir.
Pertanyaannya adalah apa yang bisa kita lakukan untuk ikut membantu agar krisis ini tidak menghancurkan sendi-sendi perekonomian Bangsa ini?
Tentu kita tidak ingin ini menjadi periode 10 Tahunan (1998-2008), mimpi kelam krisis ekonomi 10 tahun lewat tentu tidak ingin kita munculkan kembali, tapi jika Anda tidak peduli maka bisa saja hal ini akan terjadi !!!!
Dan jika itu terjadi maka Bangsa ini akan semakin terpuruk, akan muncul PHK besar-besaran, sector riil yang tidak bergerak, system perbankan yang sudah tidak dipercaya lagi dan akhirnya kita kembali ke NOL lagi.
Jika Anda masih mencintai Bangsa ini maka ada banyak hal yang bisa Anda lakukan, paling tidak MULAILAH DARI DIRI ANDA SENDIRI..!! , contoh kecil sbb : Jika Anda seorang awam sebagaimana saya, maka yang bisa kita lakukan adalah :
Gunakanlah PRODUKSI DALAM NEGERI dalam semua aktivitas hidupmu,dengan langkah ini akan menyelamtkan Sektor Riil, usaha-usaha kecil akan berkembang, dan akhirnya kita bisa berdiri tegak dan mengatakan KITA BISA HIDUP DARI NEGERI KITA SENDIRI.
Langkah kecil lain jangan sok mengkonsumsi produk makanan luar negeri, jika anda senang makan Durian tidak perlu durian Bangkok Thailand cukup durian local toh tidak kalah rasanya, jika senang makan Jagung? Tidak perlulah Jagung Thailand cukup jagung local, tidak perlu makan-makan di outlet2 dengan brand luar negeri, toh ayam kampung kita tidak kalah nikmatnya, hal kecil ini kadang tidak kita sadari tapi ketahuilah EFEK nya sangat luarbiasa, anda bisa bayangkan jika semua anak bangsa ini berfikiran sama, jika anda konversikan dengan modal yang beputar maka Anda akan kaget dan heran akan IMPACT yang sangat luar biasa, yakin dan percayalah dengan cara kecil ini Krisis ini tidak akan terjadi DISINI di BUMI INDONESIA.
Gunakan angkutan Massal jika itu anda bisa lakukan, itu akan membantu untuk mengurangi konsumsi energi yang luar biasa yang sebetulnya> tidak perlu, disamping mengurangi polusi, jangan lupa disamping krisis keuangan yang berpotensi menjadi krisis Ekonomi kita juga dihadapkan dengan krisis Energy..!! kenyamanan mungkin belum kita pikirkan sekarang, percayalah bahwa aroma sesaknya penumpang di Angkot dan bus-bus itu masih menimbulkan secercah harapan bahwa> sector riil kita masih bergerak.
Berbelanjalah di pasar-pasar tradisional, berdayakan warung-warung kaki lima , percaya atau tidak Ekonomi Kerakyatan terbukti mampu menyelamatkan perekonomian kita.
Jika Anda seorang pelaku bisnis maka tolong jangan hanya memikirkan untuk meraup keuntungan pribadi semata-mata hanya dengan memikirkan Import barang-barang murah yang hanya akan menghancurkan produk dalam negeri, jangan lari dari tanggung jawab dengan membawa lari modal ke luar negeri, ingat menjaga, mengusahakan agar Capital Inflow akan lebih bijkasana dan akan sangat membantu Negeri ini, jangan biarkan capital outflow terjadi itu sama dengan menghancurkan perekonomian Rakyat LET' S SAVE OUR NATION, START FROM YOUR SELF!!!!
Lakukan hal sederhana ini maka Anda akan lihat akibat penyelamatan yang luar biasa.

Minggu, Oktober 26, 2008


Komisi B Usulkan Kantor Pajak Mobile

Jumat, 24 Oktober 2008
BANDUNG (SINDO) –Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mengusulkan dibentuknya kantor pelayanan pajak mobile untuk memberikan pelayanan prima kepada publik di bidang perpajakan. Hal itu diungkapkan mengingat banyaknya warga Kabupaten Bandung yang mengeluhkan masih bingung dan rumit untuk mengurus perpajakan. ”Karena itu perlu dibentuk kantor pelayanan pajak yang lebih mobile dan lebih dekat melayani masyarakat. Misalnya dengan cara membuat kantor layanan berkeliling secara reguler, ini akan sangat membantu masyarakat memudahkan niat baiknya untuk membayar pajak,” ungkap anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya kepada wartawan, kemarin.
Untuk memfasilitasi pelayanan tersebut, kata Raditya, Pemkab Bandung harus bisa memberikan bantuan ke kantor pajak setempat dengan menyediakan mobil keliling. Pihaknya optimistis jika pemkab berani melakukan langkah tersebut, penerimaan asli daerah (PAD) pun bisa meningkat signifikan. ”Ini juga penting guna menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif sehingga pemkab mampu memberikan pelayanan publik yang prima. Bahkan sudah saatnya pembayaran pajak itu juga dilakukan secara online,” tandasnya. Dengan kantor pelayanan pajak mobile tersebut pemerintah bisa melayani masyarakat hingga ke pedesaaan. Sementara hingga saat ini lokasi kantor pelayanan pajak Kabupaten Bandung masih membingungkan masyarakat di mana ada dua kantor pajak, yakni Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Majalaya, namun lokasi kantornya di Jalan Peta Kota Bandung, sementara KPP Pratama Soreang berlokasi di Cimareme, Padalarang.
(iwa ahmad sugriwa/seputar indonesia)

Tunjangan RT/RW Naik 100 Persen

SOREANG, (GM).-Tunjangan para ketua RT/ RW di Kab. Bandung akan mengalami kenaikan hingga 100%. Untuk tunjangan ketua RT, naik dari Rp 25.000/bulan menjadi Rp 50.000/bulan dan tunjangan ketua RW naik dari Rp 40.000/ bulan menjadi Rp 80.000/bulan.
Menurut Ketua DPRD Kab. Bandung, H. Agus Yasmin, S.I.P., M.Si., dalam pembahasan anggaran tahun 2009, Pemkab Bandung telah menyetujui kenaikan tunjangan bagi para ketua RT dan ketua RW. "Kami menilai apa yang ingin dilakukan Pak Bupati untuk menaikkan insentif ini sangat wajar. Untuk itu kami dari lembaga legislatif mendukung upaya tersebut," ujar Agus Yasmin di Soreang, Jumat (24/10).Dikatakan, tugas dari para ketua RT dan ketua RW sangat berat. Karena itu, perlu mendapatkan dukungan serta perhatian dari pemerintah daerah. "Keberadaan RT dan RW sedikit banyak telah meringankan tugas pemerintah desa. Untuk itu mereka harus mendapatkan dukungan yang sewajarnya dari pemerintah," jelasnya.
Ditambahkan, usulan kenaikan tunjangan RT/RW kerap dilontarkan saat anggota dewan melakukan reses. Peningkatan pelayananKenaikan tunjangan ini, lanjut Agus, harus dibarengi peningkatan pelayanan para ketua RT dan ketua RW kepada masyarakat. "Harapan kami nantinya bisa lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tidak justru sebaliknya," katanya.
Anggota DPRD dari Partai Golkar, Tb. Raditya mengatakan, pelaksanaan program pemerintah pusat seperti bantuan langsung tunai (BLT), raskin serta program konversi gas, telah membuat kerja para ketua RT dan ketua RW menjadi lebih berat. Kepala Desa Tegalluar, Dadang Supriatna menyambut baik rencana kenaikan tunjangan tersebut. "Dalam melaksanakan tugas, desa tidak bisa lepas dari peran para ketua RT dan ketua RW. Mereka jauh lebih tahu kondisi di masyarakat sehingga sangat wajar bila pemerintah memberikan perhatian seperti ini," katanya. (B.89)**

Warga Kab. Bandung Kesulitan Bayar Pajak
SOREANG, (GM).-Warga Kab. Bandung makin kesulitan dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Sudah sejak setahun lalu, kantor pelayanan pajak yang berada di Soreang pindah ke wilayah Cimareme, Kab. Bandung Barat."Kondisi geografis Kab. Bandung yang sangat luas, seharusnya juga didukung pelayanan pajak keliling," kata anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Kamis (23/10).Menurutnya di wilayah Kab. Bandung saat ini sudah tidak ada lagi kantor pelayanan pajak. "Sekarang ada kantor pajak dengan nama Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Majalaya di Jln. BKR Bandung. Selain itu, kantor pelayanan pajak yang semula berada di lingkungan Pemkab Bandung telah berpindah ke Cimareme dengan nama KPP Soreang," ujar Raditya.Kondisi ini, lanjutnya, akan makin menyulitkan warga Kab. Bandung untuk melakukan verifikasi hal yang menyangkut perpajakan. "Masalah yang berhubungan dengan perpajakan seringkali ditemukan di masyarakat dan akhirnya membuat masyarakat enggan membayar pajak," jelasnya.Raditya mencontohkan warga Desa Girimekar, Kec. Cilengkrang yang menolak membayar pajak karena pendataan yang tidak akurat. Masalah tersebut akan bisa diselesaikan dengan cepat jika pelayanan lebih ditingkatkan. "Aparat desa sendiri dalam hal ini hanya sebagai tugas perbantuan, tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh mereka," beber Raditya. Layanan mobileDitambahkan Raditya, kondisi geografis Kab. Bandung yang luas, sudah seharusnya didukung layanan pajak keliling dengan jadwal yang tersusun. "Kantor pajak bisa memperbanyak jaringan pelayanan melalui layanan pajak keliling dengan mobil di tiap kecamatan. Sehingga permasalahan tentang perpajakan di masyarakat bisa terlayani dengan baik," katanya.Untuk itu, Pemkab Bandung bisa memberikan hibah kendaraan kepada kantor pajak agar pelayanan pajak keliling bisa segera dilakukan. "Memang seharusnya hal ini menjadi tanggung jawab kantor pajak, tetapi untuk mempercepat pemkab bisa memberikan hibah. Karena yang lebih penting, masyarakat bisa dengan mudah memperoleh pelayanan pajak sehingga tidak akan mempersulit mereka dalam mendapatkan layanan lainnya di tingkat kecamatan," ujarnya. (B.89)**

Rabu, Oktober 08, 2008

Kab. Bandung Butuh Banyak SPPBE

SOREANG, (GM).-
Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Pemkab Bandung baru menerima satu pengusaha yang mengajukan izin pendirian stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) di Kab. Bandung. BPMP siap mempercepat proses pengajuan izin SPPBE jika para pengusaha berniat berinvestasi di wilayah Kab. Bandung.

Dikatakan Kepala BPMP Pemkab Bandung, Drs. Agus Suratman kepada "GM" di Soreang, Rabu (8/10), izin yang diajukan seorang pengusaha yang juga bergerak dalam bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ini masih dalam proses. "Tahapannya sudah kepada peninjauan lokasi di Rancaekek, kebetulan ada bekas pabrik yang tidak dipakai dan kemungkinan lokasi tersebut yang akan digunakan," katanya.

Selain pengusaha tersebut, lanjut Agus, masih ada pengusaha lain yang berniat mendirikan SPPBE di Kec. Bojongsoang. "Pada prinsipnya kami siap mendukung dalam perizinan dan sistemnya bisa dilakukan sewa lahan oleh pengusaha tersebut," jelasnya.

Dikatakan, dalam memberikan perizinan, BPMP mensyaratkan pengusaha untuk melibatkan pemerintah desa setempat. "Bisa saja dilakukan kerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa dalam penyalurannya dengan melibatkan bekas pengecer minyak tanah untuk menjangkau daerah yang tidak terjangkau," paparnya. 

Sangat dibutuhkan

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya di tempat berbeda mengatakan, sejalan dengan program konversi gas oleh pemerintah, keberadaan SPPBE di setiap daerah harus segera ditambah. "Khususnya di Kabupaten Bandung, SPPBE belum ada, sedangkan program konversi gas sudah berlangsung yang mengakibatkan demand lebih tinggi dibanding suplai," ujarnya.

Menurut Raditya, SPPBE yang ada diwilayah Bandung dan sekitarnya tidak akan bisa memenuhi program konversi gas warga. "Setidaknya dibutuhkan lima SPPBE untuk memenuhi kebutuhan gas warga di Kabupaten Bandung. Seharusnya pemerintah sebelum menggulirkan program konversi, harus didukung dengan keberadaan infrastruktur terlebih dulu," tegas anggota dewan dari Partai Golkar ini. (B.89)**

Minggu, September 28, 2008

KEMISKINAN
Kartu Bantuan Tunai Langsung Pun Terpaksa Digadaikan
Oktora Veriawan, Andri M Dani Tribun Jabar

BEGITU banyak dan makin bervariasinya fakta-fakta getir yang dialami warga miskin negeri ini. Belum lama muncul adanya istilah kemiskinan akut, menyusul ricuh antrean zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 warga miskin.
Kejadian tersebut sepertinya nyambung dengan hasil penelitian Jeffrey D Sachs tentang masalah kemiskinan selama 30 tahun. Dalam penelitiannya itu ia menemukan setiap hari 20.000 nyawa melayang akibat kemiskinan akut. Sesuai dengan kenyataan empiris, kenyataan ini adalah satu petaka besar.
Fakta-fakta getir pun terus terjadi. Tak lama setelah tragedi kemiskinan di Pasuruan, ada kejadian yang tidak kalah memprihatinkan. Belasan kepala keluarga (KK) di Desa Bojongsoang menggadaikan kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT) mereka kepada seseorang yang menjadi bank berjalan di desa tersebut.
Ada dugaan kuat, warga yang umumnya dari kalangan keluarga miskin tersebut itu terpaksa melakukannya karena terdesak kebutuhan menjelang Lebaran. Apalagi saat ini bukan hanya harga-harga kebutuhan pokok yang terus meroket. Warga miskin pun umumnya kelabakan untuk memasak karena mahalnya minyak tanah. Mau beli gas elpiji, uang hanya cukup untuk beli beras. Jalan pintas pun dilakukan belasan warga Desa Bojongsoang.
Jauh-jauh hari setelah kartu BLT dibagikan perangkat desa, mereka menggadaikan kartu BLT senilai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu kepada seseorang. Padahal, kartu BLT tersebut jika dicairkan ke kantor pos nilainya Rp 400 ribu.
"Tadinya saya gadaikan kartu BLT karena saat itu saya butuh uang untuk memasak. Kalau nunggu sampai pencairan, terlalu kelamaan. Keluarga saya mau makan apa. Jadi, terpaksa kartu BLT digadaikan untuk memenuhi kebutuhan selama puasa," ungkap seorang warga di RW 05 Desa Bojongsoang.
Ia menuturkan, saat pencairan hari pertama tiba pada tanggal 15 September, belasan warga tersebut didatangi oleh seseorang yang disebut "bank kredit berjalan". Mereka disuruh mencairkan kartu BLT masing-masing ke kantor pos dan seseorang tersebut menungguinya di luar.
Setelah BLT dicairkan, uang BLT tersebut seluruhnya langsung diambil oleh orang yang menungguinya itu. Padahal saat digadaikan, jumlah uang yang dipinjam jauh lebih kecil dari besaran pencarian kredit.
Melihat kejadian ini, wakil rakyat pun angkat bicara. Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya mengatakan, kasus penggadaian kartu BLT ini disebabkan karena pembagian kartu yang terlalu cepat, atau terlalu jauh dari tanggal pencairan.
"Kartu BLT sudah dibagikan sebulan sebelum pencairan, jadinya terbuka kesempatan bagi keluarga miskin untuk menggadaikan kartu kepada seseorang, bahkan kepada rentenir," jelasnya.
Ketua RW 05 Bojongsoang, Anas, di depan anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mengatakan, dia tidak tahu persis jumlah warganya yang menggadaikan kartu BLT. Namun kasus seperti ini terjadi hampir di semua RW di desa tersebut.
"Jumlahnya tidak terperinci, tapi hampir belasan warga di setiap RW melakukan sistem penggadaian seperti ini," ujarnya.
Komisi B DPRD Kabupaten Bandung mendesak agar perangkat desa, kecamatan, dan pihak kepolisian ikut memantau kasus seperti ini yang banyak ditemukan di Kecamatan Bojongsoang.
Masih soal BLT, nasib tragis dialami seorang warga miskin di Ciamis. Yanto Sumarno (48), warga itu, mengembuskan napas terakhir setelah antre mengambil uang BLT.
Sebelum Yanto meninggal, mendadak penyakit TBC basahnya kambuh dan kelelahan saat antre pencairan dana BLT tahap II di Kantor Pos Panawangan, di sisi jalan raya Ciamis-Cirebon, Rabu (17/9) pukul 09.30.
Yanto terpaksa dilarikan ke Puskesmas Panawangan. Namun, malang bagi warga miskin asal Dusun Cisapi RT 02/RW 03, Desa Nagarajati, Panawangan, tersebut. Ia meninggal saat mendapat pertolongan di Puskesmas Panawangan.
"Yang bersangkutan meninggal di puskesmas setelah menerima uang BLT yang menjadi jatahnya. Kebetulan korban mengidap penyakit gangguan pernapasan, TBC basah. Setelah menerima uang BLT di kantor pos sebesar Rp 400.000, penyakitnya kambuh sehingga dilarikan ke puskesmas, tapi rupanya nyawanya sudah tak tertolong lagi," terang Camat Panawangan Drs Suryatna kepada Tribun.
Ternyata, berdasarkan penuturan sejumlah warga, saat akan mencairkan dana BLT tahap II itu Yanto nekat berjalan kaki dari rumahnya di Dusun Cisapi, Desa Nagarajati, ke Kantor Pos Panawangan yang berjarak sekitar 5 km. Sekitar pukul 09.00, Yanto sudah tiba di lokasi kantor pos dan ikut antre bersama warga miskin lainnya.
Namun, rupanya Yanto tak kuat. Dudung (32), warga sekampungnya yang juga penerima BLT, kemudian memapah Yanto ke bangku ruang tunggu kantor pos. Setelah menerima jatah BLT, kondisi Yanto makin memburuk.
Napas Yanto tersengal-sengal. Penyakit sesak napas akibat penyakit TBC yang dideritanya kumat sehingga ia dari kantor pos dibawa ke puskemas. "Namun saat di puskemas nyawa warga tersebut sudah tak tertolong lagi. Sebelum meninggal ia sudah sempat menerima BLT," tutur Suryatna. (*)

Senin, September 22, 2008

DPRD Kab. Bandung Pertanyakan Kontribusi PDAM Kota Bandung


SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung mempertanyakan kontribusi yang diberikan PDAM Kota Bandung kepada Pemkab Bandung. DPRD mensinyalir, dalam perhitungan anggaran bagi hasil, persentase terbesar dikantongi Pemprov Jabar.

Menurut anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, sejauh ini DPRD belum mengetahui kontribusi yang diberikan PDAM Kota Bandung terhadap Pemkab Bandung.

"Dalam rapat dengan dinas terkait, belum ada keterangan jelas apa yang diberikan PDAM Kota Bandung terhadap pemkab sebagai kompensasi memanfaatkan sumber mata air di wilayah Kabupaten Bandung," ujar Raditya.

Dikatakannya, beberapa sumber mata air yang dimanfaatkan PDAM Kota Bandung, di antaranya berasal dari sungai di wilayah Pangalengan, Cilengkrang serta Cimenyan. "Sumber-sumber mata air yang sudah dimanfaatkan tersebut setidaknya bisa memberikan kontribusi bagi sumber pendapatan Kabupaten Bandung, baik sebagai pajak air permukaan atau apa pun namanya," jelasnya.

Ditambahkan Raditya, sumber air yang dimanfaatkan oleh PDAM Kota Bandung jumlahnya tidak sedikit. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber air tersebut seharusnya sebuah sumber pendapatan yang tidak sedikit pula.

"Kondisi ini tentunya harus menjadi perhatian semua dan mendatang harus jelas seperti apa aturan main antara dua pemerintahan ini. Karena PDAM Kab. Bandung sendiri tidak memanfaatkan sumber air yang berada di wilayahnya sendiri," terangnya.

Diungkapkannya, sudah saatnya pemkab bisa mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki sebagai salah satu sumber pendapatan.

Bagi hasil

Hal senada dikatakan anggota Komisi B lainnya, H. Asep Anwar Mahfudin. Menurutnya, dengan semangat otonomi daerah, pemerintah harus bisa mengelola sumber daya yang dimiliki menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Sumber air ini memang karunia Tuhan, tetapi dengan semangat otonomi, sumber daya yang kita miliki harus bisa berdaya guna bagi masyarakat," kata anggota dewan dari Fraksi Madani ini.

Dilanjutkannya, dalam setiap pembahasan anggaran, salah satu sumber pendapatan atas bagi hasil, baru diperoleh dari Pemprov Jabar. "Bila pemanfaatan sumber air oleh PDAM ini ada bagi hasilnya, kenapa dalam setiap pembahasan anggaran tidak pernah ada. Baru ada dari bagi hasil Pemprov Jabar," bebernya.

Dikatakan Asep, yang menjadi ironi adalah masih banyaknya daerah di Kab. Bandung yang rawan ketersediaan air bersih. Padahal, Kab. Bandung memiliki sumber daya air yang banyak.

"Daerah yang dilalui pipa transmisi air dari Sungai Cisangkuy di Pangalengan adalah daerah rawan air bersih. Sangat miris sekali jika warga sekitar tidak bisa memanfaatkan sumber air dari wilayahnya sendiri," tambahnya.

Untuk itu, lanjut Asep, dalam waktu dekat Komisi B akan melakukan pertemuan dengan PDAM Kota Bandung untuk membicarakan masalah tersebut. (B.89)**

Rabu, September 10, 2008

Soal Kelangkaan LPG 3 Kg, Rakyat Kab Bandung Didzalimi

Soreang, Pelita
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, H Tb Raditya, SE menilai, pemerintah telah mendzalimi masyarakat Kab Bandung terkait dengan kelangkaan Elpiji 3 Kg di pasaran dan melambungnya harga gas tersebut.
Pemerintah sudah sepantasnya memperhatikan rakyat ditengah kesulitan ekonomi menjelang Kebaran, katanya kepada Pelita, Rabu (10/9).
Selain itu, lanjut anggota dari Partai Golkar (PG) ini, pemerintah dinilai tidak siap dalam melakukan konversi minyak tanah ke gas elpiji. Ambil contoh, minyak tanah berkurang di pasaran, dan elpiji pun sulit didapat, kalaupun ada harganya melambung tinggi.
Kebutuhan gas bagi masyarakat Kab Bandung sekarang ini sangat tinggi, tapi ironisnya Kab Bandung tidak memiliki SPBE. Idealnya di wilayah Kab Bandung memiliki empat atau lima stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) sehingga masyarakat tidak sulit mendapatkan gas elpiji, ujar Raditya berapi-api.
Beberapa hari belakangan ini, warga dan pedagang Pasar Kopo Sayati, Kab Bandung mengeluhkan harga gas elpiji tabung 3 kilogram yang mencapai Rp20.000. Tingginya harga gas elpiji tabung 3 kg dipicu kelangkaan yang terjadi di tingkat agen dan pengecer.
Bahkan PT Kharisma, di Jln Manglid, Kec Margahayu, Kab Bandung, yang merupakan pemasok Elpiji 3 kg terbesar, Rabu siang kemarin gerbangnya ditutup rapat karena kekurangan stok.
Awal puasa, harga gas elpiji tabung 3 kg berkisar antara Rp15.000 hingga Rp16.000 (harga normal, red). Namun, tersendatnya pasokan membuat harga gas elpiji tabung 3 kg merangkak naik menjadi Rp17.000. Terakhir, harga gas elpiji dijual Rp20.000.
Yos, pedagang eceran di kawasan Margahayu Tengah, Kab Bandung mengaku, sering membeli gas elpiji tabung 3 kg di daerah Cibaduyut dengan harga relatif murah yakni yakni Rp13.500, tapi harus antre berjam-jam dan dipatok hanya boleh beli liam tabung saja. Saya mengangkut gas dengan menggunakan motor pribadi. Sekali beli hanya kebagian lima tabung, ujarnya.
Berdasarkan pemantauan Pelita di lapangan, meski harganya sudah mencapai Rp20.000, namun gas elpiji tabung 3 kg tetap diburu warga. Menurut seorang pedagang di Kompleks Nataendah Sadang, dra Molly, sebanyak 50 tabung gas elpiji tabung 3 kg, hanya bertahan satu hari.
Sepekan terakhir ini, antrean kendaraan di sejumlah stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) di Padalarang, semakin parah sehingga banyak kendaraan yang terpaksa menginap, ujar Direktur Utama PT MITA, Sukianto Tanudjojo, di Jl Tanjung Anom Bandung, belum lama ini. PT MITA adalah pemasok gas terbesar di Bandung.
Kepala Operasional SPPBE PT Purnatarum Murni Rahayu (PMR), Erwin, mengatakan antrean sudah mulai keluar hingga halaman PT PMR. Banyaknya kendaraan yang masuk tidak diimbangi dengan stok yang tersedia di SPPBE sehingga banyak tabung tidak terisi. Pihaknya hanya melakukan pengisian sekitar 120 ton per hari, jumlah kendaraan yang masuk melebihi kapasitas. (ck-01)

Jumat, September 05, 2008

Rabu , 03 September 2008 , 21:50:11 wib

125 Ribu Keluarga Belum Dapat Kompor Gas


R Oktora Veriawan

SOREANG, TRIBUN - Komisi B DPRD Kabupaten Bandung menemukan fakta bahwa sebanyak 125 ribu kepala keluarga penerima konversi minyak tanah sampai saat ini belum menerima kompor gas.
Data tersebut didapat setelah DPRD Kabupaten Bandung melakukan survey lapangan ke seluruh 31 kecamatan di Kabupaten Bandung.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, Rabu (3/9), mengatakan, banyaknya jumlah KK yang belum menerima kompor gas mengakibatkan antrean dan kelangkaan minyak tanah sering dijumpai di setiap pangkalan minyak tanah di Kabupaten Bandung.

Tubagus menambahkan jumlah 125 ribu KK tersebut tersebar di 7 kecamatan yang sampai detik ini tidak ada satu pun warganya yang sudah menikmati kompor gas gratis dari pemerintah tersebut.

Ketujuh kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Kutawaringin, Nagreg, Cicalengka, Ciwidey, Pasirjambu, Cilengkrang dan Cikancung.

"Baru 24 kecamatan yang sudah menerima kompor gas konversi itu pun banyak warga yang belum menerima, apalagi di 7 kecamatan sampai detik ini belum satu pun warganya yang dapat kompor gas," jelasnya.

Berdasarkan hasil pembicaraan yang telah dilakukan, Pertamina menyanggupi akan menyelesaikan penditribusian kompor gas ke seluruh kecamatan di Kabupaten Bandung paling lambat pada 12 Oktober nanti, namun mulai 12 September ini Pertamina berjanji akan mencoba mengatasi kelangkaan gas dan minyak tanah di Kabupaten Bandung dengan menambah stok.

"Kalau tidak bisa memenuhi janjinya dalam kurun waktu sebulan ini (12 september-12 oktober), maka pertamina harus melakukan operasi pasar minimal seminggu 2 kali di seluruh kecamatan sehingga kelangkaan gas dan minyak bisa diatasi," tegasnya. (nip)
Konversi Minyak Tanah Tuntas Oktober

Jum'at, 05 September 2008 ,

SOREANG, (PRLM).- Program konversi minyak tanah ke gas di Kab. Bandung ditargetkan tuntas pada pertengahan Oktober 2008. Sebab, sebanyak 7 kecamatan dan 125.000 rumah tangga di Kab. Bandung hingga saat ini belum memperoleh paket gas konversi dari Pertamina.

Sales Representatif Rayon V Region II Pertamina, Lucky Pangemananmengatakan, dari target pencacahan 1.737.327 KK yang ada di wilayah Bandung dan Cimahi, realisasinya baru sekitar 1.608.088 KK. “Sedangkan sisa sebanyak 129.239 KK saat ini masih dalam proses. Karenanya kami masih melakukan pencacahan kembali,” katanya, Jumat (5/9).

Selain konversi gas bagi masyarakat umum, menurut Lucky Pertamina juga akan memberikan konversi gas bagi para usaha mikro kecil menegah (umkm) . Namun, klasifikasi bagi penerima kompor gas khusus bertekanan tinggi (high pressure) tersebut memiliki persyaratan sendiri, yaitu pengusaha kecil pengguna minyak tanah di bawah 50 liter perhari.

Menurut Lucky, dari enam wilayah yang akan menjadi sampel yaitu Nagreg, Pasir Jambu, Ciwidey, Cicalengka, Rancaekek, dan Cikancung diperkirakan kurang lebih ada 8.000 umkm. Namun, angka tersebut masih proses peninjauan ulang. “Sedangkan untuk penerima kompor umkm di kota Bandung, saat ini masih tahap pendataan,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya berharap agar penuntasan konversi gas tersebut dapat diselesaikan dengan sesegera mungkin. Sebab, kondisi saat ini masyarakat belum memiliki gas tetapi minyak tanah telah hilang di pasaran. “Hal seperti ini yang khawatir akan mengakibatkan gejolak sosial,” katanya.

Terlebih bagi para umkm, Raditya menuturkan bahwa akibat minyak tanah tidak ada di pasaran, banyak pengusaha kecil yang mengakibatkan mereka tidak dapat berjualan hingga beberapa hari. Selain itu, Raditya juga mengimbau kinerja dari DPRD Provinsi maupun DPR RI untuk memperjuangkan kesulitan masyarakatnya, terutama bagi para dewan yang merupakan dari daerah pemilihan Kab. Bandung. (CA-169/A-147)***
Pemkab Bandung Harus Bantu Sekolah Diniyah

Soreang, Pelita

Anggota DPRD Kabupaten Bandung, H Tb Raditya, SE mengharapkan Pemkab Bandung alokasikan dana sekolah diniyah yang besarannya antara Rp8 miliar sampai Rp10 miliar pertahun.
Sudah sepantasnya Pemkab Bandung mengalokasikan dana tersebut, mengingat masa depan bangsa sangat ditentukan oleh pembinaan anak-anak sejak dini, tuturnya kepada Pelita, Rabu (3/9/2008).
Tb Raditya optimis Panitia Khusus (Pansus) IV yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) wajib belajar Diniyah, Takmilyah dan Awaliyah DPRD Kab Bandung, dapat segera di perdakan, karena program itu sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2008 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang akan dikeluarkan pemerintah pada Oktober mendatang.
Anggota dewan dari Partai Golkar ini lebih jauh menjelaskan pihak Pansus sudah melakukan studi banding ke Kab Serang, Prov. Banten, yang sudah menerapkan perda ini.
Perkembangan sekolah diniyah di Kab. Serang mengalami kemajuan pesat. Bayangkan dalam setahun jumlah sekolah diniyah naik 200 persen, tukasnya, seraya menambahkan sekolah diniyah bertujuan untuk menunjang visi misi serta memberikan bimbingan moral bagi anak usia dini dan sangat tepat diterapkan di Kab. Bandung yang notabene sebagai daerah religius.
Perda yang diberlakukan itu lanjut Raditya, diperkuat dengan peraturan bupati, kemudian adanya kesepakatan antara Departemen Agama dan Dinas Pendidikan.
Mengenai pendanaan, bisa meminta alokasi dana baik dari pusat maupun provinsi. Bisa pula menggali melalui potensi yang dimiliki daerah. Khusus bagi Kab. Bandung pendanaan bisa disisihkan dari Badan Amil Zakat, dan bantuan dalam bentuk sarana dan prasarana dari pemerintah setempat.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pansus IV, Drs H Dadang Rusdiana, MSi. Menurutnya, berdasarkan hasil konsultasi Pansus dengan instansi terkait di tingkat pusat diperoleh penjelasan bahwa Departemen Agama (Depag) akan mengeluarkan PP yang menyangkut pengaturan pendidikan keagamaan, termasuk adanya sekolah diniyah yang diakui pemerintah.
Karena itu, lanjut anggota Komisi D ini, Pemkab Bandung sudah sepatutnya menyisihkan alokasi dana untuk sekolah diniyah, seperti yang dilakukan Kab. Serang dimana pada tahun 2008 mengalokasikan dana dari APBD sebesar Rp8 miliar. (ck-01)
Sambut Baik Sistem Suara Terbanyak


Soreang, Pelita

Sistim suara terbanyak yang akan digunakan Partai Golkar (PG) dalam Pemilu legislatif (Pileg) 2009 disambut baik sejumlah kader PG Kab. Bandung. Pernyataan itu datang dari salah seorang caleg PG Kab Bandung, H Tb Raditya, SE, kepada Pelita, Rabu (3/9). Menurutnya, sistem suara terbanyak cara yang terbaik.
Namun begitu, lanjut anggota DPRD Kab Bandung ini, sistem itu belum final karena masih digodok dan akan diputuskan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PG dalam waktu dekat ini.
Dengan diterapkannya sistem ini, lanjut Raditya, para calon legislatif tidak bisa berleha-leha karena mereka harus bekerja keras untuk bisa terpilih. Hal ini berbeda dengan sistem nomor urut, caleg yang mendapat nomor jadi tidak perlu lagi melakukan kampanye karena peluang untuk terpilih terbuka lebar.
Selain itu, sistem suara terbanyak membuat caleg harus bekerja untuk dirinya dan bersaing dengan caleg lainnya, jelas Raditya yang berada diurutan lima daerah pilihan (Dapil) 2.
Ditanya mengenai nomor urut yang kurang menguntungkan, Raditya berseloroh, mungkin Ketua DPD Golkar Kab Bandung, H Obar Sobarna SIP kurang berkenan untuk memberikan nomor jadi kepada saya, karena dirinya sering mengkritisi eksekutif.
Raditya meyakini sistem tersebut akan memberikan dampak positif bagi calon legislatif (Caleg) maupun partai berlambang pohon beringin tersebut.
Sebelumnya, Ketua Korwil VI PG Jawa Barat dan Banten, Agus Gumiwang Kartasasmita usai mengikuti peluncuran calon legislatif DPR, DPRD Jabar dan DPRD Kab Bandung di halaman gedung DPD PG Kab Bandung, menjelaskan sistem tersebut membuat semua calon memiliki kesempatan yang sama.
Jika sistem yang digunakan suara terbanyak atau bukan bagi PG tidak menjadi masalah. Yang jelas Korwil VI Jabar dan Banten tidak akan mempermasalhkan sistem manapun juga, dan diharapkan dalam Rapimnas nanti akan terjawab.
Sementara itu, Ketua DPD PG Kab Bandung, H Obar Sobarna, SIp, meminta kepada para caleg segera mensosialisasikannya, baik bagi partai maupun dirinya sendiri. Agar jangan sampai pemilih bingung dengan PG dengan nomornya yang baru.
Hal senada juga dikatakan Humas DPD PG Kab Bandung H Denni Rukada Sahuri. Menurutnya, semangat yang diusung PG dalam pemilu legislatif (Pileg) 2009 akan memberikan kesempatan yang sama kepada para kader. (ck-01)
Pertamina Akan Bagikan Kompor Gas UKM


WIRAYUDHA, (GM).-
Sales Representative Retail Elpiji PT Pertamina Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung, Lucky Pangemanan, menyatakan Pertamina rencananya akan mendistribusikan kompor gas khusus untuk para pelaku usaha kecil mikro (UKM), yaitu kompor gas high pressure.

Kompor gas untuk industri yang memiliki bentuk lebih besar dari kompor gas biasa ini, akan didistribusikan bersamaan dengan kompor dan tabung gas konversi di enam kecamatan di wilayah Kab. Bandung.

"Untuk permulaan, kami akan memulai mendistribusikan di enam kecamatan (Nagrek, Cicalengka, Cikancung, Ciwidey, Rancabali, dan Pasirjambu). Warga di enam kecamatan ini, selain mendapat kompor gas biasa, UKM-nya akan mendapat kompor high pressure," katanya kepada wartawan, seusai melakukan pertemuan dengan Komisi B DPRD Kab. Bandung di Aula PT Pertamina UPms III Cab. Bandung, Jln. Wirayudha, Kamis (4/9).

Dikatakan, sebelum dilakukan pembagian kompor high pressure, akan dilakukan pendataan UKM oleh pihak kelurahan dan kecamatan setempat. "Setelah dilakukan pendataan dan pencacahan, kami akan segera mendistribusikannya. Untuk kompornya sendiri saat ini sudah tersedia, tinggal dibagikan," paparnya.

Di tempat yang sama, Sales Representative Retail BBM, Zibali Hisbulmasih mengatakan, Pertamina akan terus melakukan operasi pasar (OP) minyak tanah ke sejumlah daerah yang belum memperoleh tabung dan kompor gas.

PT Pertamina (Persero) Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung juga menjanjikan, pada Oktober mendatang, distribusi tabung dan kompor gas sudah merata. Pada bulan tersebut diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang masih menggunakan kompor minyak tanah.

Segera didata

Sementara itu, Komisi B DPRD Kab. Bandung meminta agar Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) dan Perindag Kab. Bandung segera mendata usaha kecil mikro yang menggunakan minyak tanah. Hal tersebut berkaitan dengan akan didistribusikannya kompor high pressure dari Pertamina.

Anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya, Kamis (4/9) mengaku baru mengetahui Pertamina akan memberikan kompor gas khusus untuk UKM. "Hasil kunjungan kami ke kantor pemasaran Pertamina tadi (Kamis kemarin, red), mereka akan juga menyalurkan jenis kompor high peressure yang cocok untuk digunakan bagi para UKM," jelasnya.

Dikatakan, Pertamina hanya tinggal menunggu berapa jumlah UKM yang ada, sesuai pendataan dari pemerintah daerah. "Kompor khusus UKM tersebut akan disalurkan bersamaan dengan kompor untuk rumah tangga," paparnya.

Ditambahkan, spesifikasi kompor high pressure ini diharapkan akan cocok dengan usaha para UKM. Dengan demikian, mereka tidak lagi bergantung pada bahan bakar minyak tanah. "Sejalan dengan penarikan minyak tanah bersubsidi, mereka bisa segera beralih ke gas dan Pertamina sebagai penyalurnya telah mempersiapkan perangkatnya," ujar Raditya. (B.110/ B.89)**

Selasa, September 02, 2008

DPRD Kabupaten Bandung Akan Datangi Pertamina


SOREANG, (GM).-
Komisi B DPRD Kab. Bandung akan mendatangi Kantor Pertamina Unit Pemasaran (UPms) III Cabang Bandung, Kamis (4/9), untuk meminta jaminan pasokan minyak tanah bagi warga yang belum tersentuh program konversi minyak tanah ke gas elpiji.

"Selain itu, kita pun ingin mempertanyakan program pembagian gas ke masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Bandung yang belum merata. Saat ini, minyak tanah bersubsidi sudah ditarik dari pasar serta bagaimana pendistribusiannya," kata anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya kepada "GM" di Soreang, Selasa (2/9).

Dikatakannya, atas kondisi yang terjadi saat ini, Pertamina harus bertanggung jawab penuh. Seharusnya, sebelum menghentikan pasokan minyak tanah subsidi ke masyarakat, program konversi minyak tanah ke gas elpiji sudah diterima oleh seluruh rumah tangga miskin (RTM).

"Informasi terakhir, ribuan RTM di Desa Sangkanhurip dan Desa Cilampeni, Kec. Katapang, sama sekali belum mendapatkan pembagian tabung dan kompor gas konversi. Namun, saat ini mitan pun sudah langka," jelas Raditya.

Dijelaskannya, operasi pasar (OP) yang diminta pun tidak sesuai dengan rencana sehingga selain sulit mendapatkan mitan, harganya pun mahal. "Kami menilai Pertamina terlalu tergesa-gesa. Akhirnya warga yang harus menerima akibatnya," ujarnya Raditya.

Ditambahkannya, kelangkaan minyak tanah yang terjadi saat ini, tidak hanya dirasakan oleh rumah tangga miskin. Mereka yang memiliki usaha kecil dan menengah, juga terkena imbasnya. "Banyak yang harus disesuaikan oleh pengusaha kecil ini dan mau tidak mau mereka harus mengikuti kondis yang ada," paparnya.

Pendataan UKM

Raditya meminta agar dinas terkait melakukan pendataan usaha kecil yang masih menggunakan mitan. "Dengan demikian kepada para pengusaha kecil tersebut bisa berikan bantuan alat sesuai dengan kemampuan mereka," bebernya.

Diungkapkannya, Komisi B juga menerima pengaduan dari masyarakat tentang adanya oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingannya sendiri. "Ada yang mencoba memengaruhi warga agar tidak menggunakan regulator pembagian dengan alasan keamanan sehingga mereka dianjurkan untuk membeli penggantinya dari mereka," ungkap Raditya.

Keadaan ini membuat masyarakat dizalimi. "Kita mengharapkan dengan kondisi sekarang tidak mengganggu aktivitas warga sehari-hari, jangan karena disusahkan kebutuhan bahan bakar warga tidak bisa berbuat apa-apa," urai Raditya. (B.89)**

Minggu, Agustus 31, 2008

Sumber Elsinta 7/5/2008 1:14 WIB

DPRD Kabupaten Bandung Tolak Rencana Kenaikan BBM


Atep Abdillah - Bandung, Komisi B DPRD Kabupaten Bandung menolak rencana Pemerintah Pusat yg akan menaikan harga BBM, pada bulan Juni depan. Kenaikan tersebut dikhawatirkan akan semakin menaikan angka kemiskinan. Demikiann ditegaskan anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya.

Menurut Tubagus, jika kenaikan harga minyak dunia lebih disebabkan oleh bertambahnya demand minyak hal itu merupakan cara pandang yang salah, karena kenaikan minyak dunia lebih merupakan permainan spekulan kontrak berjangka komoditas yang mengerek spekulan mendapat keuntungan besar.

Tubagus mengkhawatirkan kenaikan harga BBM akan berdampak pada terjadinya inflasi yang besar dan tak terkendali yang berdampak pada harga komoditas lain, hingga menyebabkan daya beli masyarakat yang kurang. Hal ini tentunya akan juga dirasakan di daerah. (sik)
Tiga Sekolah Terancam Disegel Warga


TribunJabar Online, 07/07/08

BANJARAN, TRIBUN - Menjelang tahun ajaran baru 2008/2009, tiga sekolah negeri di Kabupaten Bandung terancam disegel oleh warga karena menempati lahan yang bermasalah. Ketiga sekolah tersebut yaitu SMP Negeri 3 Lembang, SMP Negeri 2 Banjaran dan SMA Negeri 2 Banjaran. Ketiganya menempati tanah yang belum jelas siapa pemiliknya karena belum bersertifikat.

Berdasarkan hasil studi dari Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, ketiga sekolah milik pemerintah tersebut menempati tanah yang masih disengketakan kepemilikannya antara warga yang mengaku sebagai hak waris dan pemerintah yang "keukeuh" menyatakan tanah itu hasil wakaf dari warga.

"Ini terjadi karena pemerintah dulunya tidak pernah melakukan pendataan dan sertifikasi tanah tersebut, sehingga akhirnya bermasalah dan terancam terjadi penyegelan oleh pemilik tanah," jelas anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, kemarin (6/7).

Ancaman penyegelan tersebut bukan hanya isapan jempol. Terbukti beberapa pemilik tanah atau hak waris tanah pernah menyegel secara sepihak beberapa waktu lalu. Jika tidak diselesaikan , dalam waktu dekat ketiga sekolah tersebut akan kembali disegel secara sepihak oleh pemilik tanah.

Raditya mencontohkan kasus SDN Pamucatan Arjasari, Februari lalu, yang sempat disegel dan digembok oleh pemilik tanah, Suparwan. Kemudian SDN Ciodeng Baleendah juga mengalami hal serupa setelah pemilik tanah Jaja meminta hak-haknya sebagai pemilik tanah seluas 30 tumbak yang dijadikan sekolah tersebut dikembalikan.

"Kami mengusulkan perlunya dibentuk pansus untuk mendata aset-aset daerah, terutama bangunan sekolah, agar masyarakat mengetahui berapa besar kondisi aset pemkab sebenarnya sehingga tidak akan timbul permasalahan di kemudian hari," jelasnya.

Saat diminta tanggapannya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Drs Wachdan MSi, mengatakan pihaknya akan mengecek secepatnya. "Kami akan segera mengeceknya," jawabnya singkat. (tor)

Lahan Bermasalah
• SMP Negeri 3 Lembang
• SMP Negeri 2 Banjaran
• SMA Negeri 2 Banjaran
Kasus Penyegelan
• SDN Pamucatan Arjasari disegel dan digembok pemilik tanah, Suparwan
• SDN Ciodeng Baleendah disegel pemilik tanah Jaja
Rabu, 9 Juli 2008 - Republika -

Kursi DPRD Makin Mahal

Kursi DPRD Makin Mahal Untuk bisa jadi anggota DPRD minimal perlu dana Rp 500 juta hingga Rp 750 juta.

SOREANG -- Untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kabupaten Bandung, seorang calon anggota legislatif (caleg) harus merogoh kocek yang sangat dalam. Berbagai proses pemilihan umum anggota DPRD, mulai dari persiapan, logistik, hingga kampanye, akan menelan dana yang sangat besar.

''Minimal, dibutuhkan dana antara Rp 500 juta hingga Rp 750 juta,'' ujar politisi dari Partai Golkar, Tubagus Raditya, yang saat ini berstatus sebagai anggota DPRD Kabupaten Bandung, Selasa (8/7). Menurut Didit, panggilan akrab Tubagus Raditya, mahalnya ongkos menjadi seorang anggota DPRD Kabupaten Bandung ini terjadi akibat adanya perubahan konsep pemilu legislatif.

Perubahan konsep yang sangat penting, kata dia, adalah mengenai penetapan anggota legislatif (aleg) berdasarkan perolehan 30 persen suara bilangan pembagi pemilih (BPP). Sedangkan pada sebelumnya, keterpilihan caleg menjadi anggota legislatif disyaratkan harus memenuhi 100 persen BPP. Jika syarat ini tak terpenuhi, maka penentuan anggota legislatif didasarkan pada nomor urut caleg.

''Pemilu anggota DPRD menjadi lebih dominan pada personal, bukan lagi pada partai,''cetus Didit. Dengan adanya persyaratan ini, kata Didit, penentuan nomor urut kecil ataupun nomor besar, menjadi tidak menentukan. Selama caleg bisa memperoleh 30 persen BPP, maka caleg tersebut akan terpilih menjadi anggota legislatif.

Akibat dari persyaratan ini, kata Didit, tingkat kompetisi di kalangan internal partai menjadi sangat ketat. ''Itu belum termasuk persaingan dengan caleg dari luar partai,'' ujar dia menjelaskan.

Dalam satu daerah pemilihan (dapil), kata Didit, satu partai bisa menempatkan 10 calegnya untuk bersaing memperebutkan kursi legislatif. Kalau misalnya terdapat 34 parpol yang terdaftar sebagai peserta pemilu, berarti akan terdapat 340 caleg yang akan berkompetisi dalam satu dapil. Sedangkan dalam satu dapil versi KPUD Kabupaten Bandung, terdapat tiga sampai lima kecamatan.

Faktor lain yang akan membengkakkan biaya untuk meraih kursi DPRD, kata Didit, adalah lamanya jadwal kampanye yang ditetapkan KPU Pusat. ''Jadwal kampanye itu dimulai dari 12 Juli 2008 hingga 5 April 2009,'' ungkap dia.

Untuk memprediksi besaran biaya yang harus dikeluarkan, Didit memberikan sedikit gambaran. Menurut dia, harga kaos untuk kampanye dengan bahan paling jelek bernilai Rp 5.000 per helai. Jika BPP untuk Kabupaten Bandung ditetapkan sebanyak 62 ribu pemilih, Didit menambahkan, berarti 30 persen dari BPP itu mencapai 18.600 suara.

Kalau dikalikan Rp 5.000, tambah Didit, berarti biaya untuk pembuatan kaos sebanyak 18.600 helai mencapai Rp 93 juta. Itu belum termasuk biaya pembuatan poster dan stiker yang bisa mencapai Rp 20 juta.

Dengan kampanye yang mencapai 10 bulan, Didit memperhitungkan, adanya biaya tatap muka atau silaturrahim yang mencapai minimal Rp 20 juta per bulan.
Banjir Baleendah
Situ Andir Ditawarkan Jadi Solusi


BANDUNG Kompas - 08 Agustus 2008

Balai Besar Wilayah Sungai atau BBWS Citarum menawarkan konsep pembuatan situ atau danau kecil di wilayah Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Kehadiran situ itu diyakini menjadi salah satu solusi untuk mengendalikan banjir yang rutin terjadi saat musim hujan.

Demikian dikatakan Kepala Seksi Program dan Perencanaan BBWS Citarum Hendra Ahyadi, Kamis (7/8). Menurut dia, konsep itu belum disertai dengan rancangan teknis tentang lokasi, jumlah biaya pembuatan, dan desain situ. Luas situ berkisar 40-50 hektar yang menggunakan area sawah tadah hujan.

Awalnya, pembangunan situ diusulkan sejumlah masyarakat Andir. Setelah konsep disusun, BBWS Citarum melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat Kelurahan Andir.

"Kami ingin mengetahui sejauh mana keinginan, penerimaan, dan dukungan masyarakat Andir atas pembangunan situ tersebut. Jangan sampai hasil kajian menunjukkan positif, tetapi justru masyarakat menolak," kata Hendra.

BBWS Citarum juga telah membentuk tim kajian teknis yang meliputi para konsultan untuk menganalisis kelayakan proyek tersebut. Ada tiga opsi yang berkembang. Pertama, situ akan dibangun sesuai konsep di lokasi yang telah ditentukan. Kedua, situ tetap dibangun, tetapi lokasinya dipindah. Ketiga, situ tidak layak dibangun di Kecamatan Andir. Kajian teknis selesai sebelum akhir Desember 2008," kata Hendra.

Alokasikan dana

Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Barat Maman Abdurachman menegaskan, sosialisasi bukan memberikan harapan yang pasti direalisasikan dalam waktu satu-dua tahun mendatang. Banyak tahapan yang akan dilakukan sebelum situ terlaksana.

"Untuk membebaskan tanah seluas 50 hektar pasti dibutuhkan waktu. Belum lagi mengatur pembagian peran Pemerintah Provinsi Jabar dan Pemerintah Kabupaten Bandung dalam pembebasan tanah," ujar Maman.

Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, mengungkapkan, Pemkab Bandung jangan beralasan tidak memiliki dana karena kerugian yang ditimbulkan akibat banjir setiap tahun diperkirakan besar. Bahkan, Pemkab Bandung belum memiliki perhitungan yang pasti meski terjadi setiap tahun.

Raditya menjelaskan, Pemkab Bandung memiliki dana penyertaan modal Rp 170 miliar dengan dividen Rp 30 miliar. Lebih baik dana penyertaan modal itu digunakan untuk kepentingan penanggulangan banjir.

Menurut Ketua Forum RW Kelurahan Andir Kris Sumbawan, terdapat muara pertemuan Sungai Cisangkuy dari arah Pangalengan dan Citarum dari arah Majalaya di Kelurahan Andir. Kalau dua sungai itu alirannya deras, bisa dipastikan wilayah tersebut tergenang. (eld)

Sumber: Harian Umum Kompas. Jumat, 8 Agustus 2008

Minggu, Agustus 24, 2008

Suasana Panas Terjadi di Desa Pameuntasan Kab. Bandung
OP Minyak Tanah Kacau


Pembagian gas

Dihubungi terpisah, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung dari Partai Golkar, Tb. Raditya mengatakan, sebelum adanya penarikan mitan di masyarakat, seharusnya semua sudah memastikan program konversi sudah berjalan.

"Untuk itu aparat terkait harus proaktif memberitahu. Sehingga bila di masyarakat masih belum ada yang menerima kompensasi dari pengalihan minyal ke gas, harus tetap mengajukan agar mitan tetap disuplai," ujarnya.

Disebutkannya, bila penarikan mitan dilakukan, tapi tidak ada solusi penggantinya, hanya akan membuat masyarakat sengsara. "Dengan harga mitan nonsubsidi, jelas akan membuat masyarakat menjerit," urai Raditya. (B.110/B.89)**

Tuntut Pertamina

Kekurangan minyak tanah ternyata tak hanya dialami oleh Kec. Kutawaringin. Menurut anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tubagus Radhitya, ia menerima banyak sekali keluhan masyarakat terkait penarikan minyak tanah untuk masyarakat. Ia bahkan berencana untuk mengajukan class action kepada Pertamina jika minyak tanah tetap tak ada di pasaran.

"Pembagian kompor gas ternyata belum merata di Kab. Bandung. Saya mendesak Pertamina untuk membatalkan penarikan minyak tanah di masyarakat," kata Radhitya.

Selasa, Agustus 19, 2008

Lahan 389.978 m2 Belum Jadi Aset Pemkab Bandung
Pengembang Belum Serahkan Fasum



SOREANG, (GM).-
Seluruh pengembang perumahan di Kab. Bandung belum menyerahkan lahan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) kepada Pemkab Bandung. Akibatnya setidaknya lahan seluas 389.978 m2 belum tercatat sebagai aset Pemkab Bandung.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam resume hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kerangka pemeriksaan LKPD Tahun Ajaran 2007, menyebutkan, berdasarkan data site plan dari Dinas Permukiman dan Tata Wilayah Kab. Bandung, terdapat 49 pengembang yang memiliki penguasaan lahan untuk perumahan dan permukiman dengan luas lahan seluruhnya mencapai 4.763.984 m2.

Berdasarkan pemeriksaan dengan membandingkan dokumen site plan dan daftar aset tetap berupa tanah yang dimiliki Pemkab Bandung, tanah fasos dan fasum seluas minimal 389.978 m2 belum diserahkan pengembang untuk dicatat sebagai aset Pemkab Bandung.

Menurut hasil pemeriksaan BPK tersebut, hal itu disebabkan Tim Koordinasi Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (TKP4D) Pemkab Bandung tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Sesuai ketentuan, tim ini bertugas melaksanakan serah terima fasos dan fasum, mencatatnya, dan me-masukkannya dalam daftar inventarisasi aset pemerintah daerah.

Untuk itu, BPK RI menyarankan kepada Bupati Bandung agar dinas terkait meminta para pengembang segera melakukan penyerahan fasos dan fasum tersebut.

Segera bentuk tim

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya mengatakan, pemkab harus segera membuat tim terpadu untuk menyelesaikan temuan BPK tersebut. "Aset tersebut hendaknya menjadi sebuah kekayaan bagi Pemkab Bandung. Karena itu, secepatnya dibentuk tim terpadu yang bisa segera menuntaskannya sehingga tahun ini bisa diselesaikan," ujarnya.

Diungkapkan, para pengembang juga selayaknya bersikap proaktif. "Dengan kerja sama yang dilakukan, bukan hal sulit masalah ini bisa segera dituntaskan. Akhirnya aset ini menjadi sebuah modal yang besar bagi pemkab demi kesejahteraan warganya," papar Raditya.

Setelah aset tersebut diserahkan, lanjutnya, Pemkab Bandung segera melengkapinya dengan bukti kepemilikan yang sah sehingga tidak menjadi masalah di kemudian hari.

Selain itu, aset berupa tanah harus dikelola pemkab. Jika dikelola pihak lain, harus jelas aturan kerja samanya. "Bila aset tanah tersebut dikelola pihak lain, harus melalui persetujuan DPRD dan pendapatannya dimasukkan ke kas derah," katanya.

Pansus aset

Menyinggung rencana pembentukan panitia khusus (pansus) oleh DPRD untuk menangani masalah aset, Raditya mengungkapkan, pansus dibentuk setelah melihat hasil pendataan yang dilakukan eksekutif. "Saat ini sedang dilakukan pendataan, kita lihat dulu hasilnya seperti apa. Bila memang diperlukan, pansus bisa saja dibentuk," katanya.

Masalah aset tanah juga pernah dilontarkan anggota Komisi B dari Partai Amanat Nasional, A. Najib Qodratullah. Menurutnya, pengelolaan aset berupa tanah di Kab. Bandung masih tidak jelas. "Banyak aset milik pemkab berupa tanah yang pengelolaannya patut dipertanyakan," katanya.

Disebutkan Najib, bila pemanfaatan tanah tersebut dilakukan warga, hal itu sah-sah saja. Namun harus dibedakan ketika dimanfaatkan pihak lain yang bisa mendatangkan keuntungan. "Karena itu aset daerah, pendapatan yang bisa dihasilkan dari aset itu harus dikembalikan ke kas daerah," katanya. (B.89)**

Kamis, Agustus 07, 2008

Ratusan Pedagang Bangkrut


Thursday, 07 August 2008
BANDUNG (SINDO) – Ratusan pedagang di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Bandung terpaksa menutup kios milik mereka lantaran omzet terus menurun.

Berdasarkan data yang dihimpun dari DPRD Kabupaten Bandung, sebanyak 80 pedagang di Pasar Cicalengka menutup usahanya, demikian pula 80 pemilik kios di Pasar Soreang dan 70 pedagang di Pasar Banjaran. ”Para pedagang mengeluh omzet menurun karena masyarakat yang berbelanja ke pasar pun makin berkurang seiring maraknya pendirian pasar modern,” ungkap anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya kemarin.

Menurut dia,Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung tidak serius melindungi keberadaan pasar tradisional di tengah maraknya pasar modern. Ini mengakibatkan pedagang memutuskan untuk tidak meneruskan usaha mereka. Karena itu, DPRD Kabupaten Bandung berinisiatif menyusun peraturan daerah (perda) tentang perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional dengan mengatur zonasi pembangunan pasar modern.

Para pelaku pasar tradisional pun kini banyak mengeluhkan banyaknya pedagang kakilima(PKL) yangdibiarkan berjualan di sepanjang trotoar bahkan badan jalan. Keberadaan PKL ini sangat berpengaruh terhadap hasil penjualan dari pemilik kios yang berada di dalam pasar. Kondisi ini ditengarai menjadi penyebab masyarakat malas masuk ke pasar dan memilih membeli kebutuhannya di PKL.

Sementara itu, Ketua Ikatan Pasar Cicalengka Agus Buniarto mengakui keberadaan PKL di sekitar Pasar Cicalengka sangat mempengaruhi omzet para pedagang di pasar. ”Kami minta perhatian serius dari Pemkab Bandung untuk mengatasi masalah PKL ini. Jika tidak akan makin banyak pedagang yang menutup kiosnya,” ungkap Agus.

Dia menandaskan, keberadaan Pasar Cicalengka seolah mati perlahan karena kalah bersaing dengan beberapa pasar modern di sekitarnya. (iwa ahmad sugriwa)
Pemkab Bandung Menjamin Transparansi
Menjaring Investor Melalui PPTSP



SOREANG, (GM).-
Pemkab Bandung akan melakukan launching Pusat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) pada Selasa (26/8) mendatang. Dengan pelayanan tersebut, para pemohon izin bisa menghemat waktu dengan pembiayaan yang lebih transparan.

Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Pemkab Bandung, Agus Suratman mengatakan, BPMP sebenarnya sudah melakukan pelayanan perizinan dengan konsep satu pintu. Namun secara resmi baru akan dilakukan pada Selasa pekan depan. "Kita akan undang seluruh stake holder agar lebih diketahui bagaimana upaya mempermudah perizinan," ujarnya.

Dikatakan, dengan mempermudah proses perizinan, diharapkan bisa memancing para investor untuk menanamkan modalnya di Kab. Bandung. "Jika selama ini perizinan selalu dikeluhkan, maka melalui pelayanan satu pintu mudah-mudahan menjadi solusi untuk kemudahan mereka berinvestasi," paparnya.

Dijelaskan Agus, dalam mengurus perizinan, para pemohon diberi kepastian waktu pengurusan, dengan catatan semua persyaratan dilengkapi.

"Kalau semua syarat lengkap satu hari pun izin yang dimohonkan bisa kita selesaikan," ungkapnya.

Agus menegaskan, yang penting dalam PPTSP, adanya kepastian besaran biaya untuk pengurusan izin. "Masyarakat hanya perlu membayar biaya sesuai izin yang diajukannya. Pemohon tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan lainnya. Jadi hitung sendiri dan bayar sendiri," tegasnya seraya mengatakan, pemohon melakukan semua transaksi di bank.

Hemat Rp 60 juta

Dihubungi terpisah, anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya mengatakan, melalui konsep PPTSP tersebut, setidaknya ada penghematan uang masyarakat sekitar Rp 60 juta/hari. "Uang yang dikeluarkan masyarakat lebih besar untuk biaya yang tidak perlu, bukan untuk proses perizinan. Bila izin yang diajukan dalam sehari bisa mencapai 30-60, setidaknya Rp 60 juta tidak melayang percuma karena masuk ke saku calo," tegasnya.

Dikatakan, untuk mempercepat proses, BPMP hendaknya menyediakan counter di tempat loket pelayanan. DPRD juga mengingatkan para pelayan di PPTSP untuk tidak berbuat nakal. "Kita harapkan para pegawai di sana tidak membawa pradigma lama, tetapi lebih mengedepankan pelayanan publik," katanya. (B.89)**