Walikota Bandung Syok atas Ancaman Suplai Air
22 Juni 2009
Bandung (Seputar-Indonesia.com 22/06/09) – Wali Kota Bandung Dada Rosada kaget. Dia mengaku belum mendapat laporan ancaman penghentian pasokan air dari DPRD Kabupaten Bandung jika pihaknya tidak segera menyelesaikan kisruh kompensasi air.
”Saya belum tahu ada ancaman seperti itu. Mudah-mudahan ancaman itu tidak benar-benar dilakukan. Kalau benar dihentikan, maka Kota Bandung tidak punya air dan kita akan kekurangan air bersih karena selama ini didapat dari sana (Kabupaten Bandung),” kata Dada kemarin.
Sebelumnya, kalangan anggota DPRD Kabupaten Bandung mengancam akan menghentikan pasokan air jika Pemkot Bandung dan PDAM setempat tidak segera menyelesaikan kompensasi atas penggunaan sumber mata air di wilayah mereka. Untuk mengantisipasinya, Dada mengaku akan segera menginventarisasi permasalahan itu.
Secara pribadi, dia tidak mengetahui persis permasalahan yang dikeluhkan DPRD Kabupaten Bandung yang mendatangi PDAM Kota Bandung beberapa waktu lalu. Pihaknya mengaku belum mendapat laporan dari Direksi PDAM Kota Bandung terkait kedatangan rombongan anggota DPRD Kabupaten Bandung ke PDAM Kota Bandung terkait aturan kompensasi penggunaan bahan baku air.
Setelah diinventarisasi, Pemkot Bandung pun siap mengambil tindakan untuk penyelesaian kisruh air bersih ini. ”Kita inventarisasi dulu semua yang diminta pihak Kabupaten Bandung. Lalu dilihat kembali apa yang sudah dilakukan dan yang belum”. ”Kalau ada yang belum dilakukan oleh pemkot, berarti harus dilakukan,”ujar Dada.
Bahkan, Dada mengaku tidak akan segan-segan memenuhi semua tuntutan DPRD Kabupaten Bandung asalkan pasokan air bersih dari sana tidak dihentikan. ”Apa yang diminta, ya harus dituruti supaya kita tidak kekurangan air bersih karena kasihan warga Kota Bandung kalau kekurangan air,”ungkapnya.
Seperti diberitakan,Wakil Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Asep Anwar mendatangi PDAM Kota Bandung untuk meminta kejelasan terkait retribusi yang harus dibayarkan atas penggunaan sumber mata air di wilayah Kabupaten Bandung.
”Kami hanya ingin tahu, apakah Kota Bandung sudah memberikan kontribusi pada kami atau belum,baik soal pengambulan air bersih maupun kompensasi instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Ternyata kata mereka sudah membayar pajak ke provinsi (Pemprov Jabar).
Berarti sekarang kami akan mempertanyakan hal ini kepada pihak provinsi,” ungkap Asep di Kantor PDAM Kota Bandung,Jalan Badaksinga. Setelah melakukan komunikasi intensif dengan pihak PDAM Kota Bandung, Asep dan rombongan berencana akan mendatangi Pemprov Jabar. Menurut dia, seharusnya ada pembagian 30% untuk provinsi dan 70% untuk pemerintah yang mata airnya diambil oleh PDAM.
Sayangnya, selama ini provinsi kurang transparan. ”Sebenarnya selama ini kami menerima, hanya tidak ada kejelasan seberapa besarannya,” tuturnya. Sementara itu,anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya mengungkapkan, Kabupaten Bandung siap untuk menggelar negosiasi guna menyelesaikan persoalan dan mendapatkan apa yang menjadi tujuan, yakni kompensasi air dari Kota Bandung.
”Ini memang diperlukan dan Pemprov sudah memastikan bahwa negosiasi bisa dilakukan. Kami akan segera merekomendasikan agar Pemkab Bandung membentuk tim negosiasi itu,” papar Raditya saat melakukan audiensi dengan Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Setda Pemprov Jabar di Gedung Sate beberapa waktu lalu.
Selama ini, kata dia, Kabupaten Bandung tidak mendapatkan apa-apa dari Kota Bandung. Padahal, Kota Bandung mengambil air dari Situ Cileunca, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, dan mata air di Kecamatan Cimenyan. Sementara, pajak sebesar Rp63 juta per bulan masuk ke Pemprov Jabar,bukan ke Kabupaten Bandung.
Pasokan air baku dari wilayah Kabupaten Bandung ke Kota Bandung mencapai 1.500 m3 per detik, dengan rincian 1.400 m3 per detik dari mata air di Situ Cileunca dan 100 m3 per detik dari mata air di Cimenyan, Kawasan Bandung Utara (KBU). Raditya melanjutkan, berdasarkan perhitungan Komisi B DPRD Kabupaten Bandung,kompensasi yang harus dibayarkan Kota Bandung sebesar Rp100 per m3.
Dengan jumlah itu, Kabupaten Bandung dapat memperoleh pendapatan hingga Rp4 miliar. Saat ini, PAD Kabupaten Bandung sebesar Rp1,4 miliar. ”Jelas jika mendapatkan kompensasi, sangat menguntungkan kita. Ini bisa menambah PAD. Hasil dari kompensasi dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat di hulu mata air itu.
Hal ini agar masyarakat mendukung reboisasi hutan dan juga menjaga hutan di sekitarnya supaya kualitas air semakin baik,” paparnya. Untuk pembuangan dan pengolahan air kotor, Kabupaten Bandung meminta kompensasi dalam bentuk perbaikan infrastruktur.
Selama ini, pengolahan air kotor hasil pembuangan Kota Bandung dilakukan di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Instalasi pengolahan dilakukan di atas lahan milik Pemkab Bandung seluas 85 ha.
Bandung (Seputar-Indonesia.com 22/06/09) – Wali Kota Bandung Dada Rosada kaget. Dia mengaku belum mendapat laporan ancaman penghentian pasokan air dari DPRD Kabupaten Bandung jika pihaknya tidak segera menyelesaikan kisruh kompensasi air.
”Saya belum tahu ada ancaman seperti itu. Mudah-mudahan ancaman itu tidak benar-benar dilakukan. Kalau benar dihentikan, maka Kota Bandung tidak punya air dan kita akan kekurangan air bersih karena selama ini didapat dari sana (Kabupaten Bandung),” kata Dada kemarin.
Sebelumnya, kalangan anggota DPRD Kabupaten Bandung mengancam akan menghentikan pasokan air jika Pemkot Bandung dan PDAM setempat tidak segera menyelesaikan kompensasi atas penggunaan sumber mata air di wilayah mereka. Untuk mengantisipasinya, Dada mengaku akan segera menginventarisasi permasalahan itu.
Secara pribadi, dia tidak mengetahui persis permasalahan yang dikeluhkan DPRD Kabupaten Bandung yang mendatangi PDAM Kota Bandung beberapa waktu lalu. Pihaknya mengaku belum mendapat laporan dari Direksi PDAM Kota Bandung terkait kedatangan rombongan anggota DPRD Kabupaten Bandung ke PDAM Kota Bandung terkait aturan kompensasi penggunaan bahan baku air.
Setelah diinventarisasi, Pemkot Bandung pun siap mengambil tindakan untuk penyelesaian kisruh air bersih ini. ”Kita inventarisasi dulu semua yang diminta pihak Kabupaten Bandung. Lalu dilihat kembali apa yang sudah dilakukan dan yang belum”. ”Kalau ada yang belum dilakukan oleh pemkot, berarti harus dilakukan,”ujar Dada.
Bahkan, Dada mengaku tidak akan segan-segan memenuhi semua tuntutan DPRD Kabupaten Bandung asalkan pasokan air bersih dari sana tidak dihentikan. ”Apa yang diminta, ya harus dituruti supaya kita tidak kekurangan air bersih karena kasihan warga Kota Bandung kalau kekurangan air,”ungkapnya.
Seperti diberitakan,Wakil Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Asep Anwar mendatangi PDAM Kota Bandung untuk meminta kejelasan terkait retribusi yang harus dibayarkan atas penggunaan sumber mata air di wilayah Kabupaten Bandung.
”Kami hanya ingin tahu, apakah Kota Bandung sudah memberikan kontribusi pada kami atau belum,baik soal pengambulan air bersih maupun kompensasi instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Ternyata kata mereka sudah membayar pajak ke provinsi (Pemprov Jabar).
Berarti sekarang kami akan mempertanyakan hal ini kepada pihak provinsi,” ungkap Asep di Kantor PDAM Kota Bandung,Jalan Badaksinga. Setelah melakukan komunikasi intensif dengan pihak PDAM Kota Bandung, Asep dan rombongan berencana akan mendatangi Pemprov Jabar. Menurut dia, seharusnya ada pembagian 30% untuk provinsi dan 70% untuk pemerintah yang mata airnya diambil oleh PDAM.
Sayangnya, selama ini provinsi kurang transparan. ”Sebenarnya selama ini kami menerima, hanya tidak ada kejelasan seberapa besarannya,” tuturnya. Sementara itu,anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Tubagus Raditya mengungkapkan, Kabupaten Bandung siap untuk menggelar negosiasi guna menyelesaikan persoalan dan mendapatkan apa yang menjadi tujuan, yakni kompensasi air dari Kota Bandung.
”Ini memang diperlukan dan Pemprov sudah memastikan bahwa negosiasi bisa dilakukan. Kami akan segera merekomendasikan agar Pemkab Bandung membentuk tim negosiasi itu,” papar Raditya saat melakukan audiensi dengan Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Setda Pemprov Jabar di Gedung Sate beberapa waktu lalu.
Selama ini, kata dia, Kabupaten Bandung tidak mendapatkan apa-apa dari Kota Bandung. Padahal, Kota Bandung mengambil air dari Situ Cileunca, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, dan mata air di Kecamatan Cimenyan. Sementara, pajak sebesar Rp63 juta per bulan masuk ke Pemprov Jabar,bukan ke Kabupaten Bandung.
Pasokan air baku dari wilayah Kabupaten Bandung ke Kota Bandung mencapai 1.500 m3 per detik, dengan rincian 1.400 m3 per detik dari mata air di Situ Cileunca dan 100 m3 per detik dari mata air di Cimenyan, Kawasan Bandung Utara (KBU). Raditya melanjutkan, berdasarkan perhitungan Komisi B DPRD Kabupaten Bandung,kompensasi yang harus dibayarkan Kota Bandung sebesar Rp100 per m3.
Dengan jumlah itu, Kabupaten Bandung dapat memperoleh pendapatan hingga Rp4 miliar. Saat ini, PAD Kabupaten Bandung sebesar Rp1,4 miliar. ”Jelas jika mendapatkan kompensasi, sangat menguntungkan kita. Ini bisa menambah PAD. Hasil dari kompensasi dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat di hulu mata air itu.
Hal ini agar masyarakat mendukung reboisasi hutan dan juga menjaga hutan di sekitarnya supaya kualitas air semakin baik,” paparnya. Untuk pembuangan dan pengolahan air kotor, Kabupaten Bandung meminta kompensasi dalam bentuk perbaikan infrastruktur.
Selama ini, pengolahan air kotor hasil pembuangan Kota Bandung dilakukan di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Instalasi pengolahan dilakukan di atas lahan milik Pemkab Bandung seluas 85 ha.