Kenaikan Tarif PDAM 30% Segera Dibahas
SOREANG, (PR).-
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kab. Bandung segera membahas rencana kenaikan tarif PDAM Tirta Raharja sebesar 30%. Menurut anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Tubagus Raditya, Senin (23/6), saat ini PDAM Tirta Raharja masih melakukan sosialisasi dan menyebarkan angket kepada publik. Hasil sosialisasi dan angket itu kemudian akan dibahas bersama DPRD Kab. Bandung.
Keputusan setuju atau tidak setuju dari DPRD, kata Raditya, tergantung pada hasil pembahasan nanti. Namun pada dasarnya, jika kenaikan tarif itu wajar dan berkaitan dengan meningkatnya ongkos produksi, DPRD akan menyetujuinya.
"Seharusnya air itu gratis bagi masyarakat, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Saya mengusulkan, kalau tarif PDAM harus naik, maka sambungan langsung ke masyarakat harus lebih luas lagi. Artinya, tarif pemasangan sambungan langsung harus diturunkan. PDAM juga harus membangun lebih banyak fasilitas air untuk publik," kata Raditya.
Cukup sehat
Berbeda dengan Raditya, anggota Komisi C DPRD Kab. Bandung, M. Ikhsan mengatakan, DPRD Kab. Bandung menolak tawaran Mendagri untuk membebaskan utang PDAM Tirta Raharja. Pasalnya, PDAM Tirta Raharja dianggap cukup sehat dan pembayaran utang berjalan lancar.
Menurut Ikhsan, tawaran pembebasan hutang dari Mendagri itu bukan tanpa syarat. PDAM yang bersedia dihapus utangnya diharuskan menyamakan tarif dengan biaya produksi. Artinya, subsidi tarif air harus dicabut dan harga jual ke masyarakat akan naik.
"Karena kita menolak untuk dihapus utangnya, maka tidak ada alasan bagi PDAM untuk menaikkan tarif. Kalau tarif dinaikkan, beban masyarakat terlalu besar," ujarnya.
Ikhsan menjelaskan, karena dianggap sehat, PDAM Tirta Raharja akan mendapat suntikan dana dari Dana Alokasi Khusus pemerintah pusat Rp 5 miliar dan dari APBN murni Rp 3 miliar. Uang tersebut diharapkan dapat digunakan untuk memperbanyak sambungan langsung ke masyarakat.
Ikhsan juga mengingatkan terhadap upaya untuk memprivatisasi air di wilayah Kab. Bandung. "Jangan sampai terjadi privatisasi air seperti di Jakarta. Masyarakat bisa bertambah susah," tuturnya. (A-132) Pikiran Rakyat 24 juni 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar