Rp 10 Miliar Dana APBD Mengendap di Bank
SOREANG -- Dana APBD 2007 Kabupaten Bandung sebesar Rp 9 miliar mengendap di salah satu bank milik pemerintah. Seharusnya, dana sebesar itu disalurkan menjadi kredit modal kerja dan kredit investasi bagi masyarakat di Kabupaten Bandung.
''Sejak dana itu diserahkan hingga saat ini, dana yang baru disalurkan kepada masyarakat hanya mencapai Rp 660 juta atau baru 6,6 persen,'' ungkap anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, Selasa (19/2).
Berdasar catatan, Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Bupati Bandung, Obar Sobarna, sudah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) No 20 tahun 2007 tentang Penyertaan Modal untuk Kredit Modal Koperasi dan Usaha Menengah. Untuk menyalurkan kredit modal ini, Pemkab Bandung menggandeng salah satu bank pemerintah cabang Soreang sebagai bank pelaksana.
Penyertaan modal ini dilakukan untuk meningkatkan usaha kecil dan menengah (UKM) di Kabupaten Bandung. Dari dana sebesar Rp 10 miliar yang dijadikan penyertaan modal di bank tersebut, Pemkab Bandung tidak meminta adanya jasa giro. Dengan demikian, Pemkab Bandung tidak memperoleh bunga dari proses penyimpanan uang penyertaan modal ini di BRI.
Untuk meringankan beban masyarakat yang mengajukan kredit, Pemkab Bandung dan bank tersebut telah menandatangani nota kesepahaman (MoU). Dalam nota dinyatakan bahwa kredit yang diberikan melalui dana penyertaan modal ini hanya dikenakan bunga tujuh persen per tahun secara flat.
''Bunga tujuh persen itupun, sebagian di antaranya digunakan untuk peningkatan modal. Jadi, digulirkan kembali kepada masyarakat,'' ujar Didit, panggilan akrab Tubagus Raditya. Dalam MoU tersebut, kata Didit, juga disebutkan bahwa pengalokasian perolehan bunga, sebesar empat persen untuk bank pelaksana, dua persen untuk UKM yang berhasil melunasi kredit, dan satu persen sisanya untuk digulirkan kembali.
Dengan demikian, lanjut Didit, tidak ada satupun klausul yang merugikan bank rekanan itu selaku bank pelaksana. Tapi kenyataannya, kata dia, setelah empat bulan berjalan, pihak bank hanya menyalurkan kredit kepada UMK sebesar Rp 660 juta atau hanya 6,6 persen.
Bank rekanan, sambung Didit, beralasan bahwa lambannya penyaluran kredit kepada UMK ini disebabkan oleh prinsip kehati-hatian bank. Jadi, kata dia, bank terpaksa menerapkan agunan sebesar 30 persen dari total kredit kepada calon nasabah.
Didit juga mengaku telah merekomendasikan kepada Pemkab Bandung untuk segera menarik kembali dana penyertaan modal ini. ''Kalau sampai enam bulan sejak diluncurkan, realisasi penyaluran kredit oleh bank ini tidak mencapai 40 persen, saya merekomendasikan supaya penyertaan modal itu dicabut kembali,'' ujar dia. (Riva Republika) Kalam Jabar 20 Februari 2008
''Sejak dana itu diserahkan hingga saat ini, dana yang baru disalurkan kepada masyarakat hanya mencapai Rp 660 juta atau baru 6,6 persen,'' ungkap anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, Selasa (19/2).
Berdasar catatan, Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, Bupati Bandung, Obar Sobarna, sudah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) No 20 tahun 2007 tentang Penyertaan Modal untuk Kredit Modal Koperasi dan Usaha Menengah. Untuk menyalurkan kredit modal ini, Pemkab Bandung menggandeng salah satu bank pemerintah cabang Soreang sebagai bank pelaksana.
Penyertaan modal ini dilakukan untuk meningkatkan usaha kecil dan menengah (UKM) di Kabupaten Bandung. Dari dana sebesar Rp 10 miliar yang dijadikan penyertaan modal di bank tersebut, Pemkab Bandung tidak meminta adanya jasa giro. Dengan demikian, Pemkab Bandung tidak memperoleh bunga dari proses penyimpanan uang penyertaan modal ini di BRI.
Untuk meringankan beban masyarakat yang mengajukan kredit, Pemkab Bandung dan bank tersebut telah menandatangani nota kesepahaman (MoU). Dalam nota dinyatakan bahwa kredit yang diberikan melalui dana penyertaan modal ini hanya dikenakan bunga tujuh persen per tahun secara flat.
''Bunga tujuh persen itupun, sebagian di antaranya digunakan untuk peningkatan modal. Jadi, digulirkan kembali kepada masyarakat,'' ujar Didit, panggilan akrab Tubagus Raditya. Dalam MoU tersebut, kata Didit, juga disebutkan bahwa pengalokasian perolehan bunga, sebesar empat persen untuk bank pelaksana, dua persen untuk UKM yang berhasil melunasi kredit, dan satu persen sisanya untuk digulirkan kembali.
Dengan demikian, lanjut Didit, tidak ada satupun klausul yang merugikan bank rekanan itu selaku bank pelaksana. Tapi kenyataannya, kata dia, setelah empat bulan berjalan, pihak bank hanya menyalurkan kredit kepada UMK sebesar Rp 660 juta atau hanya 6,6 persen.
Bank rekanan, sambung Didit, beralasan bahwa lambannya penyaluran kredit kepada UMK ini disebabkan oleh prinsip kehati-hatian bank. Jadi, kata dia, bank terpaksa menerapkan agunan sebesar 30 persen dari total kredit kepada calon nasabah.
Didit juga mengaku telah merekomendasikan kepada Pemkab Bandung untuk segera menarik kembali dana penyertaan modal ini. ''Kalau sampai enam bulan sejak diluncurkan, realisasi penyaluran kredit oleh bank ini tidak mencapai 40 persen, saya merekomendasikan supaya penyertaan modal itu dicabut kembali,'' ujar dia. (Riva Republika) Kalam Jabar 20 Februari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar