Minggu, Februari 03, 2008
Hanya 3 BPR Pemkab yang Masih Hidup
Selasa, 15 Januari 2008
Sebanyak 12 dari 27 Badan Perkreditan Rakyat (BPR) milik Pemkab Bandung dinyatakan mati dan 12 lainnya dalam kondisi tidak sehat. Hanya 3 BPR yang dikategorikan dalam kondisi sehat, yaitu BPR Soreang, Banjaran, dan BPR Cicalengka.
Melihat kondisi BPR yang sebagian besar tidak menghasilkan keuntungan bagi Pemkab Bandung, Komisi B DPRD Kab. Bandung berniat akan mereview kebijakan yang diberikan Pemkab Bandung kepada BPR. Dikatakan anggota komisi B DPRD Kab. Bandung, Tb. Radithya Ginanajar di Soreang, Senin (14/1), disarankan BPR-BPR milik Pemkab Bandung tahun ini dimerger.
Sisa BPR yang masih ada harus kita lihat kondisinya, karena berdasarkan hasil temuan kami, dari 15 BPR yang masih ada hanya tiga dalam keadaan sehat. Sampai saat ini, lanjut anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar ini, 12 BPR yang dinyatakan mati tidak diketahui bagaimana perhitungan aset serta utang piutangnya. Radithya mengharapkan hal tersebut tidak terulang pada BPR yang masih ada.
BPR-BPR tersebut diberikan penyertaan modal dari APBD sehingga harus jelas pertanggungjawabannya
Menyikapi kondisi tersebut, Komisi B menganjurkan agar pemkab melakukan audit oleh akuntan publik, sehingga diketahui sisa aset BPR yang masih dimiliki pemkab.
Ini menyangkut pencairan dana penyertaan modal yang akan diberikan, semua harus fair karena dana yang digunakan adalah dana rakyat. Menurut Radithya, dengan adanya audit tersebut, selain melakukan audit terhadap BPR yang sudah mati, juga bisa diketahui seperti apa masa depan BPR yang masih ada. Kami tidak ingin jika penyertaan modal diberikan ternyata BPR yang ada pun nasibnya tidak jelas.
Masih dikatakan Radithya, akibat belum dilakukannya audit, sejauh ini belum diketahui dengan pasti kondisi BPR yang masih ada. Untuk keperluan audit dan rencana penggabungan BPR, Pemkab Bandung dalam tahun anggaran 2008 telah menganggarkan dana sebesar Rp 345 juta.
Sementara itu, untuk menyelamatkan BPR yang masih ada, Radithya mengungkapkan, dewan bersama eksekutif akan membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) penggabungan BPR supaya BPR yang ada bisa dioptimalkan. Dengan Raperda ini diharapkan hanya ada satu BPR dengan satu pimpinan dan nantinya dibentuk cabang-cabang. Selama ini masing-masing BPR mempunyai direktur sendiri yang pada akhirnya berbeda kebijakan.
Dengan penggabungan tersebut, tambahnya, diharapkan akan dimiliki BPR yang profesional. Jika dikelola dengan profesional bisa memberikan layanan profesional juga bagi nasabah sehingga bisa mengambil pangsa pasar yang hilang. Menurut Radithya, pangsa pasar potensial BPR adalah PNS. Seharusnya BPR bisa bisa mengambil pangsa pasar tersebut. Banyak PNS yang beralih ke bank swasta.
Sumber : Harian Umum Galamedia Selasa,15 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar