Stadion Si Jalak Harupat Rugi Rp1,6 Miliar
Soreang, Pelita
Stadion SiJalak Harupat yang berdiri kokoh dipinggir Jalan Raya Cipatik, Desa Kopo, Kec Soreang, setiap tahunnya merugi Rp1,6 miliar.
Menurut data yang diperoleh Pelita, stadion kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung, yang menelan biaya Rp67 miliar ini, hanya mampu meraih pendapatan Rp400 juta, sementara anggaran yang diajukan pengelola kepada DPRD Kab. Bandung sebesar Rp2 miliar.
Tahun lalu pihak pengelola mengajukan angka Rp750 juta, tapi yang disetujui hanya Rp600 juta, jelas anggota DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya SE kepada Pelita semalam.
Menurut anggota Komisi B ini, pengelola stadion Si Jalak Harupat jangan lagi membebani masyarakat Kab. Bandung. Sebab, untuk menutupi kebutuhan stadion yang berkapasitas 27.000 tempat duduk itu dananya diambil dari uang rakyat. Pihak pengelola harus melakukan kreativitas dengan sering menggelar turnamen sepakbola bertaraf nasional maupun internasional. Jika tidak anggup libatkan pihak ketiga agar tidak rugi melulu, tukas Raditya.
Dia menambahkan, setiap kali menggelar pertandingan, pihak pengelola hanya mendapat keuntungan sebesar Rp25 juta, kecuali Persikab tidak dipungut bayaran. Sementara jika Persib bertanding, Panitia Pelaksana (Panpel) bisa meraup keuntungan Rp600 juta sekali bertanding.
Sebaiknya Pemkab Bandung, lanjut Raditya, membangun sarana jalan terlebih dahulu sebelum membangun stadion Si Jalak Harupat yang menggunakan fondasi tiang yang terbuat dari beton portal bertulang, dan rangka atap menggunakan bahan rangka baja box.
Akses jalan, akan lebih penting ketimbang dibangunnya Si Jalak Harupat. Anda bisa rasakan bagaimana ketika pertandingan usai, para penonton berdesak-desakan diluar stadion dan sulit untuk bergerak, tambahnya.
Pelita memperoleh kabar, pembangunan Stadion Si Jalak Harupat itu diprakarsai oleh Bupati Bandung, H Obar Sobarna, SIP. Stadion kebanggaan masyarakat Kab Bandung ini dirancang dengan penutup atap menggunakan metal roof (aluminium) dan beton pracetak untuk tempat duduk tribun.
Selain itu, Stadion Si Jalak Harupat berkapasitas tempat duduk antara 27.000-30.000 penonton. Belum termasuk untuk wartawan media cetak dan elektronik. Bahkan, untuk memberikan kenyamanan bagi penonton, telah disiapkan 24 pintu darurat, termasuk kamar kecil dan mushalla.
Sementara, lampu yang digunakan berkekuatan 1.000 lux, sehingga Stadion Jalak Harupat bisa menggelar pertandingan pada malam hari. Penggunaan lampu dengan kekuatan yang memenuhi standar FIFA itu memudahkan kru televisi untuk menyiarkan secara langsung pertandingan malam hari, karena didukung oleh 114 lampu.
Menurut rencana, di sektiar Stadion Jalak Harupat akan dibangun sarana cabang olah raga lainnya, yaitu kolam renang, bola voli, bulu tangkis, lapangan hoki, dan bola basket, dan bola voli serta mes atlet dan hotel. Si Jalak Harupat merupakan julukan bagi pahlawan Otto Iskandardinata, yang diartikan lincah dan trengginas. Diharapkan, dengan nama itu bisa memotivasi semangat atlet Kab. Bandung untuk terus berprestasi.
Sekarang, masih kata Raditya, tinggal bagaimana pihak pengelola stadion menjaga dan memanfaatkan fasilitas tersebut dengan baik dan profesional. Kalau sampai merugi terus tidak bisa dibayangkan apa jadinya Stadion Si Jalak Harupat suatu saat nanti, sambungnya. (ck-01)
Stadion SiJalak Harupat yang berdiri kokoh dipinggir Jalan Raya Cipatik, Desa Kopo, Kec Soreang, setiap tahunnya merugi Rp1,6 miliar.
Menurut data yang diperoleh Pelita, stadion kebanggaan masyarakat Kabupaten Bandung, yang menelan biaya Rp67 miliar ini, hanya mampu meraih pendapatan Rp400 juta, sementara anggaran yang diajukan pengelola kepada DPRD Kab. Bandung sebesar Rp2 miliar.
Tahun lalu pihak pengelola mengajukan angka Rp750 juta, tapi yang disetujui hanya Rp600 juta, jelas anggota DPRD Kab. Bandung, Tb. Raditya SE kepada Pelita semalam.
Menurut anggota Komisi B ini, pengelola stadion Si Jalak Harupat jangan lagi membebani masyarakat Kab. Bandung. Sebab, untuk menutupi kebutuhan stadion yang berkapasitas 27.000 tempat duduk itu dananya diambil dari uang rakyat. Pihak pengelola harus melakukan kreativitas dengan sering menggelar turnamen sepakbola bertaraf nasional maupun internasional. Jika tidak anggup libatkan pihak ketiga agar tidak rugi melulu, tukas Raditya.
Dia menambahkan, setiap kali menggelar pertandingan, pihak pengelola hanya mendapat keuntungan sebesar Rp25 juta, kecuali Persikab tidak dipungut bayaran. Sementara jika Persib bertanding, Panitia Pelaksana (Panpel) bisa meraup keuntungan Rp600 juta sekali bertanding.
Sebaiknya Pemkab Bandung, lanjut Raditya, membangun sarana jalan terlebih dahulu sebelum membangun stadion Si Jalak Harupat yang menggunakan fondasi tiang yang terbuat dari beton portal bertulang, dan rangka atap menggunakan bahan rangka baja box.
Akses jalan, akan lebih penting ketimbang dibangunnya Si Jalak Harupat. Anda bisa rasakan bagaimana ketika pertandingan usai, para penonton berdesak-desakan diluar stadion dan sulit untuk bergerak, tambahnya.
Pelita memperoleh kabar, pembangunan Stadion Si Jalak Harupat itu diprakarsai oleh Bupati Bandung, H Obar Sobarna, SIP. Stadion kebanggaan masyarakat Kab Bandung ini dirancang dengan penutup atap menggunakan metal roof (aluminium) dan beton pracetak untuk tempat duduk tribun.
Selain itu, Stadion Si Jalak Harupat berkapasitas tempat duduk antara 27.000-30.000 penonton. Belum termasuk untuk wartawan media cetak dan elektronik. Bahkan, untuk memberikan kenyamanan bagi penonton, telah disiapkan 24 pintu darurat, termasuk kamar kecil dan mushalla.
Sementara, lampu yang digunakan berkekuatan 1.000 lux, sehingga Stadion Jalak Harupat bisa menggelar pertandingan pada malam hari. Penggunaan lampu dengan kekuatan yang memenuhi standar FIFA itu memudahkan kru televisi untuk menyiarkan secara langsung pertandingan malam hari, karena didukung oleh 114 lampu.
Menurut rencana, di sektiar Stadion Jalak Harupat akan dibangun sarana cabang olah raga lainnya, yaitu kolam renang, bola voli, bulu tangkis, lapangan hoki, dan bola basket, dan bola voli serta mes atlet dan hotel. Si Jalak Harupat merupakan julukan bagi pahlawan Otto Iskandardinata, yang diartikan lincah dan trengginas. Diharapkan, dengan nama itu bisa memotivasi semangat atlet Kab. Bandung untuk terus berprestasi.
Sekarang, masih kata Raditya, tinggal bagaimana pihak pengelola stadion menjaga dan memanfaatkan fasilitas tersebut dengan baik dan profesional. Kalau sampai merugi terus tidak bisa dibayangkan apa jadinya Stadion Si Jalak Harupat suatu saat nanti, sambungnya. (ck-01)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar