Minggu, Februari 03, 2008

Dewan Pertanyakan Soal Raskin

Selasa, 29 Januari 2008
Komisi B dan D DPRD Kab. Bandung, mempertanyakan mekanisme penyaluran beras bagi keluarga miskin (raskin). Hal itu berkaitan menyusul adanya laporan dari warga Kabupaten Bandung yang mengaku dipungut uang terlebih dahulu oleh desa, sebelum mendapatkan jatah beras tersebut. Warga menilai aneh, karena biasanya mereka membayar setelah mendapatkan raskin.

Seperti dikatakan anggota Komisi B, Tb. Radithya di Soreang, Senin (28/1). Ia mendapatkan laporan dari aparat RW di Kecamatan Katapang bahwa warga diminta pungutan uang terlebih dahulu untuk mendapatkan raskin. Untuk itu kami hanya ingin meminta penjelasan, khususnya dari Bulog, bagaimana sebenarnya mekanisme penyaluran raskin ini pada warga.

Menurut Radithya, selain warga merasa janggal dengan mekanisme yang dinilai aneh tersebut, setelah uang disetor beras pun belum jelas kapan turunnya. Menurutnya, jika ditalangi dulu oleh aparat juga, itu akan memberatkan aparat di bawah, khususnya RT/RW.

Menurutnya, dengan mekanisme seperti itu, akan rawan terjadi penyelewengan karena jumlah uang yang dipungut di atas rata-rata harga per kilogram beras. Kalau betul uang tersebut sesuai dengan perhitungan antara aparat desa dengan warga, mungkin saja harga yang dibelikan ke Bulog lebih rendah dari perhitungan.

Ditambahkan anggota dewan dari Partai Golkar ini, sudah seharusnya harga beras yang diterima warga sesuai dengan harga yang ditetapkan Bulog dan bebas dari biaya lain yang hanya memberatkan warga miskin.

Kalau ada aturan bahwa pemerintah daerah harus menanggung biaya tambahan untuk mendistribusikan raskin, kami sangat mendukung, karena jika ada perbedaan harga yang diterima masyarakat sering menjadi tuduhan lain.

Sedangkan anggota Komisi D, Oman Faturohman menegaskan, dalam pendistribusian raskin seharusnya warga menerima beras dulu, baru membayar. Kalau sudah setor uang tetapi beras belum turun dan kalau kualitasnya juga tidak sesuai harus bagaimana warga nanti.

Karena itu tambah Oman, Bulog harus memberikan arahan yang jelas dalam mekanisme penyaluran raskin ini. Selain harus tepat sasaran, dalam penyalurannya jangan menjadi beban masyarakat. Kalau harus mahal, bukan lagi raskin.

Sebelumnya Sekretaris Daerah Pemprov Jabar, Lex Laksamana dalam peluncuran program raskin tingkat Jabar di Soreang, beberapa waktu lalu mengatakan, pemerintah daerah kota dan kabupaten harus mengalokasikan dana di APBD untuk menanggung biaya transportasi raskin sehingga tidak menjadi beban bagi rumah tangga miskin (RTM) yang menerima. Diakui Lex, selama ini sering terdapat perbedaan harga raskin karena biaya transportasi dihitung dan dibebankan kepada warga penerima raskin tersebut.



Sumber : Harian Umum Galamedia, Selasa 29 Januari 2008

Tidak ada komentar: