TUNJANGAN PENGHASILAN PEGAWAI
Sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberlakukan di Indonesia mengacu kepada sistem pemberian gaji dasar yang sangat rendah, serta tidak secara langsung menyesuaikan dinamika perubahan inflasi dan biaya hidup dari tahun ke tahun. Dengan tingkat inflasi Indonesia yang relatif tinggi, mata uang rupiah terus mengalami depresiasi terhadap mata uang jangkar (US $). Kondisi tersebut berdampak terhadap semakin lemahnya daya beli masyarakat, termasuk PNS. Dengan sistem penggajian sekarang ini, mayoritas PNS di Indonesia akan merasa sulit untuk mendukung pemenuhan kebutuhan primer sehari-hari setiap bulannya, walaupun dalam kategori hidup sederhana. Sistem penggajian ini diyakini merupakan salah satu penyebab timbulnya korupsi (corruption by need). Bentuk korupsi tersebut adalah dengan melakukan penyalahgunaan wewenang dengan memanfaatkan aturan hukum yang lemah untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup. Kenyataan bahwa gaji PNS tidak memadai menumbuhkan sikap permisif masyarakat terhadap perilaku korupstif PNS. Demikian pula, sikap toleransi PNS terhadap lingkungan kerja yang korup menjadi semakin meluas di seluruh Indonesia, seiring berkembangnya pola hidup masyarakat yang semakin konsumtif. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia merupakan salah satu Negara yang terkorup di dunia sehingga harus segera dicarikan solusinya.
Salah satu kriteria pemberiannya didasarkan atas prestasi kerja.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal ini memandang bahwa pendekatan diatas merupakan terobosan untuk mengatasi rendahnya pendapatan PNS, sebelum pemerintah mampu melakukan reformasi sistem penggajian PNS secara nasional. Harapan kebijakan Tambahan Penghasilan bagi PNS Daerah Dengan diberlakukannya kebijakan tambahan penghasilan bagi PNS daerah diharapkan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan pegawai. Pemberian tambahan penghasilan tersebut bersifat rutin diterima pegawai per-bulan sehingga menumbuhkan keyakinan pegawai dalam menetapkan perencanaan kebutuhan hidupnya. Disisi lain pemberian tambahan penghasilan diarahkan agar seluruh PNS termasuk pegawai pada garis depan pelayanan agar dapat meningkatkan disiplin dan kinerjanya dan dapat memberikan kualitas layanan sesuai standar prosedur baku (SOP) yang ditetapkan. Pemerintah di daerah dapat memberlakukan sanksi yang tegas bagi pegawai yang menerima suap dalam memberikan layanan masyarakat. Studi ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang persepsi pegawai setelah diberlakukannya pemberian tambahan penghasilan. Apakah pegawai merasa senang (sejahtera) dengan adanya kebijakan tersebut serta apakah telah terjadi peningkatan integritas pegawai dengan ditunjukkan adanya peningkatan kualitas layanan.
Terjadinya peningkatan kualitas layanan salah satunya ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya pungutan tambahan di luar biaya resmi. Apakah pegawai merasa penghasilannya meningkat dan kebutuhannya terpenuhi, serta apakah dengan kebijakan tersebut dapat menghilangkan rasa iri hati diantara mereka. Apabila beberapa indikator tersebut ditemukan positif dalam studi ini, maka kebijakan tambahan penghasilan ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk melakukan motivasi terhadap pegawai serta segera ditularkan ke daerah lain agar terjadi peningkatan prestasi dan produktifitas pegawai secara nasional. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan tambahan penghasilan bagi PNS daerah Agar pemberlakuan kebijakan pemberian tambahan penghasilan bagi PNS daerah tidak menimbulkan kritikan dari masyarakat, maka harus didasarkan pada aspek-aspek yang secara riil dapat mendukung terhadap terwujudnya kedisiplinan dan prestasi kerja pegawai. Hal pokok lain yang perlu dipersiapkan dalam memulai untuk melaksanakan kebijakan tambahan penghasilan bagi PNS antara lain: 1) Dasar Hukum untuk dapat diterapkannya kebijakan Tambahan Penghasilan bagi PNS daerah. Dengan dasar hukum berupa Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengacu kepada ketentuan yang terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Permendagri tahun No. 13 tahun 2006, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum untuk diberlakukannya kebijakan tersebut; 2) Mengidentifikasi sumberdana dan jumlah dana, khususnya identifikasi honor-honor yang diberikan kepada pegawai sebelumnya, kemudian untuk disatukan, serta tidak menciptakan anggaran baru (sub-mak baru) dari APBD yang mengarah kepada pemborosan keuangan; 3) Mengidentifikasi seluruh jumlah pegawai baik struktural maupun fungsional; 4) Menyusun dasain sistem untuk menetapkan syarat-syarat pemberian tambahan penghasilan yang jelas dan mengarah kepada kinerja; 5) Mendesain sistem pengawasan untuk memonitor pelaksanaan kebijakan tambahan penghasilan tersebut; 6) Menetapkan besaran tambahan penghasilan bagi masing-masing pegawai dengan mengacu kepada azas kepatutan sehingga tidak menimbulkan kesenjangan; 7) Menghapuskan pemberian honor yang lain: 8) Meningkatan kompetensi pegawai sesuai bidang tugas sehingga acuan pengukuran pemberian tambahan penghasilan dengan menggunakan standar pengukuran prestasi kerja dapat dipertahankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar